Share

Bab 4

KAU REBUT SUAMIKU, KUPACARI AYAHMU

BAB 4

"Boleh banget dong Sayang, bahkan kalau perlu kamu ambil ini giginya Mas dan letakkan di samping tempat tidurmu biar bisa setiap hari liatin Mas tertawa di sampingmu." 

Eh …. Kok jadi horor? 

***

Pov 3

Ibra senyum-senyum sendiri setelah  bermanja-manja ria dengan Ayra di telepon tadi. serasa jiwa mudanya kembali setelah bertemu Ayra. 

"Oh Ayraku Sayang. Kenapa sih kita gak ketemu sejak dulu saat wajahku masih kinyis-kinyis kayak baby? Ho ho ho tentu tidak! Kalau aku ketemu Ayra saat wajahku masih mulus bak pantat bayi tentu saja wajah Ayra nya yang masih bayi. Hahahahaha!" Ibra tergelak dengan ocehan yang ia buat sendiri. 

Betapa lucu Ibra merasakan dirinya yang sedang dirundung puber ke-lima. Hahaha, ups. 

Ibra berjanji pada Ayra akan datang melamarnya secara resmi lusa. Di dalam otaknya sudah ada beberapa rencana yang akan dia lakukan agar acara lamarannya dapat berjalan dengan lancar. 

Yah, meskipun Ayra sebatang kara tapi tetap saja bagi Ibra semuanya harus perfect. Terlebih lagi itu hari penting baginya agar sang pujaan hati tidak ilfeel dan merasa dihargai sebagai seorang wanita. 

Ibra memang telah jatuh hati pada sosok Ayra. Wanita yang menurutnya lucu, suka bercanda, riang dan ceria meski sedikit varbar. Akan tetapi, yang jelas Ibra tertarik pada Ayra karena wanita itu memiliki hati yang tulus. Bagaimana Ibra bisa menilai Ayra seperti itu? 

Waktu itu Ibra tidak sengaja melihat momen di mana Ayra membantu seorang nenek tua yang hendak menyebrang jalan. Padahal saat itu Ibra melihat kalau Ayra tengah kerepotan dengan barang belanjaannya. 

Meski memakai baju yang bersih, rapi dan juga wangi tidak lantas membuat Ayra risih dan jijik berinteraksi dengan nenek tua itu. Ayra memegang tangan nenek tua itu dan menuntunnya hingga berhasil menyebrang jalan. 

Saat itu memang dia dan juga Ayra berjanjian untuk kembali makan siang karena Ibra yang ingin berterima kasih pada Ayra sebab sudah mengembalikan dokumen penting perusahaan milik Ibra yang terjatuh di jalan. Tanpa Ibra ketahui saat itu Ayra memang sudah membuntutinya jadi, Ayra yang melihat dokumen Ibra jatuh di jalan tentu saja seperti mendapatkan peluang dan ia tidak menyia-nyiakan hal itu. 

Sejak saat itulah Ibra memiliki rasa lain terhadap Ayra hingga akhirnya benih-benih cinta itu pun muncul seiring Ibra yang sering bertemu dengan Ayra selama dua minggu terakhir. Ditambah lagi Ibra yang sering menghubungi Ayra meski hanya sekadar mengobrol biasa melalui sambungan telepon. 

Ibra pun akhirnya memejamkan mata sembari tersenyum berharap Ayra datang ke dalam mimpinya dan menggapai tangannya lantas menggenggam untuk melangkah menuju masa depan yang indah. 

***

"Senangnya dalam hati, aku mau kawin lagi. Uhuy, akhirnya si duren ini laku juga setelah sekian purnama dan ratusan belokan juga ribuan tanjakan hati ini sudah mati dibawa almarhum istriku pergi. Kini rasa itu kembali bersemi di dalam hati ini." Ibra bermonolog sembari bersiul dan berjalan keluar dari kamarnya melewati Fiona dan Fahri yang sedang menyuap roti bakar, menu sarapan mereka. 

"Pagi begini keliahatan girang banget, Pi, kasih tahu aku dong apa yang sudah membuat Papiku tersayang ini bahagia? Boleh kan aku tahu?" tanya Fiona yang penasaran dengan sebyun yang selalu mengembang i wajah papinya itu. 

"Tentu saja boleh dong. Kita sarapan sekalian membicarakan hal ini ya. Karena hal ini adakah penting dan tentu saja Papi akan membaginya denganmu," jawab Ibra lagi masih dengan kedua sudut bibirnya yang naik sempurna ke atas sehingga tercipta lengkungan manis di wajah tampan Ibra di usianya yang sudah tidak lagi muda. 

"Wah, apa tuh? Mau dong aku dikasih tahu," tabya Fiona tidak sabar dengan ucapan sang ayah. 

"Lho, kok kamu lupa? Kan baru saja ketemu kemarin?"

Fiona mengerutkan dahinya dan ia menatap Fahri dengan tatapan tanya. Namun, Fahri mengedikkan bahunya tanda tidak mengerti. 

"Apaan sih, Pi? Aku beneran deh lupa. Kasih tau lah, namanya manusia kalau lupa ya wajar saja kan, Pi?"

"Oke deh, karena Papi lagi bahagia jadi gak masalah kalau Papi ceritakan lagi. Emmm kamu masih invat Ayra yang Papi kenalin ke kamu di pernikahanmu kemarin kan?" Fiona menganggukkan kepalanya dengan cepat. Dan ia masih menatap Ibra dengan tatapan bingung. 

"Terus kenapa sama Ayra?"

"Papi lusa mau melamar Ayra secara resmi ke rumahnya." 

Prfffttt. 

Tiba-tiba saja Fahri menyemburkan jus jeruk yang ada di dalam mulutnya ke wajah Fiona. Sontak saja mata Fiona mendelik karena wajahnya kini dari glowing berubah menjadi kotor. 

"Mas! Kamu apa-apaan sih! Kok aku disembur? Kamu pikir kamu itu dukun dan aku pasien apa?!" 

"M-maaf Sayang, aku gak sengaja soalnya tadi tiba-tiba tersedak pas lagi minum." Fiona mendelik ke arah Fahri. Karena ia tahu kalau itu hanya alasan Fahri saja. 

Tentu saja Fiona sangat tahu kalau Fahri terkejut dengan berita kalau papinya mau melamar Ayra. 

Seketika Fiona kembali teringat dan fokus pada Ibra yang mengatakan akan melamar Ayra secara resmi ke rumahnya. 

"papi bilang apa tadi? Mau ngelamar Ayra ke rumahnya?" Ibra mengangguk yakin dengan seulas senyum yang tidak luntur dari wajahnya. Ibra pun memasukkan roti yang ada di tangannya ke dalam mulut lantas ia mengunyah roti tersebut dan menelannya. 

"Kenapa? Kok kaget? Harusnya kan kamu senang akhirnya Papi laku juga."

"Bukan begitu maksudnya, Pi. Tapi apa gak terlalu cepat? Memangnya Papi kenal sama Ayra berapa lama?" 

"Tiga mingguan kenal tapi menjalin hubungan sekitar dua mingguan," jawab Ibra dengan santainya. 

"Tiga minggu kenal dan dua minggu menjalin hubungan dan Papi mau langsung melamar? Bahkan sebulan saja belum genap, Pi." 

"Ya memangnya kenapa? Bukankah niat baik tidak boleh ditunda-tunda?" 

"Ya iya, Pi, tapi enggak secepat itu juga kan? Kalau dia niatnya mau nipu Papi gimana? Memangnya Papi gak curiga gitu?"

"Curiga? Curiga kenapa? Ayra baik sangat baik makanya Papi mau cepat menghalalkannya takut keduluan orang."

"Ya logika aja lah, Pi, Papi kan udah tua dan dia masih muda bahkan aku yakin umur Ayra gak jauh beda sama aku. Kenapa dia mau sama Papi kalau bukan karena ada apa-apanya."

"Ada apa-apanya gimana? Yang jelas dong kalau ngomong." Ibra mulai menatap Fiona intens. Dia sangat penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Fiona. 

"Ya mana tau si Ayra itu cuma ngincer harta Papi secara Papi itu kaya raya. Logika ajalah, Pi, dia yang muda mau sama Papi yang udah tuir."

"Lalu maunya kamu apa?" 

"Ya Papi mendingan cari deh yang seumuran sama Papi. Bukan yang muda begitu."

"Kalau Papi gak mau gimana? Ini masalah hati, Fio, bukan perkara umur atau harta. Ini perkara hati dan hati Papi sudah terpaut sama Ayra."

"Jadi, maksudnya Papi akan tetap menikahi Ayrw meski Fiona keberatan gitu?"

"Yah seperti itu. Mau setuju atau tidak Papi tetap akan menikahi Ayra. Papi membicarakan ini sama kamu bukan karena ingin meminta persetujuanmu tapi hanya ingin memberitahumu yah, setidaknya agar kamu merasa Papi masih menghargaimu. Lihatlah kamu sudah memiliki pasangan tentu tugas dan kewajiban Papi sudah selesai padamu. Jadi, kini waktunya Papi untuk menyenangkan diri Papi karena waktu Papi juga tidak akan lama lagi."

"Tapi, Pi, kalau misal aku berhasil memberikan satu bukti kalau Ayra bukan perempuan baik-baik gimana? Apa Papi masih nekat mau menikahinya?"

"Apa maksud kamu?"

"Ya aku tetep gak percaya kalau Ayra itu perempuan baik-baik. Dia itu tak lebih dari perempuan matre yang hanya mengincar uang pasangannya."

"Lhi, bukannya itu wajar seorang perempuan menginginkan laki-laki yang matang dan mapan untuk masa depan hidupnya? Terlebih lagi Ayra itu cantik dan juga cerdas. Dia baik dan suka menolong. Papi rasa kalau dia memiliki kriteria dalam memilih pasangan hidupnya itu sangatlah wajar."

"Terserah apa kata Papi tapi yang jelas aku akan mencari bukti kalau Ayra bukanlah perempuan baik-baik. Dan jika bukti itu sudah ada maka aku tidak akan pernah setuju Papi menikah dengan dia."

"Kamu kenapa sih kok kayak benci banget sama Ayra? Padahal kalian kan enggak saling kenal?" tanya Ibra dengan kening berkerut dan tangan yang saling bertaut di atas meja. Ibra baru saja menyelesaikan sarapan paginya. 

"Feeling. Bukankah makhluk yang memiliki feeling paling kuat itu adalah wanita? Dan aku memiliki feeling yang tidak enak terhadap Ayra. Dia hanya ingin memanfaatkan Papi saja dan ingin merebut Papi dariku." 

"Terserah kamu. Yang jelas selama Papi tahu dia baik selama itu juga Papi akan tetap menginginkannya." Ibra pun pergi meninggalkan Fiona dan Fahri yang terpaku di kursi yang mereka duduki masing-masing. 

****

"Mas, ini gimana dong? Masa iya mantan istri kamu mau jadi Ibu tiriku sih? Yang bener aja kan?" Fiona gelisah sebab memikirkan dan membayangkan saat Ayra resmi menjadi ibu tirinya. Betapa aka tersiksanya nanti hari-hari yang akan dia jalani di rumah itu. 

"Ya gimana? Itu sudah menjadi keinginan Papi kamu. Aku ini kan hanya orang luar mana bisa aku terlalu ikut campur?"

"Ck! Ya kamu kasi ide kek, apa kek masa iya diam saja?"

"Ya aku lagi gak ada ide. Tapi seperti yang kamu bikang tadi sama Papi kalau kamu mau cari bukti kalau Ayrw bukan perempuan baik-baik."

"Terus?"

"Yeeee kok terus. Aku itu malah mau nanya apa maksud kamu mau cari bukti tentang itu?".

" Aku tadi hanya gertak Papi saja, Mas. Hehehe," ucap Fiona sembari mengmyengir sedangkan Fahri hanya garuk-garuk kepalanya yang tidak gatak itu. 

"Ah, aku ada ide!" ucao Fahri tiba-tiba dengan mata berbinar. 

"Ide apa? Cepat kasih tau?"

"Tinggal kasih aja tunjuk foto Ayra yang sedang memegang tanganku. Aku ada sih beberapa foto waktu masih prewedding dulu tapi pake baju biasa bukan baju prewed jadi gak akan kelihatan kalau kita memang ada hubungan."

"Terus maksud kamu gimana? Mau apa sama foto itu?"

"Ya kasih ke Papi kamu dan bilang kalau Ayra itu suka sama aku dan berusaha mengejar-ngejar aku tapi sayangnya aku milih kamu dan Ayra dendam makanya dia berniat mau deketin Papi kamu. Gimana?" 

"Yah, kamu benar itu ide yang bagus. Duh kenapa aku gak kepikirwn sampe kesana sih."

"Iya dong Fahri gitu lho."

"Oke nanti malam kita kasih tau sama Papi soal ini ya?" Fahri mengangguk mantap sembari tersenyum yang disusul Fiona yang juga menarik kedua sudut bibirnya secara sempurna. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status