“Mana mungkin.”“Jadi benar kalian telah bersekongkol untuk melakukan perbuatan keji itu?”“Sudah terlambat untuk kecewa. Jadi, nikmati saja pernikahanmu, seumur hidupmu.” Ravena menunjukkan senyum simpul penuh kemenangan lalu memberi isyarat pada Harvey kalau dirinya sudah tidak ingin berada di sana lagi.Harvey menatap Harry dengan pandangan mengejek. Mengolok pria itu atas kebodohannya mengabaikan berlian seperti Ravena. Keduanya pergi dengan raut wajah puas.Salah satu tujuannya yaitu membersihkan nama baik Ravena telah terwujud. Dan Harvey patut berbangga diri karena berhasil membuat tiga orang itu tersudut sekaligus!“Terima kasih.”“Sudah kukatakan. Selama aku hidup, tidak akan kubiarkan siapapun menyakitimu. Orang-orang yang berniat jahat terhadapmu, mereka harus menghadapiku lebih dulu.”“Kau sudah melakukannya dengan baik tadi.”&
“Ada hal penting yang ingin kubicarakan dengan anda.”“Katakan saja.”“Aku akan menikahi Ravena dalam waktu dekat. Sebelum itu, aku ingin meminta restu anda sebagai ayahnya.”“Tentu saja aku akan merestui kalian. Selama pernikahan kalian bisa membuatnya bahagia dan selama kau berjanji untuk selalu menyayangi dan menjaganya. Aku akan merestui kalian.”“Sebenarnya—ada satu lagi yang ingin kuketahui.”“Apa?”“Aku mendengar kalau Ravena ternyata bukanlah—“ Harvey menjeda ucapannya, berusaha memilah kata-kata yang sekiranya tidak menyinggung.Namun raja Emmett seperti mengerti maksud dari pria itu, dia mengangguk dan tersenyum canggung.“Sepertinya hanya mendiang istriku yang bisa menjawab pertanyaanmu itu, namun sayangnya dia sudah lama meninggal. Aku tidak memiliki petunjuk sama sekali, maaf.” Ungkapnya sedi
DEG!Naomi terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Dia takut pangeran itu akan mencurigainya, dan juga Ravena.‘Kalau dia adalah manusia biasa, tentu saja tidak.’ Batin Naomi.“Bagaimana bisa. Apa yang harus aku lakukan sekarang.” Harvey berlutut di depan tubuh Ravena yang masih berbaring lemah.Mata birunya menelusuri gadis itu dari atas kepala hingga ujung kaki. Pria itu bernapas dengan susah payah. Kedua tangannya menggenggam salah satu tangan Ravena yang tidak diperban.“Bangunlah, sayang. Kumohon.” Suaranya bergetar, air matanya menggenang di pelupuk mata.Naomi yang menyaksikan itu hanya terdiam, tidak berani bersuara dan akhirnya memilih keluar dari tenda. Melihat Ravena yang masih belum sadarkan diri setelah terkena panah beracun dan juga Harvey yang hampir gila karena sedih membuatnya prihatin.“Ada apa?” Di luar tenda, Noland segera menghampiri Naomi saat gadis
“Maksudmu?” “Dia adalah seorang dewi dari istana langit. Putri tunggal dewa Arthur dan dewi Alora. Kedua orang tuanya terbunuh saat pertempuran di Valdon, dengan kekuatan meteor yang diledakkan oleh kakekmu.”Harvey merasa udara di sekitarnya menipis, dadanya sesak dan pria itu membuang wajah kemana saja. Dia berharap Naomi sedang berbohong dan mengarang cerita sekarang.“Bagaimana aku bisa mempercayaimu sedangkan usiamu bahkan setahun lebih muda darinya?” Harvey tidak mau menerima fakta itu begitu saja. Kalaupun itu benar, dari mana Naomi mengetahuinya? Sedangkan saat peristiwa itu terjadi, sudah pasti dirinya belum lahir.“Aku bersumpah atas nama dewa dan dewi.”“Tidak mungkin.” Harvey memijat kepalanya, wajahnya mulai gelisah diikuti dengan napas yang mulai memburu.“Mungkin sulit untuk dipercaya, namun itulah kenyataannya.” Naomi melihat Harvey yang
“Aku sudah tidak sabar untuk menikahimu.” Ucapnya penuh ketulusan, meskipun jauh di dalam hatinya, Harvey menyimpan luka yang sangat besar.Sekarang Harvey mengerti alasan Ravena memiliki kulit pucat yang tidak seperti kebanyakan penduduk Feyre. Kenapa Ravena tidak mati saat bersentuhan dengannya, dan juga tubuhnya yang kebal dengan serangan racun sihir hitam.Dia tahu dirinya egois, dan Harvey bersedia menerima konsekuensi apapun dari setiap pilihannya.***“Bagaimana penampilanku?” Harvey membenarkan kancing di pergelangan tangannya.“Luar biasa.” Noland memandang kagum pada penampilan pria itu.Harvey mengenakan stelan warna putih dengan tuxedo panjang berekor yang dihiasi dengan bunga-bunga mawar berwarna serupa. Pria itu juga membiarkan sebagian dada bidangnya terekspos.Rambutnya ditata rapi dan disisir ke atas. Menunjukkan fitur wajah sempurnanya yang dibingkai dengan alis te
“Hai. Selamat untuk pernikahan kalian. Kalian berdua benar-benar pasangan yang cocok.” Alex mengangkat gelas anggurnya untuk bersulang pada pengantin baru itu.“Terima kasih.” Ravena tersenyum menyambut ucapan selamat pria itu.“Terima kasih juga untuk yang waktu itu. Maaf karena sangat terlambat mengucapkannya.” Alex menunjukkan wajah berpikir sejenak, dan setelah dia mengingat insiden itu, dirinya tersenyum.“Tidak perlu sungkan. Kalaupun itu bukan dirimu, aku tetap akan melakukan hal yang sama.” Jawabnya tenang.“Dia memang orang yang seperti itu. Suka ikut campur urusan orang lain.” Sahut Harvey.“Benarkah?”“Tapi untuk yang satu itu sepertinya jauh lebih baik kalau aku ikut campur.” Alex mengiterupsi, tidak menerima gurauan Harvey begitu saja.“Ya. ya. Aku tahu. Kau memang yang terbaik, Alex.” Kedua pria itu berpelukan
Harvey membawanya ke pondok di tengah hutan pinus tempat mereka pertama kali bertemu sekaligus yang menjadi saksi bisu percintaan panas yang terjadi semalaman penuh. Ravena merasa pipinya memanas saat mengingat kejadian itu.“Kau mau mandi dulu?”“Bagaimana kalau aku bilang—tidak?”Saat Ravena berbalik, matanya bertemu dengan mata biru Harvey. Keingintahuannya berubah menjadi ketertarikan. Matanya mulai memperhatikan bibir pria itu yang sangat dekat dengan bibirnya. Bibir Harvey berlemak dan kencang dan bentuknya sempurna.Mereka bertatapan kemudian bibir Harvey terkatup kaku. Pria itu mengangkatnya lalu sekejap kemudian menjatuhkannya di atas ranjang besar yang berada tak jauh dari mereka. Bibir Harvey terasa panas saat menyentuh bibirnya. Ciuman pria itu penuh percaya diri dan terampil, dan seperti biasa, Ravena langsung dikuasai sensasi.Selagi bibir Harvey memainkan bibirnya, Ravena merasakan telap
“Mencoba semua posisi dan gerakan tentu saja.” Ravena meninju dada Harvey dengan lembut, merutuki isi kepala suaminya.“Kau ini.”***Ravena terbangun seorang diri, lalu dia mendengar suara bunyi air pancuran dari arah kamar mandi dan segera tahu kalau suaminya sedang mandi. Dirinya berguling telentang dan menatap langit-langit, kepalanya masih dipenuhi kejadian semalam. Percintaan panas yang terjadi antara dirinya dan juga Harvey sebagai sepasang suami istri baru.Tak lama kemudian, pria itu muncul dari balik pintu kamar mandi lengkap dengan sebuah handuk putih yang melingkari pinggulnya dan satu lagi di atas kepala untuk mengeringkan rambutnya.“Kau sudah bangun?”“Baru saja.”“Apa kau merasa ada yang tidak nyaman dengan tubuhmu?” Harvey melangkah mendekatinya lalu berdiri di samping ranjang, menatap Ravena yang masih berada dalam gulungan selimut tebal.