Tok..tok..tok..
[terdengar suara ketukan dari depan pintu kamar Giandra.]
Giandra yang baru saja menyelesaikan bacaan Al Qur’an, berdiri lalu melipat mukena yang di pakainya.
Ia berjalan ke arah suara ketukan pintu dan membuka pintu tersebut. Dilihatnya ada bibi Mossi disana.
“Non, sarapan sudah siap di meja makan ya non”
“Oh ya bi Mossi terima kasih yaa. Bentar lagi Dian ke ruang makan.”
“Baik non, bibi kembali kerja.”
“Em.”
Bibi Mossi kembali ke ruang kerja nya sedangkan Giandra mengambil perlengkapan mandi. Namun langkahnya terhenti di depan pintu kamar mandi karena suara dering telfon masuk dari handphone miliknya. Bergegas ia mengambil handphone nya dan menjawab panggilan itu.
“Pagi nona cantik, apakah nona cantik ku sudah sarapan pagi? Lalu apakah kegiatan di hari pertama berada di kota Muara Baya?”
“Hahahahahaahaha,,,,”
-Satu setengah jam kemudian- Desparto dan Adzana telah menunggu di ruang tamu, mereka menunggu ayahnya yang sedang mengambil karung di gudang. Beberapa menit kemudian Pak Lilik datang dengan tas gendong berisi beberapa karung. Adzana dan Desparto mengikuti Pak Lilik menuju mobil pick up. Tiba-tiba adek Desparto mengagetkan Adzana. “Kak Adzana, adek berangkat sekolah dulu yaaa..” “Aaaaa… iya dek hati-hati.” Adzana melambaikan tangan ke Lela yang sudah siap berangkat ke sekolah menggunakan ojek. Lela membalas lambaian tangan Adzana. “Na, ayo kamu naik mobil dulu. Kamu duduk tengah.” “Iya.” Pak Lilik yang mengemudikan mobil pick up sedangkan Desparto duduk di sebelah Adzana. Pak Lilik mulai menyalakan mobilnya, memundurkan mobil serta mengubah posisi mobil pick up agar lebih mudah keluar dari garasi rumah. Setelah posisi mobil benar, Pak Lilik melihat situasi apakah jalan cukup aman untuk mengeluarkan mobil. Setelah itu, mobil pick up melaju dengan kecep
Pak Lilik, Adzana dan Desparto telah sampai di kebun jengkol. Pak Lilik turun dari mobil pick up disusul oleh Desparto dan Adzana. Kemudian Pak Lilik mengambil keranjang yang ada di belakang bangku penumpang. Saat Adzana menyentuh salah satu keranjang jengkol, Desparto melarang Adzana untuk membantunya."Na, kamu langsung ikuti ayah aku aja. Keranjang-keranjang ini biar aku dan ayah aku saja yang bawa ""Iya deh, Des."Adzana pun mengikuti saran Desparto. Sesampainya di pohon jengkol yang akan dipanen. Adzana masih penasaran tentang kebun jengkol yang ia datangi."Om, kebun jengkol ini milik siapa?" tanya Adzana."Kebun jengkol ini milik kakek Desparto dari emaknya.""OOO, begitu rupanya.""Karena emak Desparto adalah anak tunggal, beliaulah yang mewarisi kebun jengkol ini.""Ayah, tadi selama perjalanan ke kebun Desparto melihat ayah senyum-senyum?Sedang memikirkan apa sih yah?"sambung Desparto."Saat ayah melihat kalian bergurau di mobil tadi, ayah t
"Adzana pamit ya om, tante, Lela.""Jangan lupa berdoa ya Nduk dan hati-hati di jalan."pesan ayah DESPARTO kepada Lela." Iya om, pasti"Tiba-tiba Lela mendekati Adzana lalu menggenggam tangan Adzana dengan erat serta menatap mata Adzana dengan tajiam mengisyaratkan bahwa Lela tak ingin Adzana kembali ke rumahnya."Kak Adzana, jangan pulang donk. Menetap di sini saja." pinta Lela dengan memelas."Kakak harus pulang adek. Hari cuti kakak sudah habis dan kakak harus kembali bekerja. Kalau kakak gak kerja nanti yanwg membayar k Lela."gakjwsayang, kak Adzana benar. Kalau karyawan hari cuti telah habis memang harus kembali bekerja. Nanti kalau gakj kembali untuk bekerja Kak Adzana bisa dipecat."Lela terdiam namun ia paham penjelasan dari ibunya. Adzana membalikkan tubuhnya dan tangannya meraih koper yang berada di sisi kanan. Diteriknya di koper miliknya berwarna merah mieuda. Berjalan mendekati petugas tiket pesawat.Setelah berjalan masuk melewati petugas tike
Di caffe "Daun" semua pegawai apotek datang dalam pertemuan perpisahan anak magang. Semua orang yang berada di caffe itu bercanda gurau tak terkecuali Giandra dan Adzana."Kak Adzana." "Iya dek. Ada apa?""Apakah saya boleh mengirimkan pesan ke kak Adzana untuk bertanya lowongan pekerjaan di apotek kak?""Iya tentu saya boleh donk.""Terima kasih kak Adzana.""Iya sama-sama dek."Makan bersama sebagai tanda perpisahan anak-anak magang telah usai. Kemudian semua pegawai dan anak-anak magang kembali ke bus pariwisata untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. "Oke gaes, tolong cek teman sebelah kalian apakah sudah duduk disamping kalian."pinta Dian kepada seluruh penumpang bus pariwisata tersebut."Sudah komplit." Serentak semua menjawab pertanyaan dari Giandra."Pak sopir mari kita berangkat sekarang."perintah Dian kepada pak sopir bus pariwisata."Oke mba dian." balas pak sopir.Bus pariwisata 'Gajah Munkur' melaju dengan kecepatan sedang menuju o
"Bagaimana keadaan Dian sekarang Na?" tanya Desparto kepada Adzana yang baru saja datang dari kampung halamannya."Dian masih belum siuman Des." jawab Adzana sambil menyeka air matanya yang menetes.Desparto lalu memeluk Adzana serta menguatkan mental Adzana. Lalu Desparto mengajak Adzana ke kantin rumah sakit untuk mengisi perutnya yang sejak pagi belum terisi makanan namun ditolak oleh Adzana karena Adzana merasa sedih dan tidak bisa menikmati makanan apapun.Karena ajakan makan ditolak oleh Adzana, Desparto berinisiatif menelfon Siwon untuk membelikan makanan favorit Adzana. Ya, makanan khas Korea Selatan."Siwon, kalo kamu gak sibuk. Saat akan ke rumah sakit untuk menjenguk Dian tolong belikan makanan kesukaan Adzana ya.""Oke Des, nanti aku mampir ke restoran langganan Adzana.""Makasih ya Won.""Sama-sama Des."Desparto menutup panggilan telefon dengan Siwon.
[PENYEBAB MENINGGALNYA SEORANG MAHASISWI DI KOS MELATI SEJATI ENAM BULAN YANG LALU KINI TERUNGKAP]Tagline berita dari media cetak yang beredar di masyarakat di pagi yang mendung. Tagline berita ini menggegerkan seluruh negeri pasalnya ada melibatkan pemimpin negara sebagai dalangnya."Berita macam apa ini?" tanya pak presiden kepada ajudan nya."Saya juga kurang paham pak.""Melibatkan pemimpin negara?Presiden gitu maksud dari berita ini?""Bisa jadi pak?""Apa maksudmu bisa jadi? Pemimpin negara saat ini adalah saya. Jadi maksud kamu saya terlibat dalam kasus pembunuhan seperti yang diungkap penulis berita di koran ini?" kata pak presiden sambil melemparkan koran yang dibacanya ke arah ajudan yang duduk di sebelah kiri dirinya dan melukai pelipis ajudan tersebut."Keluar.""Maa..aaaaf pak maksud saya bukan begitu.""Keluar kamu dari ruangan saya. Tolak semua panggilan telepon serta wawancara dari semua reporter.""Baaa...iiikk." jawab ajudan pak p
"Dian, pakaian milikmu hanya ini saja kan?" tanya Adzana memastikan tidak ada pakaian GIANDRA yang tertinggal di kamar sunah sakit."Sepertinya itu saja. Eh tapi kamu kan yang membawa pakaian-pakaian ku kemari, kenapa masih bertanya itu milik ku atau bukan?" balas Giandra bingung."Hehehe, aku hanya memastikan tidak ada yang tertinggal di kamar ini sayang." ucap Adzana membela diri.Suara handphone milik Giandra berdering. "Na, ambilkan handphone ku di tas kecil ku." pinta Giandra kepada Adzana yang masih membereskan pakaian-pakaian Giandra."Iya Di." balas Adzana.Adzana menghentikan aktivitasnya lalu membantu Giandra mengambilkan handphone miliknya kemudia memberikan kepada Giandra."Hallo, ya Des ada apa?""Oh, ya Dian. Aku dan Siwon sudah sampai di parkiran mobil. Kamu dan Adzana tunggu kami di kamar ya." pesan Desparto."Iya Des, makasih ya."Giandra dan Desparto menghentikan obrolan mereka."Siapa Di yang menelfon?""Desaparto,
"Dian, ayo bangun Di." kata Adzana memanggil Giandra yang masih terlelap tidur sambil merias wajahnya. Lalu telfon Adzana berdering., Adzana menghentikan aktivitasnya lalu menerima telfon tersebut."Hallo.""Hallo non Adzana.""Iya dengan saya sendiri, maaf anda siapa ya?""Begini non, bini menemukan botol obat non Dian di meja makan.""Obat apa bi?"tanya Adzana penasaran."Obat magh non Dian."Mendengar pesan dari bibi, Adzana merasa ada yang tidak beres dengan kondisi sahabatnya."Terima kasih untuk informasinya ya, nanti saya telfon lagi."Dengan raut wajah cemas, Adzana segera menghampiri tubuh Giandra. Ia mendekati Giandra yang masih tertidur lelap di kasur. Perlahan Adzana menyentuh telapak tangan Giandra. Tangan Giandra terasa dingin, lalu dia mencari denyut nadi Giandra. Betapa kagetnya Adzana mengetahui bahwa tubuh Giandra tak lagi berdenyut. Namun Adzana tidak memercayai begitu saja, ia menempelkan telinganya di dekat hidung Gi