"Ayo katakan! siapa yang sudah membuat kamu hamil seperti ini?!" seru bu Raya, dengan sangat geram, begitu mereka telah sampai di rumah.Sekar yang menyaksikan itu segera masuk, untuk ke kamar Tania, karena takut gadis kecil itu sudah bangun.Sedangkan Niko duduk di sofa ruang tengah itu, menyaksikan Mamanya menginterogasi Sisil.Sisil menangis ketakutan, saat bu Raya mencecar nya dengan berbagai pertanyaan, sambil sesekali mendongakkan wajahnya kasar."Sebaiknya segera katakan saja, sebelum kami benar-benar mengusir mu dari sini!" geram bu Raya lagi."Sebenarnya anak ini, adalah anak Mas Denis, anak Nyonya sendiri!!" seru Sisil, saat bu Raya hendak menarik tangannya untuk keluar dari rumah, karena terus saja diam dan tak menyahut.Niko yang mendengar itu, begitu terkejut dengan pengakuan Sisil barusan.Bu Raya seketika menghentikan langkahnya, dan menatap Sisil nanar."Apa katamu barusan?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menahan emosi yang tiba-tiba semakin memuncak di kepalanya
"Wah, iya ya..ini sih bocornya parah banget, harus panggil tukang besok." ujar Niko, setelah memeriksa kamar Sekar yang bocor.Sekar berdiri di ambang pintu, tak ikut masuk ke dalam. "Iya Mas, saya gak tahu tadi, waktu balik dari kamar Non Tania, kasurnya sudah basah." jawab Sekar, tampak mengucek matanya karena mengantuk.Niko jadi merasa iba, melihat gadis belia itu, sudah terlihat sangat mengantuk, di liriknya jam yang ada di dinding kamar Sekar, sudah menunjukkan pukul setengah satu malam."Ya sudah, kamu tidur di kamar aku saja malam ini, aku mau tidur di kamar Tania." ucapnya."Jangan Mas, gak enak, masa saya tidur di kamar Mas Niko, nanti malah pada salah paham lagi." tolak nya, merasa tak enak."Udah, lagian aku juga gak bakalan apa-apain anak kecil kayak kamu!" ujar pemuda itu, menyuruhnya untuk segera tidur ke kamarnya.Sekar mencebik, karena masih selalu di katain anak kecil, oleh majikannya itu."Ya sudah, tapi saya mau gosok gigi dulu Mas." ucap Sekar, akhirnya."Ya sud
"Sekar, kamu ikut Niko ya, anterin Tania kontrol." ujar bu Raya, menghampiri Sekar.Sekar kemudian melirik ke arah Niko dan langsung menunduk."Tapi saya sedang tidak enak badan, Nyonya." jawab gadis yang memiliki wajah begitu manis dan cantik itu, menolak secara halus.."Loh, kamu sakit?" bu Raya segera meraba dahi Sekar dengan khawatir.Wajahnya tampak sedikit panik, karena tak biasanya Sekar berkata sedang sakit."Gak panas, atau gini aja, Niko! nanti kamu sekalian periksakan Sekar ya, Mama takut terjadi apa-apa padanya." ucap bu Raya, kepada putranya."Iya Ma," jawab Niko, kemudian segera menggendong putrinya untuk dia bawa ke mobil."Ya sudah, kamu ikut saja ya, biar sekalian periksa." perintah bu Raya lagi, seakan tak mau di bantah.Mau tak mau, Sekar akhirnya mengikuti langkah lelaki yang tadi hampir saja menjamah tubuhnya itu, dengan terpaksa. Sekar memilih duduk di bangku belakang, tanpa banyak bicara seperti biasanya.Niko juga membiarkan saja, apalagi saat di lihatnya, wa
"Mbak Novi, sebaiknya kita periksa kamar Oma, kok sepertinya ada yang aneh dengan kejadian hari ini." ujar Sisil, mencoba mempengaruhi Novi."Aneh gimana maksud kamu?" tanya wanita berwajah manis, dengan kulit eksotis nya itu, tak mengerti."Ya aneh aja gitu, selama ini kan Oma belum pernah jatuh kan? tapi kenapa hari ini bisa jatuh?" ujar Sisil lagi.Novi tampak mengerutkan dahinya, membenarkan ucapan wanita di depannya itu."Ya sudah, ayo kita lihat." ucap Novi, yang kini telah mulai terpengaruh. Mereka berdua kemudian pergi memeriksa kamar Oma. "Mbak! coba lihat, laci ini kenapa setengah terbuka ya?" seru Sisil, menunjuk laci tempat penyimpanan benda berharga milik Oma."Hah, kok iya sih?!" Novi segera memeriksa laci itu."Tapi kira-kira ada yang hilang tidak ya? yang tahu isi laci ini cuma Oma, dan Nyonya saja." ucap Novi, kemudian segera menutup kembali laci itu."Kalau begitu, kita tunggu Nyonya saja, untuk memastikan ada barang yang hilang, atau tidak." ucap Novi, tak berani
"Maaf Sekar, untuk sementara ini, sampai kamu benar-benar terbukti tidak bersalah, sebaiknya kamu pulang saja ke kampung." ucap Novi malam itu, setelah menerima perintah langsung dari bu Raya, yang sampai saat ini masih tak mau sama sekali, menemui Sekar.Sekar hanya dapat menundukkan kepalanya, dan menghela nafasnya dalam diam.Sisil yang tengah berdiri di depan pintu, tampak tersenyum menyeringai, penuh kemenangan. "Iya Mbak, tidak apa-apa. Walaupun sebenarnya saya tidak bersalah, tapi saya maklum kok.Harapan saya hanya satu untuk sekarang ini, semoga pelaku yang sebenarnya bisa segera di tangkap. Saya sungguh tidak rela, karena sudah di fitnah dengan keji seperti ini Mbak." ucap Sekar, dengan mata yang berkaca-kaca. "Iya Sekar, kamu tenang saja, Gusti Allah itu tidak tidur, biar saja dia sekarang bersorak kegirangan merasa menang, tapi Mbak yakin suatu hari nanti, kebenaran pasti akan terungkap." ucap Novi, melirik ke arah Sisil, yang terlihat kesal, mendengar pembicaraan mereka
"Ma, seharusnya Mama jangan larang-larang Sisil terus dong, buat keluar rumah." tiba-tiba Denis menghampiri Mamanya yang tengah duduk di teras belakang, sambil memeriksa berkas laporan beberapa resto miliknya.Bu Raya tak menggubris ucapan putra bungsunya itu."Sisil keluar juga bukan untuk keluyuran Ma, dia cuma ingin beli makanan karena lagi ngidam.." rajuk pemuda itu tampak kesal, karena terus di cuekin oleh Mamanya.Bu Raya tetap tak bergeming dari pekerjaannya, tak menoleh sedikitpun ke arah putranya itu."Aku tahu Mama masih marah dengan ku, tapi jangan terus-terusan begini dong Ma. Jika memang Mama sudah tidak mengharapkan kehadiran Denis di rumah ini, Denis bersedia kok, tinggalkan rumah ini." ucap pemuda yang baru berusia 21 tahun itu, tampak kesal.Bu Raya yang memang masih marah dan kecewa pada putra bungsunya itu, beranjak pergi dari situ, sambil membawa kertas-kertas pekerjaannya meninggalkan Denis sendiri. Pemuda yang memiliki wajah cukup tampan itu, menghela nafasnya
"Yang kamu maksud Nenek lampir itu siapa lo?" tanya bu Mely, pada putrinya kepo.Sisil berdecak kesal, sembari memanyunkan bibirnya."Siapa lagi Bu, ya Mamanya Mas Denis itu!" jawab Sisil kesal."Ya ampun, memangnya kenapa dia!? kok sampe kamu julukin mak lampir..?" tanya wanita paruh baya itu, merasa penasaran."Galak, sadis, nyebelin...paket lengkap pokoknya." Sisil kemudian menarik lengan ibunya itu, menuju ruang tamu."Masa sih dia begitu, sama putri ibu yang cantik ini?" tanya bu Mely, mengerutkan dahinya."Hhhh, pokoknya ngeselin! kalau bukan karena kaya aja, aku mana mau jadi mantunya!" jawab Sisil, menghempaskan tubuhnya ke sofa begitu saja."Aww aduhh...!" Sisil meringis, dan memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa sakit."Aduh, kamu kenapa Nak? Lagian udah tahu lagi hamil muda kayak gini, kok duduknya sembarangan!" bu Mely segera menghampiri putrinya, dan mengelus perutnya yang masih belum terlihat buncit itu."Lupa Bu.." jawab Sisil, meringis, menahan sakit."Ya sudah, sek
"Oma sudah sadar Mah!" Niko segera menghubungi Mamanya, saat melihat Omanya sudah tersadar dari komanya. Mendengar berita itu dari putranya yang kini sedang berada di rumah sakit, Bu Raya tampak begitu antusias, dan segera mematikan telepon, untuk langsung menuju rumah sakit. "Ada apa Nyonya? kok terburu-buru begitu?" tanya Novi, yang berpapasan dengan majikannya itu, di pintu ruang tengah. "Oma Nov! Oma sudah sadar, dan sekarang aku mau ke rumah sakit dulu, untuk melihatnya!" seru bu Raya, senang.Novi juga tampak begitu bahagia mendengar kabar itu.Sisil yang tak sengaja juga mendengar berita itu, seketika pucat pasi ketakutan."Aduh, kalau Oma ternyata masih ingat dengan kejadian itu, bagaimana ya?" gumamnya, panik."Kenapa tidak mati saja sih, Nenek tua itu.." gerutunya lagi, kesal.Sisil segera memasuki kamarnya dengan wajah yang terlihat begitu cemas. Dia begitu takut, kalau sampai Oma masih mengenalinya, bagaimana? "Kamu kenapa sih Sayang?" Denis tampak heran, melihat istr