Seperti yang sudah Elviola katakan sebelumnya, hari ini sekolahnya mengadakan pemeriksaan kesehatan di rumah sakit terdekat. Anak-anak mulai memasuki gedung serba putih itu dengan perasaan yang bermacam-macam, ada yang merengek dan menangis karena takut ada pula yang pura-pura terlihat berani seperti Vio dan kedua temannya, Arsya Mahesa atau yang sering di panggil Esa dan juga Dion.
Dion, Vio dan Esa ketiganya berpegangan tangan dengan wajah yang sangat jelas terlihat tidak tenang tapi mulut mereka kompak dan sama-sama mengatakan kalau mereka tidak takut untuk diperiksa bahkan disuntik sekalipun. Tapi siapapun yang melihat mereka pasti tahu jika ketiganya tengah berpura-pura terlihat kuat. Namun entah kenapa hal tersebut justru membuat orang-orang menganggap betapa menggemaskan nya mereka.
Pegangan tangan mereka bertiga semakin mengerat ketika memasuki ruangan pemeriksaan yang didalamnya sudah ada seorang dokter dan perawat yang sudah siap untuk melakukan pemeriksaan. Senyuman hangat dan bersahabat diberikan oleh dokter berserta perawatnya untuk menyambut kedatangan anak-anak tersebut. Tapi respon Vio dan kedua temannya justru sebaliknya, mereka bertiga menampakkan ekspresi wajah yang keruh terutama Dion yang sudah menelan ludahnya berulang kali.
"Selamat siang anak-anak, dan selamat datang di tempat terbaik milik negeri ini. Perkenalkan saya adalah dokter Arga tapi kalian bisa memanggil dokter dengan sebutan kakak," ucap Arga memperkenalkan diri. "Hari ini kita akan melakukan banyak hal menyenangkan." kembali, sebuah senyuman hangat Arga tunjukkan kepada anak-anak tersebut.
"Dokter tampan, tapi masih lebih tampan daddy." celetuk Vio, lalu menutup mulutnya begitu sadar banyak mata yang langsung menatapnya spontan.
Arga hanya tersenyum, meski sebenarnya merasa gemas karena secara tidak langsung dia baru saja di bandingkan dengan seorang pria yang sudah memiliki anak.
"Dokter bohong. Tidak ada apapun yang menyenangkan dengan rumah sakit." kali ini giliran Dion yang berbicara, si bocah laki-laki bongsor yang begitu penakut dan berbanding terbalik dengan ukuran tubuhnya.
Dan tangan Vio secara refleks sukses mendarat dengan sempurna di dahinya Dion.
"Yak Dion. diamlah! Kau menakuti teman-teman yang lain." Vio memarahi Dion seolah-olah Dion memang menakuti yang lain, padahal mungkin yang takut adalah dirinya sendiri. Tapi Vio tetaplah Vio, mana mau dia terlihat penakut dihadapan yang lain.
"Aishh Vio, aku kan bicara yang sebenarnya." bela Dion tidak terima karena dahinya baru saja menjadi korban kekerasan sahabat perempuannya yang memang sedikit bar-bar.
"Anak yang lain atau kamu Vio yang ketakutan?" ledek Esa dengan senyuman mengejek. Esa memang yang paling peka.
"Sudah-sudah, kalian bertiga hentikan, dr. Arga sedang menatap kalian." seorang guru yang mendampingi mereka mencoba melerai perdebatan tidak penting mereka bertiga. "Maafkan mereka dok, anak-anak ini memang selalu membuat keributan dimana pun mereka berada." jelas sang guru yang merasa tidak enak dengan ulah Elviola dan teman-temannya.
"Tidak apa-apa. Mereka hanya anak-anak dan aku sendiri sudah terbiasa dengan hal seperti ini." jawab Arga disertai senyuman ramah. Sementara Vio justru mengacungkan ibu jari tangannya sebagai tanda bahwa dia sangat menyukai kalimat yang dikatakan oleh Arga.
Setelah keributan itu, Arga mulai mempersiapkan alat-alat yang akan dia gunakan untuk melakukan pemeriksaan. Dion dan Vio mengikuti arah pandangan Esa yang terlihat fokus. Dan seketika mereka langsung terdiam ketika melihat Subin sudah memegang jarum suntik dan bersiap melakukan pemeriksaan.
Dion menelan ludahnya kasar begitu sang guru mulai membacakan absen satu persatu teman-temannya. Diantara Vio dan Esa, dirinya memang yang akan pertama melakukan pemeriksaan. Sedangkan kedua sahabatnya itu menjadi team hore untuk dirinya.
Satu jam berlalu, semua siswa selesai melakukan pemeriksaan termasuk Esa dan Dion. Kini giliran Vio, satu-satunya siswa yang tersisa. Kenapa Vio bisa menjadi yang terakhir? karena saat tiba gilirannya dia pergi ke toilet dengan sangat lama.
"Oke anak manis, mari kita mulai. Sekarang giliran mu dan sudah tidak ada lagi alasan untuk pergi kemanapun terutama ke toilet." Arga tersenyum tapi tersirat nada peringatan didalamnya.
"Vio tidak manis dok, tapi Vio cantik." Elviola mempoutkan bibirnya, kebiasaan dia ketika sedang kesal.
Arga tersenyum, lalu dia mulai melakukan pemeriksaan kepada anak itu. Secara tidak sadar Arga memperhatikan wajah Elviola dari dekat. Arga sedikit tertegun karena wajah Vio mengingatkannya pada seseorang, selain itu sebelumnya dia merasa tidak asing dengan kalimat yang diucapkan Vio tadi.
"Dulu ... kak Erina sering sekali mengatakan kalimat itu." batin Arga.
"Baiklah anak cantik, sudah selesai. Vio bisa pulang sekarang."
"Terima kasih, dokter." Vio turun dari tempat tidur dan mulai berjalan keluar.
"Vio, jangan terlalu banyak makan jelly." teriak Arga sebelum anak itu benar benar keluar.
Vio hanya tersenyum manis dan menutup pintu dari luar.
✿✿✿✿✿
Setelah selesai pemeriksaan anak-anak sekolah, Arga bergegas untuk menemui kakaknya. Namun atensinya teralihkan ketika dia melihat seorang anak yang dia kenal sedang duduk sendiri di koridor rumah sakit.
"Vio, kenapa masih disini?" Elviola terkejut karena tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.
"Vio sedang menunggu daddy dok. Daddy masih di jalan, katanya terjebak macet." jawab Vio dengan senyuman lembut.
"Vio tidak takut menunggu sendirian?" tanya Arga sambil memperhatikan raut wajah anak itu.
Elviola menggeleng cepat. "Tidak, Vio sudah terbiasa. Daddy sangat sibuk karena pekerjaannya banyak."
"Lalu bagaimana dengan mommy? Kenapa tidak minta di jemput oleh mommy saja?" Arga membawa dirinya untuk duduk di samping Vio.
"Mommy tidak ada, dia sedang berada di tempat yang jauh dari Pyo."
Arga mengangguk mengerti.
"Kalau begitu, Vio mau ikut dengan dokter? Dokter akan pergi memeriksa seorang kakak yang sangat cantik. Vio bisa ikut supaya tidak bosan saat menunggu daddy datang." tawar Arga.
Vio tampak berpikir dan mempertimbangkan ajakan Arga seperti orang dewasa. "Apa boleh?" tanyanya ragu.
"Tentu saja." jawab Arga yakin. "Kakak pasti senang ada yang mengunjunginya, terlebih dia juga sangat menyukai anak-anak."
Karena tidak tega melihat Vio yang duduk sendiri akhirnya dia memutuskan untuk mengajak anak itu untuk bertemu kakak iparnya. Beruntung Vio juga mau.
Arga mendorong salah satu pintu kamar dan menuntun Vio masuk kedalam. Namun seketika arah pandangan Vio terkunci pada sesosok perempuan yang tengah tertidur di ranjang dengan nyenyak.
"Apa kakak dokter sedang tidur? Kenapa banyak sekali peralatan yang dipasang. Itu terlihat tidak nyaman dan menyakitkan." bisik Vio yang entah kenapa merasa kasihan pada orang yang dia lihat belum genap satu menit lamanya itu.
Arga tersenyum menanggapi pertanyaan Vio dan berjongkok untuk mengusap kepala anak itu.
"Iya dia sedang tidur sayang, lihatlah tidurnya bahkan terlihat sangat nyenyak. Tapi dokter ingin kakak ini segera bangun, dia sudah terlalu lama tidur. 2 tahun sudah lebih dari cukup seharusnya." Arga tersenyum getir.
Vio terdiam, mencoba mencerna apa yang dikatakan Arga. Bagi anak usia 8 tahun, ini sama sekali tidak masuk diakal. Vio hanya tahu tidur itu hanya semalam dan besok paginya akan bangun.
Asik dengan pikirannya, tiba-tiba suara dering telepon membuyarkan lamunan Vio. Ternyata daddy nya yang menelpon dan sudah menunggu di parkiran rumah sakit. Vio tanpa berpikir ulang langsung meminta ijin untuk pamit pulang kepada Arga, namun sebelum keluar dia menyempatkan diri untuk mendekati ranjang tersebut dan menatap sosok perempuan yang terlihat cantik di mata Vio.
"Tante sangat cantik." ucap Elviola sambil melirik sekilas kearah Arga. "Tante harus cepat bangun. Vio akan kembali lagi kesini dan menceritakan pada tante hal-hal yang menyenangkan selama 2 tahun tante tidur." bocah perempuan berumur delapan tahun itupun tersenyum manis. "Boleh kan dok kalau Vio kembali mengunjungi tante ini?" tunjuk Vio kepada Erina seraya meminta ijin kepada Arga.
Arga diam dan tertegun, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan anak yang ada dihadapannya ini. Kata-kata Vio yang mengatakan jika dirinya akan kembali dan menceritakan hal apa saja yang sudah Erina lewatkan membuatnya terharu.
"Tentu saja boleh." jawab Arga dengan senyuman tulus.
Wajah Elviola berubah cerah, dirinya senang mendapat ijin dari Arga. "Kalau begitu Vio pulang dulu ya dok. Besok Vio akan datang lagi." Vio pun segera berjalan keluar pintu saat mendapat anggukan setuju dari Arga.
Arga masih berdiri di tempatnya dan menatap kepergian Viola dengan sendu. Kemudian pandangannya beralih kepada Erina yang masih setia tertidur dengan tenang.
"Kakak bangunlah, bukankah kau ingin bertemu dengan anakmu? Anakmu mungkin sekarang sudah sebesar Viola. Kau pasti sangat merindukannya kan kak? Kakak harus menemukan anak kakak sendiri." ucap Arga lemah.
*
**- T B C -
With Love : Nhana
Selama perjalanan pulang dari rumah sakit Vio lebih banyak diam. Biasanya dia akan menceritakan semua hal yang terjadi seharian penuh pada daddy nya. Tapi kali ini otak kecilnya terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, bayang-bayang perempuan yang dia temui di rumah sakit terus berputar di kepalanya. Entah kenapa Vio merasa sangat sedih dan simpati kepada orang itu padahal dia tidak kenal sama sekali, bahkan namanya pun dia tidak tahu."Vio lupa menanyakan nama tante itu." Elviola menghela nafas panjang dan untuk satu alasan yang tidak diketahui dia tiba-tiba merasa sedih.Phillip yang sejak tadi memperhatikan tingkah anaknya tentu saja menyadari bahwa ada yang salah dengan anaknya itu. Vio tidak biasanya diam dan melamun saat bersamanya kecuali jika anak itu sedang merajuk
Phillip terlihat sangat sibuk dengan tumpukan berkas di meja kantornya. Sudah dua hari Wei cuti kerja karena alasan pribadi yang tidak Phillip ketahui. Jadi sekarang dia benar-benar harus meng-handle semuanya seorang diri.Sebenarnya Phillip tidak ingin mengijinkan sekretarisnya itu untuk cuti, tapi mengingat Wei selama ini selalu bekerja keras untuk perusahaannya, mau tidak mau Phillip memberinya ijin terlebih Wei meminta sambil memohon seperti ada keadaan yang mendesak tapi dia tidak memberitahu alasannya.Wei tidak pergi begitu saja, sebagai seorang yang profesional dan mengerti jika atasannya sangat sibuk dan membutuhkan bantuan orang lain, Wei menyiapkan orang pengganti untuk membantu Phillip, tapi Phillip hanya memanggil orang tersebut sesekali
Setelah beberapa hari lembur, hari ini akhirnya Phillip memutuskan untuk sengaja pulang lebih awal dari kantor. Sejak beberapa hari lalu dirinya memang terlalu banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan, dan sekarang dia sangat merindukan putrinya. Setiap kali Phillip pulang, Viola pasti sudah tidur dan mereka hanya bisa bertemu ketika sarapan. Untuk itu, Phillip merasa sangat bersalah dan ingin menebus semua waktu yang dia lewatkan dengan pulang lebih cepat dari biasanya.Kata 'beberapa hari' mungkin terdengar sangat sebentar bagi sebagian orang, namun nyatanya hal itu berpengaruh banyak untuk hubungan ayah dan anak seperti Phillip dan Viola. Viola berubah, dia menjadi lebih pendiam dan sudah tidak rusuh seperti sebelumnya, dia sekarang lebih tenang dan jarang meminta bantuan ataupun merepotkan daddy nya.
"Kak ... Kak Phillip."Kalimat yang terdengar begitu lemah dan lirih namun cukup jelas. Satu nama terucap dari bibir yang sudah terkatup rapat selama dua tahun terakhir. Matanya mengerjap untuk beberapa saat sampai akhirnya si pemilik suara kembali menutup mata.✿✿✿✿✿Phillip menatap sendu tubuh putrinya yang sudah tertidur pulas. Dia duduk di samping ranjang dan membenarkan letak selimut yang menutupi sebagian tubuh Viola. Dengan lembut dan hati-hati, Phillip mengusap wajah Viola penuh perasaan hingga tanpa terasa ada setetes air mata yang jatuh dari sudut matanya. Phillip menyayangi Elviola, teramat sayang.
FlashbackSejak pertemuannya dengan Shinta, Erina semakin memikirkan perihal keadaan putrinya. Semakin hari semakin terasa jika dirinya benar-benar sangat merindukan Viola. Keinginannya untuk bertemu sang anak bukan lagi hanya sebatas angan atau khayalan tapi sudah menjadi prioritas yang setiap hari membuatnya tidak bisa hanya menunggu dan berdiam diri. Karena memang tujuannya pulang untuk menemui putrinya, Elviola atau yang kini menyandang marga Han dibelakangnya menjadi Elviola Han.Erina mencoba mencari tahu apapun tentang putrinya sebisa mungkin. Dan beruntung pencariannya membuahkan hasil, sehingga kini dia tahu dimana putrinya itu tinggal dan sekolah.Hampir setiap hari Erina menguntit Viola. Entah itu di sekolah, tempat les, tempat bermain dan bahkan sampai ke kediaman
"Dad, hari ini Vio boleh ke rumah sakit ya?" tanya Viola saat mendudukkan dirinya dengan nyaman di meja makan dan menatap ayahnya dengan tatapan memohon.Sudah beberapa hari ini Viola memang tidak pergi ke rumah sakit karena sedang ujian sekolah. Dan hari ini adalah hari terakhir ujian. Oleh karena itu dia berani meminta ijin pada daddy nya.Phillip mengangguk sekilas. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu sore. Vio juga harus istirahat, daddy gak mau Vio sakit," ucap Phillip lembut. Sebenarnya Phillip tidak ingin memberi Viola ijin ke rumah sakit lagi karena bagaimanapun dia belum tahu siapa orang yang sering di kunjungi anaknya itu.Tentu saja karena dia k
CeklekSuara pintu terbuka dari luar menampakan Arga dan juga Phillip yang berjalan mengikutinya dari belakang."Vio, coba lihat siapa yang datang?" ucap Arga dengan senyuman seraya memanggil Viola yang sedang duduk di samping Erina.Viola yang mendengar panggilan Arga pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dan matanya melebar terkejut lucu melihat siapa yang datang. "Ahh daddy?" Viola langsung turun dari kursinya dan berlari pelan menuju Phillip.Phillip tersenyum melihat reaksi putrinya itu kemudian dia berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut Viola dalam peluka
Flashback"Na, kamu sibuk gak hari ini?" ucap Shinta yang baru saja masuk ke lab dan bergabung dengan Erina."Kenapa?" tanya Erina tanpa mengalihkan fokusnya kepada lawan bicara.Shinta menggeser sebuah kursi dan mendudukkan dirinya dengan nyaman di hadapan Erina."Kau harus menjawab terlebih dahulu, sibuk atau tidak?" Shinta sekali lagi mengulang pertanyaannya.Erina mendengus pelan. "Entahlah, ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan. Tapi tidak begitu mendesak," jawab Erina sambil membereskan alat-alat