Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.
“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.
“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.
Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.
“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.
“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang pendekar sambil melihat perempuan tersebut agak curiga.
Perempuan tersebut berhenti melihat pakaiannya dan menatap pendekar di depannya. “Ziu. Panggil aku Ziu. Kau?”
“Kau beruntung bisa bertemu denganku. Namaku Pangeran Vajra. Aku adalah seorang…”
Belum selesai pendekar bernama Pangeran Vajra menyelesaikan perkatannya, salah satu bandit bangkit sambil bersiap untuk menyerang. Ternyata bandit itu pura-pura pingsan agar bisa menyerang secara diam-diam. Ketika sang pendekar membelakanginya, dia berlari maju sambil mengeluarkan sebuah tinju yang diselimuti tenaga dalam.
Ziu, yang baru saja memperkenalkan dirinya kepada Pangeran Vajra, mengetahui serangan bandit tersebut. Dia mendorong Pangeran Vajra ke samping agar tidak terluka. Namun naas, pukulan bandit tersebut malah mengarah kepada Ziu dan mengenai bagian dadanya dengan telak.
Pangeran Vajra yang ingin membela diri melihat bandit itu berdiri terdiam. Ada pedang yang menembus dadanya. Rupanya pedang itu milik pengawal sang pendekar. Dia melemparnya untuk menghalangi serangan bandit tersebut, tapi gagal. Terdapat pasukan yang menyusul di belakangnya. Pasukan itu meringkus bandait-bandit yang sudah terkapar di tanah.
“Pangeran!” panggil pengawal tersebut. Dia berlari mendekati pendekar berbaju hitam. “Anda tidak apa-apa?”
“Aku tidak apa-apa. Segera periksa gadis itu,” ujarnya sambil menunjuk perempuan yang sudah menyelamatkannya tadi.
Pengawal itu memeriksa perempuan yang menyelamatkan tuannya. “Dia masih hidup. Cuma pingsan, Pangeran.”
“Kalau begitu kita kembali. Bawa bandit-bandit tadi, sekaligus perempuan itu. sekaligus segera periksa dan obati. Dia terkena pukulan dari seorang pendekar. Pasti akan berdampak pada tubuhnya. Dia tidak boleh kenapa-kenapa. Bagaimanapun juga gadis itu sudah berjasa besar,” ucap Pangeran Vajra yang merasa khawatir dengan keadaan Ziu yang terbaring pingsan di dekatnya.
Pangeran Vajra menatap perempuan yang sedang pingsan itu. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan ketika perempuan itu bangun.
-----***-----
Ziu terbaring di sebuah ranjang. Di sampingnya ada tabib yang sudah selesai memeriksa kondisinya. Di dekat tabib berdiri Pangeran Vajra dan pengawalnya, Yaru. Tidak jauh dari sana berdiri seorang pelayan perempuan.
“Sekarang beritahukan bagaimana keadaan Nona yang kau periksa?” tanya Pangeran Vajra kepada tabib yang sudah merapikan perlengkapannya.
Tabib itu berlutut dengan penuh hormat kepada Pangeran Vajra. “Nona ini hanya terluka sedikit. Beruntung tenaga dalam yang menyerangnya tidak berjumlah besar. Dengan minum obat dan beristirahat dengan cukup, Nona akan sehat dengan cepat.”
Pangeran Vajra mengangguk menandakan dirinya paham penjelasan dari tabib. “Apakah ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh dia?”
“Nona tidak boleh melakukan aktifitas yang terlalu berat terlebih dahulu. Hal ini untuk mempercepat kesembuhannya.” Tabib tersebut memberi penjelasan tambahan. Pangeran Vajra mengangguk lagi tanda paham.
“Baiklah. Terima kasih atas kerja kerasmu, Tabib Lim. Kau boleh pergi. Aku minta tolong agar kau merahasiakan tentang hal ini,” pinta Pangeran Vajra sambil berbisik kepada Tabib Lim.
Tabib Lim mengangguk. “Baik, Pangeran. Akan hamba lakukan seperti yang Pangeran katakan.”
Pangeran Vajra tersenyum. Dia memberi isyarat kepada Yaru untuk mengantar Tabib Lim keluar. Yaru mengangguk. Dia mempersilahkan Tabib Lim untuk keluar bersamanya.
“Khani, kemarilah!” panggil Pangeran Vajra kepada pelayan perempuan yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
Pelayan yang dipanggil oleh Pangeran Vajra berjalan mendekat. Dia tampaknya sangat patuh kepada Pangeran Vajra. Khani berhenti setelah berada di depan Pangeran Vajra. Dia kemudian memberi hormat.
“Aku punya tugas yang harus kau lakukan,” ucap Pangeran Vajra.
“Mulai sekarang kau akan melayani Nona Ziu. Tugasmu adalah selalu di sisinya dan melakukan apapun yang diperintahkannya. Kau mengerti?” ucap Pangeran Vajra dengan singkat.Pelayan yang bernama Khani mengangguk. “Hamba mengerti, Pangeran. Perintah Pangeran akan hamba laksanakan sebaik mungkin,” jawabnya sambil memberi hormat.“Mulailah dari menjaga dan merawatnya nya hingga dia bangun. Laporkan juga perkembangan kesehatannya kepadaku,” ucap Pangeran Vajra sambil berjalan meninggalkan kamar itu.“Baik, Pangeran,” jawab Khani. Dia kemudian duduk di lantai dekat dengan ranjang Ziu. Hal ini dilakukannya agar segera mengetahui jika Nonanya sudah sadar.Setelah keluar dari kamar Ziu, Pangeran Vajra berjalan menuju ke suatu tempat. Di sepanjang jalan terdapat berbagai macam bunga dan tumbuhan yang indah. Semua itu ditanam atas perintah Pangeran Vajra. Dia tampak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh para pengurus kediamannya.“Pangeran, ada perintah dari Istana Agung. Anda diharapkan sege
Tidak lama kemudian Pangeran Vajra masuk ke dalam ruangan Kaisar. Dia memakai pakaian yang tidak kalah bagus dari Pangeran Noan. Pangeran Vajra berjalan dengan anggun dan penuh kebanggan diri. Melihat saudara mudanya berjalan dengan penuh wibawa, Pangeran Noan memalingkan wajahnya.“Hamba Vajra, memberi hormat kepada Yang Mulia,” ucap Vajra setelah berada di hadapan Kaisar. Dia mengucapkan salam itu sambil berlutut dan memberi hormat kepada Kaisar.Kaisar hanya diam saja melihat Vajra memberi hormat kepadanya. Ketika seseorang memberi hormat kepada Kaisar, dia harus menunggu hingga Kaisar menyuruhnya berdiri. Jika Kaisar belum menyuruhnya berdiri maka dia harus tetap diam. hal ini yang membuat Pangeran Vajra tetap berlutut.Permaisuri memegang tangan Kaisar yang sedang menghukum Pangeran Vajra. “Yang Mulia, Pangeran Ketiga sudah berlutut lama. Dia pasti sudah menyadari kesalahannya.”“Apakah benar Pangeran Ketiga sudah mengetahui apa alasan dia terus berlutut seperti itu?” tanya Kaisa
Kaisar dan Permaisuri berjalan meninggalkan aula dan diikuti oleh Kasim Makhun. Pangeran Vajra dan Pangeran Noan berdiri dan saling berhadapan. Mereka tampak seperti dua jenderal perang yang terlibat dalma perang dingin. Masing-masing pihak tampak diam dan mengamati lawannya.“Sungguh prestasi yang membanggakan, Adik Ketiga,” puji Pangeran Noan sambil menghampiri adiknya. “Kau dan strategimu memang sangat hebat.”Pangeran Vajra tersenyum palsu. “Kakak Kedua juga tidak kalah menakjubkan. Bisa menutup kasus penggelapan pajak para pejabat dengan sukses.”“Ahh… kau terlalu menyanjungku. Kita diberi tugas langsung dari ayahanda. Tentunya harus melaksanakan tugas dengan sungguh-sungguh,” ucap Pangeran Noan merendah.Pangeran Noan memberi isyarat kepada adiknya agar keluar bersama dari aula. Pangeran Vajra mengikuti isyarat kakaknya. Dari sini memang terlihat mereka berdua tampak seperti saudara yang saling menyayangi dan mendukung. Akan tetapi, hal yang sebenarnya mereka rasakan berbanding
Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra.“Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu.Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap.Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dilihatnya itu. Vajra mengali
Dia merasa sangat terkejut karena melihat berbagai makanan ketika sudah berada di dalam ruangan. Vajra sudah mengambil tempat di depan meja yang penuh dengan makanan. Dia memberi isyarat kepada Ziu untuk segera duduk di hadapannya. Ziu pun menurut. Dia langsung menuju ke meja yang sama dengan Vajra. “Sekarang silahkan makan terlebih dahulu. Bercakap-cakap saat perut yang kosong tidak akan menghasilkan apapun,” ucap Vajra yang mempersilahkan Ziu untuk menyantap makanan di hadapannya terlebih dahulu. Senyuman lebar terlihat di wajah Ziu. Dia memang sudah lapar karena belum ada makanan yang masuk ke dalam perutnya sejak pagi. Ziu segera mengambil sumpit dan mengambil makanan yang berada di atas meja. Dia makan dengan sangat lahap. Vajra melemparkan pandangannya kepada Yaru yang berdiri di dekatnya. Salah satu alis Vajra naik menandakan rasa heran terhadap kejadian unik di hadapannya. Yaru menggeleng tanda bahwa dia juga tidak mengerti tentang apa yang sedang dil
“Asal? A-apa itu harus ku ceritakan juga? I-itu terlalu jauh kurasa,” ungkap Ziu yang mencoba mengalihkan pembicaraan tak menguntungkan ini.“Kenapa? Kau tidak bisa menyebutkan tempat asalmu?” tanya Vajra dengan tenang.Ziu berpura pura batuk. Dia mengambil gelas dan meminum airnya sedikit-demi sedikit. Ziu melakukan hal ini untuk mengulur waktu sembari berpikir keras untuk menemukan jawaban dari pertanyaan Vajra.“Ziu?”“”Renasa!” seru Ziu setelah menurunkan gelasnya ke atas meja dengan ayunan yang cukup keras sehingga mengeluarkan bunyi yang cukup keras.Vajra dan Yaru merasa kaget mendengar suara yang muncul secara mendadak itu. Namun, mereka berdua berusaha untuk terlihat tetap tenang agar tidak merasa malu. Di dalam dunia aslinya, Ziu memang ahli dalam membuat jantung orang lain berhenti berdetak. Keistimewaan itu terbawa walaupun dia telah berpindah ke dunia lain.“Dari Renasa,” lanjut Ziu mengucapkan nama yang muncul di kepalanya.Ziu mengingat nama itu. Dia pernah membaca buku
“Hanya benda kecil yang aku miliki. Dengan ini, kau bisa memerintahkan pasukan kecilku untuk bergerak sesuai dengan kehendakmu,” jawab Vajra dengan santai.“Benarkah itu?” tanya Ziu yang seakan hanya sekedar ingin tahu. “Berapa jumlahnya?”Vajra mendekatkan kepalanya kepada Ziu. Ziu tahu jika itu adalah isyarat untuk membicarakannya pelan-pelan. Dia melakukan hal yang sama.“Rahasia,” ucap Vajra berbisik perlahan. Lalu duduk seperti semula lagi dengan wajah tanpa ekspresi miliknya.Ziu tidak menyangka akan mendengarkan hal yang sia-sia seperti itu. Dia lebih tidak menyangka lagi jika laki-laki di depannya akan melakukan hal yang kekanak-kanakan. Rasa kesal menyelimuti perasaan Ziu. Dia yakin wajahnya pun menampilkan hal yang sama.“Apakah ada benda yang lain yang ikut terjatuh kepadaku?” Ziu hampir melupakan keberadaan buku kuno yang sepertinya terlihat berada tak jauh darinya sebelum pingsan.“Tidak ada apapun yang ikut denganmu,” jawab Vajra tanpa berpikir.“Kau yakin?”“Tentu saja.
Keesokan harinya Ziu mulai berkeliling di sekitar tempat tinggal barunya. Dia tampak berjalan-jalan bersama Khani. Namun, sebenarnya itu hanya sebuah kamuflase. Ziu sejatinya sedang mencari informasi mengenai keadaan di tempat itu. Hal ini sebagai salah satu cara untuk masuk ke dalam ruangan rahasia yang dibicarakan oleh Khani.Banyak pelayan yang sedang sibuk melakukan tugasnya di pagi itu. Beberapa pelayan terlihat sedang menyapu halaman dan merapikan rumput ataupun tumbuhan. Ada juga yang sedang membersihkan sisi bangunan yang tampak kotor.Di tempat terpisah, terdapat pelayan yang membersihkan kolam air. Mereka semua bekerja tanpa banyak bicara sehingga pekerjaannya tidak akan berlangsung lama. Vajra memang meminta mereka untuk fokus kepada kewajiban yang harus dilaksanakan terlebih dahulu. Hal itu akan melatih para pelayannya agar lebih tertib saat berperilaku.Setelah beberapa saat Ziu berjalan memperhatikan keadaan di sekitar kediaman Vajra, dia berdiri m