Share

LEMBAR KE-7

Perempuan dan pendekar berbaju hitam mendarat dengan selamat. Mereka masih berpandangan dan berpegangan satu sama lain ketika sudah mendarat di atas tanah. Mereka berdua berada dalam posisi seperti itu dalam beberapa saat. Tidak berapa lama akhirnya mereka berdua sadar. Pendekar dan perempuan itu masing-masing melepaskankan pegangannya.

“Te-te-terima kasih atas pertolonganmu,” ucap perempuan itu sambil merapikan pakaiannya.

“Sa-sama-sama. Bukan hal yang sulit,” jawab pendekar dengan salah tingkah.

Perempuan asing yang merapikan pakaiannya itu mendadak berhenti bergerak. Dia baru menyadari jika ada yang aneh pada dirinya. Perempuan itu memakai baju kuno yang dikenali sebagai pakaian pada masa kerajaan. Pakaian yang hanya pernah dia lihat di film atau drama kolosal.

“Kenapa aku memakai pakaian seperti ini?” tanyanya dalam hati. Dia membolak-balik pakaiannya seakan tidak percaya dengan apa yang dipakainya saat ini.

“Siapa kau? Kenapa gadis sepertimu ada di tempat seperti ini?” tanya sang pendekar sambil melihat perempuan tersebut agak curiga.

Perempuan tersebut berhenti melihat pakaiannya dan menatap pendekar di depannya. “Ziu. Panggil aku Ziu. Kau?”

“Kau beruntung bisa bertemu denganku. Namaku Pangeran Vajra. Aku adalah seorang…”

Belum selesai pendekar bernama Pangeran Vajra menyelesaikan perkatannya, salah satu bandit bangkit sambil bersiap untuk menyerang. Ternyata bandit itu pura-pura pingsan agar bisa menyerang secara diam-diam. Ketika sang pendekar membelakanginya, dia berlari maju sambil mengeluarkan sebuah tinju yang diselimuti tenaga dalam.

Ziu, yang baru saja memperkenalkan dirinya kepada Pangeran Vajra, mengetahui serangan bandit tersebut. Dia mendorong Pangeran Vajra ke samping agar tidak terluka. Namun naas, pukulan bandit tersebut malah mengarah kepada Ziu dan mengenai bagian dadanya dengan telak.

Pangeran Vajra yang ingin membela diri melihat bandit itu berdiri terdiam. Ada pedang yang menembus dadanya. Rupanya pedang itu milik pengawal sang pendekar. Dia melemparnya untuk menghalangi serangan bandit tersebut, tapi gagal. Terdapat pasukan yang menyusul di belakangnya. Pasukan itu meringkus bandait-bandit yang sudah terkapar di tanah.

“Pangeran!” panggil pengawal tersebut. Dia berlari mendekati pendekar berbaju hitam. “Anda tidak apa-apa?”

“Aku tidak apa-apa. Segera periksa gadis itu,” ujarnya sambil menunjuk perempuan yang sudah menyelamatkannya tadi.

Pengawal itu memeriksa perempuan yang menyelamatkan tuannya. “Dia masih hidup. Cuma pingsan, Pangeran.”

“Kalau begitu kita kembali. Bawa bandit-bandit tadi, sekaligus perempuan itu. sekaligus segera periksa dan obati. Dia terkena pukulan dari seorang pendekar. Pasti akan berdampak pada tubuhnya. Dia tidak boleh kenapa-kenapa. Bagaimanapun juga gadis itu sudah berjasa besar,” ucap Pangeran Vajra yang merasa khawatir dengan keadaan Ziu yang terbaring pingsan di dekatnya.

Pangeran Vajra menatap perempuan yang sedang pingsan itu. Ada banyak hal yang ingin dia tanyakan ketika perempuan itu bangun.

-----***-----

Ziu terbaring di sebuah ranjang. Di sampingnya ada tabib yang sudah selesai memeriksa kondisinya. Di dekat tabib berdiri Pangeran Vajra dan pengawalnya, Yaru. Tidak jauh dari sana berdiri seorang pelayan perempuan.

“Sekarang beritahukan bagaimana keadaan Nona yang kau periksa?” tanya Pangeran Vajra kepada tabib yang sudah merapikan perlengkapannya.

Tabib itu berlutut dengan penuh hormat kepada Pangeran Vajra. “Nona ini hanya terluka sedikit. Beruntung tenaga dalam yang menyerangnya tidak berjumlah besar. Dengan minum obat dan beristirahat dengan cukup, Nona akan sehat dengan cepat.”

Pangeran Vajra mengangguk menandakan dirinya paham penjelasan dari tabib. “Apakah ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh dia?”

“Nona tidak boleh melakukan aktifitas yang terlalu berat terlebih dahulu. Hal ini untuk mempercepat kesembuhannya.” Tabib tersebut memberi penjelasan tambahan. Pangeran Vajra mengangguk lagi tanda paham.

“Baiklah. Terima kasih atas kerja kerasmu, Tabib Lim. Kau boleh pergi. Aku minta tolong agar kau merahasiakan tentang hal ini,” pinta Pangeran Vajra sambil berbisik kepada Tabib Lim.

Tabib Lim mengangguk. “Baik, Pangeran. Akan hamba lakukan seperti yang Pangeran katakan.”

Pangeran Vajra tersenyum. Dia memberi isyarat kepada Yaru untuk mengantar Tabib Lim keluar. Yaru mengangguk. Dia mempersilahkan Tabib Lim untuk keluar bersamanya.

“Khani, kemarilah!” panggil Pangeran Vajra kepada pelayan perempuan yang berdiri tak jauh dari tempatnya.

Pelayan yang dipanggil oleh Pangeran Vajra berjalan mendekat. Dia tampaknya sangat patuh kepada Pangeran Vajra. Khani berhenti setelah berada di depan Pangeran Vajra. Dia kemudian memberi hormat.

“Aku punya tugas yang harus kau lakukan,” ucap Pangeran Vajra.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status