“Endruw”, panggilku pada laki-laki yang masih setia memeluk tanganku dalam tidurnya.
“Firza, kamu sudah sadar?”
Aku tersenyum melihat Endruw yang geragapan mendengar panggilanku. Aku menggerakkan tubuhku untuk merubah posisiku menjadi duduk. Namun tubuhku terasa sangat lemas tidak bertenaga
“Firza, kamu mau ngapain? Jangan banyak gerak dulu. Kamu masih lemah.”
Aku hanya menuruti perintah Endruw saat tangannya yang kekar menidurkanku lagi di tempat tidur.
“Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sakit? Seharusnya tadi kamu tidak perlu memaksakan diri Fir.” Endruw mulai mengomel sambil mengganti kompres di keningku.
“Kamu harus istirahat di sini selama beberapa hari.”
“Apa? Gimana sama proyek aku Ndruw? Pasti bakal molor waktunya dan perusahaan akan rugi besar.”
“Kamu ini, udah sakit masih aja mikiran kantor.” Endruw memarahiku. Aku hany
Sudah hari ke delapan aku di rumah sakit. Dokter masih belum mengijinkanku pulang. Padahal aku merasa sudah sangat sehat sejak beberapa hari yang lalu. Mengapa tidak, setiap hari aku ditemani seorang Pangeran tampan yang sangat aku cintai. Makan minum semua dilayani olehnya. Tidak sekalipun dia melewatkan waktu makan dan menyuapiku. Sekalipun dia pergi ke kantor, pasti dia sempatkan dulu untuk menyuapiku. Katanya sih, dia takut kalau tidak disuapin nanti Firza enggak mau makan. Padahal dia tahu betul selama sakit aku tidak pernah yang namanya menolak makanan, yang ada nafsu makanku semakin bertambah. Kadang aku berfikir itu hanya alasan dia untuk berlama-lama denganku. Dan dokter yang melarangku pulang mungkin juga permainan dia untuk bisa berlama-lama menemaniku di rumah sakit. Endruw adalah bos dari perusahaan besar, dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan.Aku senyum-senyum sendiri memikirkan hal itu, sebelum dering ponselku menyadarkan lamunanku. Nama Om
Hari ini dokter mengijinkanku pulang, hari ke sepuluh tepatnya. Seringkali aku tanyakan kepada dokter saat memeriksaku, dok kapan saya boleh pulang? Jawaban dokter itu selalu sama, kondisi mbak Firza belum stabil jangan pulang dulu. Tak jarang aku selalu protes, saya sudah sehat dok saya sudah tidak ada keluhan apa pun. Dan apa yang terjadi? Endruw selalu membujukku untuk menuruti perintah dokter. Saking jengkelnya aku pernah marah dan bilang ke Endruw, sebenarnya kamu kan Ndruw yang masih mau tinggal di sini. Endruw hanya tersenyum yang membuatku hanya bisa diam sambil ngedumel. Dan jika sudah seperti itu, dia mengelus rambutku sambil berkata “Udah enggak apa-apa di sini saja aku temenin sampai kamu sehat benar.” Kalau Endruw sudah bersikap seperti itu, aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi selain menuruti keinginannya. Dasar diriku, cewek lemah.Hari ini sesuai permintaan bunda aku pulang ke rumah Endruw. Awalnya aku menolak, aku merasa tidak e
Aku senyum-senyum sendiri sambil berjalan menuruni tangga. Perkataan Endruw barusan benar-benar membuat cinta yang telah aku kubur dalam-dalam kini muncul lagi. Sempat aku bertanya kepada diriku sendiri tentang status pernikahanku dengan Endruw. Pasalnya setelah menandatangani surat cerai itu dan memberikannya ke Endruw aku tidak mengetahui kelanjutannya. Waktu itu aku sudah mempercayakan semuanya kepada Om Lukas, pengacaraku. Terakhir aku menghubungi Om Lukas saat aku sudah berada di luar negeri. Om Lukas bilang semua baik-baik saja. Meskipun perkataan Om Lukas waktu itu sangat ambigu, namun aku tidak banyak berfikir. Aku terlalu kalut. Hanya ada satu keinginan saat itu, aku ingin segera melupakan Endruw pergi dari kehidupannya selamanya.“Apa aku temui saja Om Lukas ya?” Fikirku. Aku benar-benar ingin tahu apa yang Endruw sembunyikan. Kenapa dia selalu tertawa saat aku membicarakan perceraian kami? Kenapa juga Endruw masih memperlakukanku sebagai i
“Iya, bintang mana yang kamu lihat saat kamu merindukan Anita? Kamu jahat Ndruw. Dulu kamu sama sekali tidak menginginkanku, kamu menyia-nyiakan aku. Kamu sama sekali tidak peduli dengan aku dengan hatiku dengan perasaanku. Yang ada di hati kamu waktu itu hanya Anita. Lalu sekarang? Kamu mengharapkan aku lagi setelah kita bercerai? Begitu mudahnya kamu mempermainkan hatiku.” Aku meluapkan perasaanku saat ini. Aku juga heran bagaimana bisa aku menjadi seemosional ini.Endruw memegang kedua punggungku, aku kehilangan keseimbangan karena emosi. Aku berusaha berdiri dengan tegak, melepaskan punggungku dari kedua tangan Endruw, dan segera pergi. Namun tangan Endruw lebih kuat dari tenagaku. Dia tidak membiarkanku pergi. Dan malah meletakkan tubuhku di pelukannya. Aku menangis tersedu-sedu di pelukannya. Kupukul dada Endruw, namun dia sama sekali tidak merasa kesakitan. Dia malah mengencangkan pelukannya agar aku diam didalamnya. Setelah aku sedikit tenang
“Maafkan aku Ndruw”, akhirnya kalimat itu muncul dari bibirku setelah beberapa menit kami terdiam dalam keheningan.“Lima tahun, susah payah aku melupakanmu Ndruw. Aku menjadikan hidupku sebagai sebuah kompensasi. Selama itu aku hanya berfikir bagaimana terus menjalani hidup dan tidak melakukan dosa dengan mengakhiri hidupku. Aku bekerja seperti robot. Tanpa kenal waktu, tanpa kenal lelah. Untuk apa lagi kalau tidak untuk membuatku sibuk dan melupakanmu.”“Melihat kamu bahagia dan baik-baik saja di sana aku sudah cukup bahagia Fir. Kamu mendapatkan prestasi yang luar biasa. Aku bangga sama kamu.”“Maksud kamu?”“Mungkin kamu lupa, aku adalah Bos dari Indo Advertising, perusahaan advertising terbesar di Indonesia. Bukan hal yang sulit untuk menemukanmu di negara itu. Aku sudah tahu sejak awal jika kamu bekerja dengan Om Gino.”“Hahh”“Bahkan, sudah leb
Dengan terengah-engah aku mencapai puncak tertinggi dari gedung kantor. Kulihat Bryan tertunduk lesu sambil duduk di pojok. “Bryan”, sapaku setelah posisi kami berdekatan. Bryan tidak mempedulikanku. Kulihat mata Bryan memerah, mungkin dia habis menangis. Lama kami berdua terdiam, aku sama sekali tidak tahu harus memulai obrolan kami dari mana. “Aku tidak menyangka calon istriku akan bermesraan dengan laki-laki lain.” “Dia bukan laki-laki lain, dia suamiku Endruw.” “Kalian telah bercerai.” “Maafkan aku Bry. Aku baru menyadari jika Endruw tidak menyutujui perceraian kami. Dia tidak pernah menandatangani surat cerai yang aku berikan.” “Tapi kamu tidak mencintainya.” “Aku sangat mencintainya Bry.” “Lalu kenapa kamu ingin bercerai dengannya?” Aku menceritakan semua kisahku dengan Endruw kepada Bryan. Bryan hanya diam. Aku berharap dia memahami apa yang aku rasakan. “Lalu kenapa kamu me
“Hmm, nasi goreng buatan suamiku memang best of the best. Udah ganteng, baik, pinter masak lagi.” Ucapku sambil melirik Endruw.“Masih mau bercerai sama suami yang kayak gini?” Endruw menggodaku dengan sedikit mengangkat bibirnya.“Enggak..” Kupeluk tubuh Endruw dengan manja. Endruw tersenyum, dia mengelus rambutku sambil mengecup keningku.“Makannya pelan-pelan, kebiasaan deh.” Endruw mulai mencereweti cara makanku. Tadi bahkan dia menawarkan untuk menyuapiku. Kapan selesainya kalau makan disuapin Endruw, suapannya kecil-kecil kayak nyuapin bayi. Keburu mati kelaparan.Selesai membereskan meja makan, aku bergegas ke kamar untuk membersihkan diri. Sementara Endruw sibuk dengan ponselnya. Sepertinya dia sedang membalas email-email yang masuk.Aku keluar dari kamar mandi dengan handuk baju handuk kimono yang melekat di tubuhku. Aku tersentak kaget saat kulihat Endruw telah berada di tempat
“Ibu..” Teriak Gavin sambil berlari memelukku.“Hai Sayang, anak pinter.” Ucapku sambil menggendong dan mengecup kedua pipi bocah kecil ini.“Gavin kangen deh sama Ibu.”Sejak bertemu denganku Gavin seperti tidak mau lepas dariku. Setiap aku pulang ke rumah ini, Gavin selalu berlari menjemputku keluar sambil berteriak seperti itu. Seperti sekarang, saat aku dan Endruw baru saja sampai di depan rumah Gavin sudah memulai aksinya. Aku menikmatinya saja. Aku juga sangat menyayangi Gavin.“O ya,, Ibu juga kangen banget sama Gavin.” Balasku sambil menurunkan Gavin dari gendonganku. Badan Gavin saat ini terasa lebih berat dari biasanya. Entah karena berat badan Gavin yang cepat sekali naik atau karena aku yang kelelahan.“Ohh jadi yang dikangenin cuma Ibu, Ayah enggak?” Endruw mulai melirik ke arahku dan Gavin sambil memasang muka masam.“Enggak, Gavin bosen sama Ayah s