Sikap Dokter Fredy pada Rena makin hari semakin tak acuh. Tak pernah sarapan dan makan malam di rumah. Tak ada ciuman sebelum berangkat kerja atau pun sebelum tidur. Dan mulai sering pulang tengah malam. Malam itu, Rena begitu bergairah. Sebagai seorang istri, dia menginginkan sentuhan suaminya. Dia kembali memakai lingeri yang seminggu yang lalu dibelikan suaminya. Rena sudah siap menyambutnya ranjang. Namun, dia harus menelan kekecewaan saat sang suami menolaknya secara halus. Alasan cape dan lelah yang terlontar dari mulut suaminya. Rasa sakit akan penolakan membuatnya terjaga sepanjang malam. Dia hanya bisa menatap suaminya yang terlelap di sampingnya. Saat tengah malam, ponsel suaminya yang berada di atas nakas terlihat menyala karena panggilan masuk. Karena diseting silent sehingga tidak terdengar suara. Rena melirik sekilas. Terlihat nama Selina di sana. Ada apa malam-malam menelpon segala? Pikirnya. Namun, ia tak berani membangunkan sang suami. Setelah beberapa kali panggi
Seminggu berlalu, tidak tampak perubahan pada suaminya. Lelaki itu tetap saja bersikap dingin pada Rena. Walaupun memang Dokter Fredy sudah tidak bolos lagi dari prakteknya di rumah sakit, tetapi kini ia belum membuka praktek lagi di rumah.Setelah hari itu, hampir setiap hari menelepon rumah sakit untuk menanyakan keberadaan suaminya. Setiap hari lelaki itu praktek. Namun, saat off di rumah sakit Dokter Fredy tetap berangkat dari rumah.Hari ini Rena berencana akan mengikuti kepergian sang suami. Setelah Doter Fredy berangkat, beberapa saat kemudian, dengan menyewa ojek, Rena mengikuti mobil suaminya dari belakang.Dari ujung jalan yang terhalang rimbunnya pohon bidara, Rena melihat dengan jelas saat sang suami menjemput wanita yang dijumpainya di restoran saat itu. Dengan begitu mesranya dia membukakan pintu bagi wanita itu, tak jauh beda saat lelaki itu melakukannya untuk Rena. Walau hati berdebar panas, Rena berusaha berpikir dengan otak dingin.Beberapa saat kemudian mobil itu me
Rena merasa begitu bodoh karena telah menganggap lelaki itu benar-benar jatuh cinta padanya. Semua kebaikannya ternyata palsu, hanya untuk membayar keberadaanya di sisi lelaki itu. Rena luruh terduduk di pinggir jalanan sepi. Dia menangis tertahan. Walau air matanya bercucuran, tapi suaranya ia tahan hingga tak terdengar.Melihat penumpangnya menangis, Mamang Ojek merasa heran. Ia kemudian memajukan motornya mendekati Rena.“Mbak, kenapa nangis?” tanyanya khawatir. Mendengar itu Rena segera bangit dan menghapus air matanya.“Ah, nggak Mang. Saya kelilipan. Ayo kita pulang saja,” jawab Rena kikuk.*Rena duduk terdiam sendiri di kamarnya yang dulu. Kamarnya saat ia masih belum bisa menerima kehadiran sang suami. Semua kejadian itu kembali terbayang di pikirannya. Saat tiap hari ia bersikap judes dan tak acuh pada sang suami. Lelaki itu dulu begitu terlihat memujanya, tapi kenapa sekarang berubah 180 derajat? Apakah ini balasan untuknya karena telah berbuat buruk pada sang suami? Rena t
Rena tersadar dari lamunannya saat sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Dia menatap benda pipih itu sekilas, lalu mengambilnya perlahan. Saat dibuka, sebuah chat dari nomor gak dikenal masuk ke ponselnya.[ Rena, aku ingin bertemu denganmu. Aku tunggu di kafe Milano, jam 4 nanti. Selina]Mata Rena terperangah saat melihat siapa pengirim pesan tersebut. Jantungnya berdebar tak karuan."Mau apa, dia?" gumam Rena.Walau hatinya enggan, tetapi rasa penasaran lebih mendominasi. Rena berencana datang ke tempat itu.Pukul tiga, Rena sudah bersiap. Dia mondar-mandir, memikirkan tentang apa yang akan dikatakan pada wanita itu.Dengan menggunakan taksi online, Rena pergi ke kafe yang berjarak tujuh kilometer dari rumahnya. Saat turun dari taksi, jantungnya makin berdebar. Entah dia harus bersikap seperti apa saat berhadapan dengan perempuan yang telah merebut hati suaminya. Rena menarik napas dalam. Seolah ingin menghilangkan sesak di dadanya yang kian sempit.Rena berjalan tegap ke dalam kafe
Sebelum pulang ke rumah, Dokter Fredy menyempatkan diri mampir ke apartemen Selina. Setelah sebelumnya wanita itu menangis dan merengek di telepon mengabarkan kejadian tadi sore dengan Rena. Selina mengadu telah ditampar dan dipermalukan di depan umum.Saat sampai di apartemen Selina, wanita itu menghambur dengan manja ke arah Dokter Fredy. Lelaki itu membelai punggung Selina pelan, untuk menenangkan."Kau tau, Eric? Tadi aku hanya mengatakan padanya agar dia tidak mempersulit hubungan kita. Aku mohon padanya agar mau segera bercerai darimu, tapi ... tapi ... dia malah menampar dan menyiramku dengan minuman," ujar Selina diselingi tangis."Kenapa kau menemui dia segala, sih?" ucap Dokter Fredy, lirih, seraya mengelus punggung wanita dalam pelukannya."Aku hanya ingin dia mengerti bahwa kita saling mencintai." Selina merengek manja."Ya, sudah. Kamu tidak perlu lagi menemuinya, biar semua aku yang selesaikan," bujuk Dokter Fredy. Selina mengangguk. Jari-jarinya mulai menari nakal di d
Hari itu. Pagi-pagi setelah salat dan ngaji, Rena sudah bersiap menyiram bunga di halaman. Koleksi anggrek suaminya sudah hampir seminggu tidak disiram.Walaupun kepalanya sedikit pusing karena semalam terlalu lama menangis hingga jatuh tertidur, Rena memaksakan diri merawat tanaman kesayangan sang suami. Walaupun hatinya sakit dengan sang pemilik tanaman dan juga pemilik hatinya, Rena tetap merasa bertanggung jawab atas bunga-bunga itu.Biasanya, setiap sore, dua hari sekali dia dan suaminya merawat tanaman itu bersama. Membuang bagian-bagian yang sudah mati dan memberi pupuk pada tiap pot itu. Namun, kini suasana itu tak ada lagi. Sang suami lebih memilih mampir ke tempat selingkuhannya daripada mengurus tanaman yang sudah sejak lama dirawatnya.Rena tertegun saat mau melangkah mengambil selang air. Dia melihat sepatu wanita di samping pintu. Sebuah high heels, barang yang jelas bukan miliknya. Rena melirik ke dalam rumah. Menatap sekilas ke kamar suaminya yang pintunya masih tertut
Selina mendekat pada Dokter Fredy dan bergelayut mesra di tangannya."Jangan kau terlalu percaya diri bahwa Eric akan menyesali jika menceraikanmu, Rena," ujar Selina."Jawab pertanyaanku, Bang. Apa kau tidak akan menyesalinya? Apa kau tidak akan memintaku kembali?" tantang Rena."Jika kau jawab tidak, maka aku akan menerimanya. Hari ini juga aku akan keluar dari rumah ini tanpa kau minta."Dokter Fredy mengangguk."Ya, aku tidak akan pernah memintamu kembali. Aku memintamu untuk menerima perceraian ini," ucap Dokter Fredy lirih. Rena mengangguk pelan."Baik, aku akan pergi. Tapi ingat, kepergianku tidak akan pernah kembali. Camkan itu!" ucap Rena tegas. Dia berbalik dan melangkah ke kamarnya.Dia membereskan semua barang yang telah dikeluarkan oleh Dokter Fredy dari kamarnya. Rena meraih tas besar dan mengisi dengan barang-barangnya.Selina tersenyum penuh kemenangan sambil memeluk mesra lelakinya. Dokter Fredy membalas pelukan itu dengan lebih erat.Tak lama, Rena keluar dari kamarn
Rena berencana mencari kerja untuk menghidupi dirinya di kemudian hari. Dia sudah tidak mau lagi mengandalkan uang pemberian dari sang suami. Rena betul-betul ingin lepas dari masa lalu bersama lelaki itu.Pagi-pagi Rena sudah bersiap untuk berangkat mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun akan dia terima, asalkan halal. Dia tidak malu jika seandainya harus kembali menjadi tukang setrika seperti dulu. Yang penting dia bisa bebas dari Dokter Fredy.Hanya dengan stelan celana jeans dan kaos, juga make up yang minimalis, tapi Rena tampil cantik sekali.Setelah mengunci kamar kontrakkannya, Rena bergegas hendak menuju jalan raya. Namun, baru beberapa langkah, dirinya melihat seseorang yang begitu dihapalnya. Orang itu pun tampak kaget saat melihat keberadaan Rena di sana."Mbak Dewi?""Rena? Kenapa ada di sini?" tanya Dewi heran.Rena pun akhirnya menceritakan masalah hidupnya pada Dewi. Tentang kehadiran Selina, tentang perubahan suaminya, juga tentang rencana gugatan cerai yang akan dilaya