"Puas kamu bikin orang tua malu!" Seketika aku dikagetkan oleh cacian ibu mertuaku. Iya, aku baru saja selesai mengolah makanan dan tentu saja makanan itu hanya aku oleh cukup untuk dua orang saja. Ibu mertuaku sudah tidak sudi menyentuh makanan yang aku olah semenjak menantu kesayangannya itu datang di rumah ini.Aku berpura-pura tidak mendengarkan ucapannya itu dari pada nanti berujung pertengkaran di pagi hari ini. Biarkan saja orang tua ini berbuat sesuka hatinya. Mungkin saja setelah ini malaikat Izrail datang bertamu untuk menemuinya. Astaghfirullah, kenapa aku berdoa yang tidak baik. Harus aku doakan saja semoga ibu mertuaku ini diberi kesempatan untuk bertaubat.Bugg!"Kamu budeg atau bagaimana? Ada orang tua bicara itu mulut kenapa diam!" bentaknya.Hampir saja tangan ku ini melayang. Untung saja aku masih ingat kalau perempuan ia adalah orang tua suamiku. Aku seketika dibuat meradang karena makanan yang sudah aku bungkus untuk bekal makan siang ku tiba-tiba saja dilemparkan
Tumben jam segini Mira belum juga pulang. Biasanya jika ada lembur atau pulang telat, Mira tidak pernah lupa untuk mengabari suaminya ini. Beberapa kali aku menghubungi nomernya juga tidak aktif. Pesanku sedari tadi juga tidak berubah, masih tetap centang satu. Apakah ini masih ada hubungannya dengan kejadian pagi tadi. Ada hubungannya dengan ucapan ibuku tadi pagi. Aku kira ucapan ibuku itu wajar karena emosi sesaat, mungkin Mira terlalu menganggapnya serius.Hingga malam menjelang dan langit pun kian pekat tak jua ku jumpai istriku ini pulang ke rumah."Istri kamu belum pulang, Hadi?" Ibu menghampiriku di teras rumah. Padahal langit mendung dan petir pun menampakkan kilatannya."Belum, Bu. Ini juga tidak biasanya Mira tidak mengabari Hadi.""Makanya, ini sudah bilang, kalau cari istri itu yang sepadan. Kamu suka ngeyel. Lagian apa sih yang kamu banggakan dari si Mira itu. Sudah pendidikannya rendah, buruh pabrik pula, bikin malu keluarga saja kamu itu.""Ibu kenapa sih selalu berpik
Meski sendiri, Aku merasa lebih tenang baik hati juga pikiranku. Hanya saja masih terbesit sedikit beban yakni berhubungan dengan suamiku. Hati kecilku meragu juga ada rasa takut akan dosa. Dosa karena telah keluar dari rumah juga dosa karena tanpa ada izin terlebih dahulu dari suamiku. Semua aku kembalikan lagi. Jika aku bertahan di rumah itu jiwa dan mentalku sendiri yang akan rusak karena mereka juga tidak adanya pembelaan dan perlindungan yang aku dapatkan dari suamiku.Sore ini sepulang dari bekerja aku memutuskan untuk pergi ke counter hp untuk mencari kabel ces karena tidak mungkin juga aku kembali ke rumah yang bagiku itu adalah sebuah neraka yang harus aku datangi lagi."Mira!" Terdengar oleh telingaku ini ada suara yang memanggil namaku. Suara yang tidak asing."Mas Hadi." Aku menoleh ke sumber suara setelah mencari-cari sosok tersebut. Iya, ternyata benar mas Hadi orang yang memanggil namaku. Pria yang telah menjadi kekasih halal ku itu sepertinya sengaja menungguku di depa
Satu Minggu setelah kepindahan kami ke tempat baru ini, Aku kira tidak ada kendala dan halangan maupun gangguan. Salah. Ternyata aku salah besar. Minggu pagi ini aku dan mas Hadi berencana untuk menikmati waktu berdua atau bahasa gaulnya "me time" bareng suami. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Pagi ini sengaja hanya sarapan roti manis isi coklat pisang yang aku beli di swalayan kemarin sepulang kerja yang ditemani dengan secangkir kopi susu dan teh karena rencana kami pagi ini selain jalan-jalan sekaligus belanja kebutuhan dapur untuk beberapa hari ke depan nanti.Aku terkejut karena mendengar pintu kamar kontrakan ku ini ada yang mengetuk sementara mas Hadi masih ke kamar kecil karena merasa perutnya sedikit mules.Usai merapikan hijab yang aku kenakan. Aku segera menuju ke arah pintu untuk mencari tahu siapa gerangan yang ada di depan sana.Betapa terkejutnya aku ketika mata ini mata ini menangkap sosok yang ada di depan sana.Perasaan tidak enak sudah mulai menghinggapi karen
"Ayo, Mir, jadi apa tidak jalan-jalannya?" Aku masih tertegun atas kejadian yang baru saja aku alami dan belum bisa aku terima seutuhnya. Aku dipermalukan oleh ibu mertuaku sendiri di depan tetanggaku yang mana semuanya adalah orang-orang yang baru aku kenal."Kamu masih marah atas sikap ibuku tadi? Aku minta maaf untuk perlakuan ibu tadi karena sudah membuat malu kita terutama kamu." Mas Hadi duduk di sebelahku."Kamu kenapa juga ngeyel ngajak nikah aku, Mas? Kenapa kamu itu nggak nurut saja sama ibu kamu. Kalau kamu mau nurut sama ibu kamu dan menikah dengan perempuan pilihan ibu kamu atau yang lebih cocok dengan kriteria ibu kamu pasti hidup kamu dan juga aku nggak akan seperti ini.""Kamu kok ngomong gitu, Mir. Aku nikah sama kamu karena cintaku itu cuma kamu bukan perempuan lain seperti yang disebutkan oleh ibuku. Aku yang ngejalani semua ini bukan ibuku.""Tapi kenapa ibumu itu sangat benci sekali sama aku, Mas. Aku juga merasa nggak pernah menyakiti ibu kamu. Sejak awal. Sejak
"Mir, Mas bicara." Aku baru saja selesai merapikan tempat tidur kami sedangkan mas Hadi baru saja masuk ke dalam kamar karena tadi aku tahu dia sedang berbicara dengan seseorang di ponsel miliknya.Aku membenahi posisi ku di atas tempat tidur karena jam sudah tunjukkan waktu biasa kami istirahat malam.Aku merapikan banyak milik suamiku. "Mau bicara apa, Mas?" ucapku sambil menepuk bantal tersebut.Mas Hadi memposisikan diri di sampingku. Ia menatapku ragu. Apa mungkin ia mau membicarakan perihal permintaan dari ibunya itu."Mir, ibu minta kita menunda dulu untuk merenovasi rumah ini. Mas sebenarnya juga sudah pikir-pikir sih kalau rumah ini masih nyaman dan layak untuk ditempati." Sementara mas Hadi mulai mengeluarkan maksudnya. Aku berusaha untuk menguasai diri. Mengatur napas dan juga emosi. Aku masih memilih untuk diam biar saja ia melanjutkan ucapannya."Terus maksud kamu yang jelasnya mau bagaimana, Mas?" Sedikit aku menekan suaraku agar tidak terdengar tinggi dan terkesan ngeh
Braaakkk ....Braaakkk ....Braaakkk ....Aku kaget dan terlonjak. Bagaimana tidak? Baru saja aku selesai salam saat melaksanakan ibadah salat magrib. Tiba-tiba aku dikagetkan akan suara gedoran dari pintu rumahku ini. Aku kebetulan sendiri di rumah karena sore tadi mas Hadi pamit mau keluar ada urusan dan salahku karena tidak bertanya ada urusan apa dan di mana.Buru-buru aku merapikan peralatan salat dan kemudian segera menuju ke arah arah pintu."Dasar menantu kurang ajar! Gara-gara kelakuan keras kepalamu itu Manda jadi kabur ke rumah orang tuanya!" Aku kaget dan terjatuh ke atas lantai karena tanpa aba-aba ibu mertua datang tanpa salam dan permisi ia langsung mendorong ku begitu saja.Aku melotot ke arahnya. Tentu saja aku geram dengan tingkah perempuan yang usianya sudah tidak muda lagi ini.Andai saja tidak ada rasa hormat. Sudah aku pastikan ia merasakan apa yang aku rasakan karena aku pasti akan membalas perbuatannya itu."Ibu ada apa ini?" tanyaku sambil menahan emosi."Ib
[Mir, ini kan si Hadi. Itu perempuan yang dibonceng sepertinya si Yuni, anaknya teman ibu mertua kamu.] Aku baru saja membuka ponsel yang baru aku isi daya sepulang dari tempat kerja tadi. Sebuah pesan masuk beberapa menit yang lalu yang mana pengirimnya adalah mbak Siti, tetangga ibu mertuaku. Sebuah pesan gambar yang disertai dengan kalimat penjabaran atas gambar yang menyertainya.Mata ku memanas. Bagaimana tidak? Suamiku memilih pulang ke rumah ibunya atas perintah dari perempuan yang telah melahirkannya. Tidak lupa pesan terakhir yang diucapkan oleh mas Hadi sesaat sebelum ia pergi beberapa waktu yang lalu. Mas Hadi pergi dengan alasan untuk saling introspeksi diri dan ternyata ini yang dia maksud untuk introspeksi diri. Sungguh tega dia. Ia memilih ibunya dan meninggalkan aku begitu saja. Sakit, sungguh sangat sangat terlebih perempuan yang dekat dengan dirinya itu adalah perempuan yang diinginkan oleh ibunya.Aku tidak ingin membalas pesan dari mbak Siti ini. Otakku rasanya s