"Mira selamat atas status barunya," canda Siti pada teman sekaligus atasannya di tempat kerja. "Mbak Siti ada-ada saja. Masa iya status janda harus dikasih ucapan selamat," ucap Mira sambil menahan tawa."Iya, harus khusus kamu. Karena akhirnya saudariku ini terbebas dari benalu yang sifatnya suka merusak inangnya.""Mau bagaimana lagi, Mbak. Niatku itu tulus sama mereka, tapi ternyata tidak untuk mereka yang tidak pernah mau menghargai niat baikku. Aku juga sudah berencana mau sewa mobil untuk mengambil semua barang ku yang ada di sana. Rasanya masih belum bisa ikhlas saja. Masih ada rasa sakit hati." Amira mengungkapkan isi hatinya pada Siti."Wajar itu, Mir namanya juga manusia biasa. Aku kalau jadi kamu pasti juga akan melakukan hal yang sama sepertimu."***"Bu, ibu yakin mau tinggal di rumah ini? Yuni masih belum jawab Hadi soal dia mengizinkan atau tidak." Bu Tuti tiba-tiba datang ke rumah Hadi dan Yuni dengan diantarkan oleh tukang ojek langganannya. Bu Tuti membawa serta dua
Tidak terasa waktu berlalu begitu saja. Sudah hampir satu bulan sejak proses persidangan cerai antara Mira dan Hadi disahkan oleh pengadilan agama. Tidak ada lagi kontak yang terjadi diantara keduanya. Mira lebih memilih untuk mengubur masa lalunya termasuk ia yang membatasi hubungannya dengan mantan dan juga keluarganya. Mira sengaja telah mengganti nomer ponsel miliknya."Mir, kamu jadi pindahan minggu-minggu ini, kan?" Desi menyambangi teman baiknya itu di tempat kosan Mira. Sore itu Desi sudah berniat untuk mengunjungi Mira sekaligus mengantar makanan untuk Mira karena di rumahnya baru saja selesai diadakan acara pengajian rutin di lingkungan rumah orang tuanya."Iya, Des. Rencananya Minggu besok. Sabtunya aku juga mau izin nggak masuk. Mau beres-beres sekalian." Mira mengambil alih rantang berisi makanan yang dibawa oleh Desi dan memindahkannya pada wadah miliknya."Oke, aku siap bantu. Kebetulan aku masih di rumah karena Minggu depannya aku lagi ada urusan lagi di kota selama be
Saat mereka sedang asyik berbincang tiba-tiba sebuah mobil datang dan parkir di halaman rumah Amira."Assalamualaikum, maaf, sepertinya kami telat ...." Dua orang yang sudah tidak asing itu mengucapkan salam di depan pintu rumah Amira. Mereka yang ada di dalam sontak langsung menoleh ke arah tamu yang baru saja datang itu."Waalaikumsalam," jawab mereka serempak.Mira bergegas bangun dari posisinya dan juga disusul oleh Desi. Keduanya berjalan ke arah pintu dan mempersilahkan tamunya itu untuk masuk."Sudah dari tadi Amira menunggu sampai gelisah takut nggak datang yang dinanti," celetuk Desi yang tentu saja itu hanya akal-akalan nya.Amira lantas mendaratkan telapak tangannya pada lengan Desi. "Jangan suka ngarang cerita kamu, Des." Gelak tawa langsung memenuhi ruang tamu rumah tersebut. Sementara Fahmi seketika mukanya memerah, berubah menjadi salah tingkah karena ucapkan sepupunya itu.***"Hadi ibu lebih baik pulang saja," rengek Bu Tuti pada putra sulungnya. Wanita itu sudah tida
"Dasar orang tua tidak tahu umur. Untung saja aku masih memiliki sedikit stok kesabaran untuk menghadapinya. Kalau saja stok kesabaran ku habis. Aku bakal ngajak dia duel," kesal Mira sepeninggal mantan ibu mertuanya. Kedatangan Tuti ke rumahnya tidak lain hanya untuk menguji kesabarannya. Bukannya berubah menjadi lebih baik justru perempuan yang pernah menjadi orang tua dari mantan suaminya itu suka mencari masalah dan gara-gara.Sebelumnya ..."Eh, Mira jangan ke pedean kamu karena aku datang menemui kamu. Hadi sudah bahagia dengan istrinya. Jauh lebih bahagia dari pada hidup sama kamu sebelumnya." Amina menarik napas dan perlahan menghembuskan. Amira masih berusaha untuk bersabar dan mengontrol emosinya."Terus maksud kedatangan ibu kemari untuk apa? Mau pamer kebagian anak dan menantu ibu? Kalau itu juah ibu. Berarti ibu salah. Aku justru sangat dan lebih bahagia dengan hidupku sekarat karena bisa lepas dari kalian." Amira membalas cemoohan dari mantan mertuanya."Kamu!" tunjuk Bu
Bu Tuti mendatangi rumah Yuni yang ditinggali oleh Hadi. Usai orang-orang suruhan Amira pergi dengan membawa barang milik Amira dan Bu Tuti tidak bisa mencegahnya. Bu Tuti berniat ingin mengadu pada sang putra."Yuni kamu sudah di rumah?" Bu Tuti terkejut karena yang menemuinya adalah sang menantu bukan putranya sendiri."Iya, kenapa, Bu memangnya?" jawab Yuni ketus pada ibu mertuanya. "Anu ... ibu nyari Hadi. Ibu ada perlu sebentar sama anak ibu." "Mas Hadi kerja, Bu. Anak ibu itu harus kerja sebagai tanggung jawabnya. Sudah dua hari anak ibu itu cuti dari tempat kerjanya. Aku nggak mau sampai suami Yuni kehilangan pekerjaannya lagi karena ulah ibu." Bukannya mempersilahkan masuk ibu mertuanya itu untuk masuk justru Yuni malah mendebat orang tua yang telah melahirkan suaminya itu."Ibu memang ada perlu sama Hadi. Lagian Wahyu juga adiknya Hadi sudah sewajarnya Hadi ikut mengurusi adiknya yang sedang terkena musibah.""Wahyu kan punya istri, Bu. Dan juga ada keluarga istri juga. Ini
"Dasar manusia tidak tahu malu. Apa kamu di rumah tidak punya kaca? Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah memelihara ular tidak tahu diri seperti kamu. Sudah merampas dan merusak kebahagiaan orang lain. Sekarang seolah kamu belum puas, tanpa tahu malu kamu mau meminta hak kamu? Hak yang mana yang kamu minta? Kenapa kamu tidak memintanya langsung pada keluarga suami kamu? Kenapa? Apa kamu malu karena anak itu bukan dari keturunan mereka?""Tutup mulut kamu Marlina!" Tuti sudah emosi karena merasa harga dirinya sudah diinjak-injak oleh Marlina."Kamu tidak terima dengan ucapanku? Apa ada yang salah? Hah! Jangan kamu kira aku bodoh dan tidak tahu semuanya. Keluarga mas Ridwan pun sudah tahu kebenarannya maka dari itu mereka tidak sudah menerima kamu." Marlina memiliki kesempatan untuk membalas sakit hatinya dengan."Tutup mulut kamu!" Tuti ingin menyerang Marlina untung saja ada Fahmi dan dari arah tak terduga Hadi pun sudah berada di tempat yang sama."Ibu,""Kebetulan. Putramu juga
Waktu terus berjalan dan berlalu meninggalkan kenangan pahit dan manis yang telah dan pernah terukir."Bu, atasan di tempat kerja Hadi mau mengadakan acara syukuran dan juga pesta pernikahannya." Hadi sudah mulai menerima siapa dirinya dan perihal ayah kandungnya pun Hadi sudah ikhlas menerima siapapun orangnya."Maksud kamu bagaimana, Hadi?" tanya Bu Tuti pada putranya karena penasaran. Tidak biasanya sang anak bercerita perihal pekerjaan barunya pada ibunya. Hadi sengaja tidak ingin bercerita perihal pekerjaan dan juga gaji yang ia peroleh di tempat baru tersebut. Gaji Hadi jauh lebih besar dari pada gajinya sewaktu menjadi tenaga pendidik karena memang masih menjadi tenaga honorer. Ibunya selalu memandang rendah pekerjaan seorang buruh pabrik, tetapi kini putranya sendiri juga beralih profesi menjadi buruh pabrik dari seorang pengajar sebelumnya. Awalnya Hadi sangat asing dengan profesi barunya itu, namun lambat laun seiring dengan berjalannya waktu dirinya bisa menyesuaikan diri.
"Hadi, itu nggak mungkin mantan istri kamu si Amira itu kan?" Hadi masih terdiam, pria itu tercenung mendapati sang mantan kini telah bersanding dengan yang lain dan mirisnya mantan istrinya itu terlihat jauh lebih cantik dan seimbang karena bersanding dengan pria yang rupawan. Hadi merasa semakin rendah. Setelah lepas darinya dengan kehidupan yang sebelumnya penuh menguras emosi dan juga kesabaran. Mantan istrinya kini seolah telah menuai. Amira mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik bahkan pria itu adalah pimpinan di tempat kerjanya dan yang lebih tidak masuk akal lagi adalah tenyata selama ini Hadi bekerja di tempat orang-orang yang menjadi tersakiti karena ibunya.Hadi masih belum bisa mempercayai dan menerima kenyataan ini.Setelah berada di barisan antrean untuk memberikan ucapan selamat pada mempelai dan keluarga."Hadi lebih baik kita pulang saja." Hadi masih belum merespon Ibunya. Raga Hadi memang berada di gedung tersebut tetapi entah berada di mana jiwa pria itu. "Mas