Beno bergegas membawa nona nya pergi setelah menerima pesan dari Lecy, ia khawatir jika nantinya sepasang suami istri itu akan bertemu lagi.
"Sebaiknya kita cepat meninggalkan tempat ini nona, saya khawatir mereka sudah tiba."
Tak menyahutinya, Tian hanya mempercepat langkahnya. Ia juga masih belum siap jika harus berhadapan dengan laki-laki yang sangat di rindukannya.
Beruntung Beno membawa mobil itu lebih cepat ketika mobil Ardan memasuki halaman rumah sakit.
"Sepertinya aku melihat mobil om Beno?"
"Iya kah kak? Mana?"
"Sudah pergi," senyumnya sembari mengacak rambut adiknya.
Sembari bersenandung Lecy berjalan mengikuti langkah kakaknya, ia tak sadar jika ada yang aneh dengan Ardan saat ini.
Dewi nampak muram ketika Ardan memasuki ruangannya, ibu dua anak itu bahkan memberikan tatapan kesal pada putra sulungnya.
Tian masih terus ngitari sekitar rumah, mencari celah dimana ia saat ini. Namun sampai lelah kakinya berjalan tak ada satupun hal yang di temuinya, kecuali banyak pohon yang menghiasi sekitar rumahnya."Ini sebenarnya dimana sih? Nyulik kok tempatnya bagus banget," keluhnya.Lama tak mendapat hasil hingga memaksa Tian lagi dan lagi harus kembali dalam kamarnya.Sudah menunjukkan pukul sembilan malam, perutnya sudah sangat lapar mengingat dia sama sekali tak menyentuh makanan.Beruntung menurut Tian sang penculik memperdulikannya, terbukti dengan ia menemukan banyak stok makanan juga camilan disana.Setelah hampir tiga puluh menit, Tian mengakhiri sesi makan malam nya. Berbekal segala camilan juga minuman, Tian kembali masuk ke dalam kamar nya."Kira-kira penculiknya juga nyiapin baju ganti nggak ya?"Dengan menebak-nebak Tian member
Hari ini Niken ditemani Larasati tengah mencoba gaun pengantin yang sudah di pesan nya. Wajah gembira tak bisa di sembunyikan Niken, ia terus menebar senyum manisnya pada setiap orang yang di jumpai nya."Oma, bagus nggak?" tanya Niken."Waww, sayang bagus banget gaunnya. Cocok di kamu ini.""Kira-kira Ardan suka nggak ya ini?""Pasti, pasti Ardan suka. Kamu terlihat sangat cantik dengan gaun ini, Oma yakin Ardan akan terpesona."Niken merasa terbang dengan semua pujian yang Larasati ucapkan, gadis itu benar-benar percaya jika Ardan akan menyukai tampilannya.Setelah selesai dengan gaunnya, kini keduanya bergegas menuju tempat catering. Hari ini mereka juga akan melakukan cek terakhir untuk semua jamuan makan acara.Di depannya kini sudah tersaji berbagai makanan ringan, mulai dari bentuk kue hingga gorengan. Lali kemudian b
Hatinya terasa begitu sakit, ia merasa di khianati suaminya sendiri. Hati yang selalu ia jaga kini rasa begitu percuma, orang yang di pertahankannya ternyata mendua.Dengan langkah lunglai Tian kembali ke dalam kamar, ia tahu jika tak ada jalan untuknya keluar selain dengan Ardan.Hanya menangis yang bisa Tian lakukan saat ini."Kenapa, kenapa rasanya begitu sakit? Sakit sekali rasanya," terus memukul dadanya.Tian menangis tersedu-sedu, hatinya terlalu sakit dengan apa yang sedang terjadi saat ini."Apa ini balasan karena keserakahan ku? Apa aku memang tidak boleh mempertahankan suamiku sendiri? Kenapa begini, kenapa ?"Tian terus meracu mengeluarkan semua isi fikiranya. Air mata itu terus membasahi wajahnya. Berlinang bagai tak berujung, basah hingga tak terasa."Kenapa Kak? Kenapa kamu menahanku ketika kamu menerima orang baru di hatim
Kini semua tahu kenyataan nya, tentang kehamilan Tian saat dipaksa pergi meninggalkan kota Jakarta."Kasian banget jadi Tian, dipaksa pergi saat sedang berbadan dua.""Gue juga sama kagetnya waktu itu, Ambar sama gue juga nggak bisa apa-apa waktu itu. Semua cuma buat Ardan," ucap Bayu.Wira menepuk bahu sahabatnya itu, ia merasa jika Bayu juga sudah berusaha menahan semua rahasia ini bahkan dari Ardan sendiri."Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?""Nic, bukannya loe punya kenalan dokter ya di rumah sakit tempat Niken?""Maksud loe dokter Mitha itu?"Iya, loe bisa kan cari info disana? Siapa tahu Niken memang merencanakan sesuatu.""Nolong sih nolong Bay, tapi nggak numbalin gue juga kali. Loe tahu sendiri gimana dokter Mitha sama gue," dengan raut wajah melasnya."Gue tahu Nic, tapi m
Nico mendatangi rumah sakit tempat Niken bekerja, tujuannya saat ini adalah menemui dokter Mitha kenalannya. Namun siapa sangka jika di tengah jalan ia harus berpapasan dengan Niken yang selalu di hindari nya. "Hay Nico, " sapa Niken yang mencoba sok akrab dengan sahabat calon suaminya. "Siapa loe, nggak kenal gue. Jangan sok akrab," ketusnya. Niken tak marah dengan perlakuan Nico barusan, justru ia tengah tersenyum dan terkesan meledek Nico. "Jangan begitu, sahabat suami gue kan juga sahabat gue." "Huek! Geli gue dengernya, minggir loe." "Galak banget sih, makanya masih jomblo." Niken benar-benar membuat Nico begitu kesal, ingin sekali Nico menghabisi wanita yang ada di hadapannya saat ini. "Gue lebih memilih jadi jomblo terhormat, dari pada harus punya pasangan tapi ngambil pun
Tian sudah sibuk ketika mentari baru menunjukkan sinarnya, ibu satu anak itu sibuk berperang dengan peralatan dapurnya.Pagi ini ia bertekad ingin membuatkan semua makanan kesukaan suaminya, jujur saja Tian merasa terganggu dengan kondisi suaminya semalam."Udangnya tinggal sedikit banget ini," menatap kantong plastik berisikan beberapa potong udang.Pada akhirnya ia menambahkan paprika ke dalam masakan udangnya. Ini adalah makanan favorit Ardan yang sangat di sukai nya.Tepat pukul tujuh pagi Ardan mulai merenggang kan tubuhnya. Tangannya meraba sisi ranjangnya, namun terasa hampa hingga memaksa mata nya terbuka."Kemana dia?"Turun dari ranjang, Ardan segera membersihkan diri terlebih dahulu. Menggunakan celana pendek dengan kaos melekat di tubuh membuat Ardan terlihat jauh lebih fres.Sembari merenggangkan tubuhnya, Ardan berjala
Hingga siang hari Niken masih tak bisa menghubungi Ardan, ia begitu khawatir dengan calon suaminya itu. Kurang dari satu minggu ia sudah sah menyandang nama besar Ardan."Kemana dia ini, kenapa nggak bisa di hubungin sih." kesalnya.Berulang kali ia mencoba menghubungi namun tak ada satupun jawaban, hingga ratusan pesan pun ternyata Ardan abaikan."Apa rencana kamu sebenarnya Ardan? Apa kamu sedang mempermainkan ku?"Niken merasa curiga dengan Ardan, ketika Ardan menyetujui pernikahannya namun sikapnya justru berbanding terbalik dengan pernyataan nya itu.Namun ia juga tak bisa fokus dengan hal itu, pasalnya sebelum ia mengambil jatah cuti ia juga harus menyelesaikan beberapa pekerjaan nya.Itu membuat harinya begitu sibuk hingga malam hari."Permisi Dokter, ada pasien yang ingin bertemu."Salah seorang suster m
"Kamu masih begitu memuaskan sayang, benar-benar membuatku terpuaskan." selorohnya ketika mencapai puncaknya.Entah sudah berapa ronde mereka melakukannya, yang pasti keduanya sudah cukup lama berada di satu ruangan bersama."Singkirkan tanganmu dariku, pergilah sebelum banyak orang curiga."Niken menatap malas laki-laki yang tengah mengenakan pakaian di hadapannya. Entah mengapa, ia merasa tak malu ketika menatap tubuh polos laki-laki itu.Sedang yang di tatap hanya memberikan senyuman terbaiknya, senyuman karena merasa dipuaskan.Gery Wilzart, laki-laki yang sudah lama menjalin hubungan dengan Niken. Bahkan laki-laki itulah yang menjadi alasan sebenarnya Niken meninggalkan Ardan, meninggalkan kota kelahirannya."Aku pergi, tapi ingat untuk membuka blokir nomorku sayang. Jangan sampai aku menemui mu di rumah," ancamnya sebelum benar-benar pergi.