Pov Bu Dewi (ibunya Nita)"Bu, Mas Budi semalam digerebek warga, karena ketahuan sedang bermesraan bersama Lisa," ucap Nita siang itu, saat berkunjung ke rumahku."Astaghfirullah aladzim. Apa kamu nggak bohong, Nit. Jangan bercanda!" ucapku yang tak percaya akan hal itu.Nita pun kemudian menceritakan semuanya padaku, namun jujur, dalam hati aku masih tak bisa percaya, jika menantu sebaik Budi itu, tega melakukan hal itu pada Nita.Hingga kemudian dia menunjukkan video dan juga bukti chat padaku. Tentu saja hal ini membuatku percaya. Tapi, menurutku itu bukan Budi yang memulainya, namun si Lisa."Bukankah sudah ibu bilang dari dulu, jangan membawa masuk perempuan seperti itu ke dalam rumahmu! Tapi, kamu tetap ngeyel, dan hasilnya seperti ini sekarang, 'kan?" ucapku yang juga sedikit kesal pada Nita.Tiga bulan yang lalu, saat acara kirim doa tiga pulub hari meninggalnya Mbak Tutik, kakak tiriku, dan ibu dari Linda dan Lisa. Saat itu aku sudah menasehati dengan berbagai cara, namun dia
Status LisaBerarti Lisa telab memprivasi statusnya dariku, atau mungkin juga, dia malah sudah memblokir nomorku. Kalau memang begitu adanya, berarti dia sangat pengecut. Cuci tangan setelah melakukan sebuah kejahatan.Segera kubaca status itu satu persatu,'Oo...kamu ketahuan! Wkwkwk!''Nanggung ih...nggak bisa lihat orang seneng deh kalian ini.''Pasti hancur 'kan tuh, perasaan dan hatinya?!''Pembalasan belum usai!''Ternyata mudah banget dibohongin, wkwkwk.''Ngenes-ngenes deh, tuh!'Coba baca, pasti semua status itu untuk aku 'kan? Apa dia tidak ingat dengan harta karunnya, yang tertinggal di rumahku?Rasanya, ingin sekali sekarang juga aku mendatangi rumah mendiang Bude Tutik itu. Jengkel dan gemas sekali dengan kelakuan kedua sepupuku itu. Namun, untuk saat ini, rasanya tak perlu, hanya akan menambah luka dihatiku saja.Tetapi, jika aku diam saja, gadis ingusan iti malah berpikir terus jika aku ini lemah. Jadi, kupikir kali ini aku akan coba menghubunginya.Saat mencoba menghu
"Kamu ngapain senyum-senyum, sambil megang handphone ibu?" ucap Ibu sambil menepuk pundakku.Aku tentu saja kaget, karena sedang asyik memblokir si gadis pelakor itu. Tadi, aku memang menelepon Lisa di samping tokonya ibu."Dih...ibu ngagetin aja sih, hehehe. Ini loh, aku kan kepo, ingin tahu siapa sih pacar ibu," ucapku sambil tersenyum.Memang aku tak ingin ibu tahu, bahwasanya saat ini, nomor Lisa telah kublokir. Biarlah, mulai sekarang sebisa mungkin semua akan kuatasi sendiri, tanpa menceritakan pada Ibu. Kasihan, beliau juga usianya sudah tak muda lagi, dan aku tak ingin menambah beban pikirannya."Ngawur kamu itu, pacar apaan sih, Nit-Nita. Ada-ada saja!" ucap Ibu sembari mencubit kecil perutku."Awww...sakit! Ya siapa tahu sih, kan ibu sudah lama sendiri, apa nggak pingin gitu, Bu menikah lagi?" tanyaku menggodanya."Ya nggak lah, Nit. Buat apa nikah lagi, lebih baik hidup sendiri, sambil nunggu kamu beri ibu cucu," ucap Ibu sambil duduk di sampingku.Di samping tokonya ibu,
"Ya ampun...kok aku bisa bodoh banget ya, Mbak. Sampai segitunya nggak ngerti. Astaghfirullah." Aku terus saja meratapi keadaan dan kebodohanku.Berarti, mertuaku selama ini berbuat baik padaku, hanya untuk menutupi semua ini. Sungguh jahat, selama tiga tahun, mereka menyembunyikan ini dariku, aku tak bisa menerimanya, dan tentu saja segera aku ingin meminta penjelasan atas semua ini."Yang sabar ya, Nit. Cobaan ini mungkin terasa begitu berat, tapi akan memberimu banyak hikmah kedepannya. Pasti nanti, kamu akan mendapat ganti yang lebih baik. Pokoknya, kamu harus tetap semangat." Mbak Sela terus saja memberiku semangat, sepertinya mengerti tentang perasaanku saat ini."Pasti, Mbak. Aku akan selalu bersabar dan menerima semua ini. Tapi jujur, Mbak, aku tuh juga sangat bahagia, karena dengan kedatangan Lisa, aku jadi tahu apa yang selama ini disembunyikan oleh keluarga Mas Budi. Entah jika tak ada ini, sampai kapan aku terus dibohongi," ucapku masih sedikit emosi."Iya juga sih...hehe
Kedatangan Kedua SepupukuAku dan ibu, akhirnya sampai di rumahku pukul setengah sebelas malam."Ibu mau tidur di sini sama aku, atau di kamar tamu.yang bekas dipakai Lisa? Tapi belum kubersihkan sih. Hehehe," tanyaku pada Ibu."Tidur di sini saja deh, sama kamu, Nit," jawab Ibu.Setelah melaksanakan shalar isya, kami berdua pun langsung berbaring. Badan dan pikiranku, rasanya amat lelah sekali hari ini. Karena sejak semalam juga, aku tak bisa tidur dengan nyenyak."Nit, berarti Tuhan itu masih sayang sama kamu. Buktinya hingga saat ini kamu belum hamil dan sekarang juga, kamu ditunjukkan jika Budi itu, bukan pria yang pas untukmu," ucap Ibu beberapa saat sebelum tidur."Iya, Bu. Benar sekali, aku sangat bersyukur, meski awalnya semua terasa menyakitkan. Mulai saat ini, aku ingin memulai lembaran baru. Temani aku menata hidup ini ya, Bu.""Tentu saja, Bismillah saja. Insyaallah kedepannya, hidupmu bakal bahagia dan sukses, Nit," ucap Ibu sambil mengusap pucuk rambutku.***************
Budi ( Pov Author)Budi Santoso atau yang lebih akrab dipanggil Budi itu. Kini harus kembali masuk ke rumah sakit jiwa, seperti tiga setengah tahun yang lalu. Namun, kali ini orang tuanya pesimis jika Budi bisa sembuh lagi seperti sedia kala. Pasalnya, kali ini sepertinya syaraf Budi makin rusak saja, dan dengan gejala lebih mengerikan dibandingkan dulu."Pak, ini bagaimana anak kita? Aku takut dia nggak bisa sembuh lagi kali ini," ucap Bu Lastri, ibunya Budi."Aku juga berpikiran seperti itu, Bu. Sepertinya kita tak bisa melihat anak kita ini, seeperti sedia kala," ucap Pak Muji, bapaknya Budi."Dua kali, dia kayak gini. Tapi kali ini sungguh keterlaluan, dan sekali lagi karena sebab yang sama, yaitu wanita.""Iya, Bu. Tapi mau bagaimana lagi, toh memang begitu adanya. Sebisa mungkin kita sudah menutupi penyakitnya ini. Berharap agar bisa aman hingga selamanya, eh tapi dengan kedatangan si Lisa itu, semuanya jadi hancur berkeping-keping!" Pak Muji keliahatan amat emosi.Sementara saa
Pov Lisa"Gimana, Mbak? Si Nita mau 'kan ngajak aku ikut pulang ke rumahnya?" tanyaku pada Mbak Linda sore itu, tepat saat acara empat puluh harian meninggalnya ibu."Sudah pasti dia mau dong. Secara, siapa sih yang nggak tertipu dengan mulut manisku? Apalagi cuma si Nita yang selalu sok dermawan itu, hahaha," ucap Mbak Linda bangga."Bagus deh kalau begitu, sudah nggak sabar deh aku menyaksikan kehancuran rumah tangga si Nita itu. Sok baik, sok kaya juga. Dasar keturunan pelakor!" ucapku sengit.Aku, mbak Linda dan juga almarhum Mama, sebenarnya sudah sejak lama ingin menghancurkan rumah tangga Lisa, tapi sayang rasanya untuk masuk ke rumahnya, atau mengganggu suaminya itu, amat sulit.Dan kini, ketika mama sudah tiada, justru kesempatan itu akhirnya datang, dan tentu saja, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kalau bisa sih, aku ingin menghancurkan seluruh hidupnya, agar dia tak bisa punya anak, jadi garis keturunan pelakor itu, akan habis, hahaha.Tunggu hingga aku bisa
Pov Author"Kok bisa sih, Bu kita memiliku saudara seperti mereka itu?" ucap Nita sambil mengajak ibunya masuk."Namanya itu sudah takdir, Nit. Di syukuri saja, karena dengan adanya saudara yang sifatnya seperti mereka, jadi kita bisa mengambil hikmahnya. Dan bisa dijadikan acuan saat kita ingin melakukan sesuatu yang salah, agar kita bisa lebih mawas diri."Nita sangat membenarkan apa yang ibunya katakan itu, dan dia pun berjanji dalam hati untuk lebih berhati-hati lagi dalam melangkah. Seperti kesalahan terbesar dalam hidupnya saat memilih Budi sebagai suaminya, dan membawa Lisa masuk ke dalam rumahnya."Ayo, antar ibu pulang, Nit. Ini sudah siang loh, sekalian ibu mau kulakan," ujar sang ibu.Nita pun mengangguk dan kemudian kedua wanita itu gegas bersiap-siap, untuk segera pulang. Rencananya, Nita untuk sementara waktu ini akan tinggal di rumah ibunya, demi untuk melupakan semua kejadian pahit ini. Jadi kini, dia juga merapikan beberapa barang masuk ke dalam lemari, agar tak rus