"Nyonya yakin?""Lalukan saja ketika situasi tidak terkendali,' balasku pelan, nyaris tak terdengar."Aduh, saya gugup tentang ini Nyonya," balasnya dengan suara bergetar."Jika tak ada jalan keluar lain, kurasa hanya itu solusianya, tapi aku masih berharap Mas Yadi tidak dipindahkan ke rutan yang aksesnya sulit, namun kita harus tetap berharap positif bahwa mungkin ia hanya keluar sementara dari tempat itu," bisikku."Saya harus tutup telponnya, karena saya harus pergi," ujarnya terburu-buru."Ya, tetap kawal semua prosesnya.""Siap, Nyonya."Setelah mengembalikan ponsel tersebut, aku kembali tercenung, kurasa aku harus bertindak, percuma diam begini, aku tak bisa duduk dan menunggu semuanya jadi lebih kacau, jadi, kuputuskan bangun dan melakukan sesuatu.Kulirik jam, sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi, kurasa pak Kapolres sudah datang, jadi aku akan mengendap ke ruangan dia, menunggu para petugas jaga itu menjauh dari tempat ini.Pucuk dicinta ulam pun tiba, mereka semu
"Siap, ada apa Pak?" tanya Mas Didit ketika masuk ke ruangan ini."Apa yang bisa kamu jelaskan tentang wanita ini?""Di-dia ... Saya sedang menahannya," jawab pria itu bergetar."Apa alasannya?""Ka-karena ....""Dia hanya ingin menjebak saya, dia mencoba menahan agar saya tidak punya kesempatan untuk melaporkan perbuatannya," timpalku secepatnya sambil menangis."Betul itu?" tanya Pak Kapolres pada Mas Didit."Saya tidak melakukan apapun ... wanita ini gila Pak, justru saya sudah merawatnya sesuai prosedur kesehatan, Bapak bisa minta keterangan dari petugas kesehatan Rumah Sakit tersebut.""Kamu sudah bersekongkol dengan mereka, buktinya ketika saya meminta ikatan dilepaskan dan ingin keluar dari ruangan tersebut mereka melarang dan malah mengunci pintunya dengan keras, saya juga disuntik tanpa izin saya. Kaau ingat semua itu, saya sungguh trauma, ya Allah, kenapa ini terjadi pada saya," ungkapku terisak sedih. Sebenarnya aku tak perlu menangis, tapi kurasa menambahkan drama akan s
Anak anakku sudah pulang, meninggalkan aku sendirian yang masih terbaring di brankar vip rumah sakit Bhayangkara.Ada kesepian, tapi aku harus bertahan, yang penting sekarang kondisiku sudah terjamin dengan keamanan, sehingga aku bisa tidur dengan tenang. Ponselku juga sudah dikembalikan dari tangan Didit oleh seorang petugas yang datang mengantarkan benda itu, alangkah bersukurnya aku mengingat apa yang ada di sana.Kurasa Didit tak tahu apa apa dan menurutnya menahan ponselku tak akan memberi bantuan apapun karena ia juga tak bisa membuka pinnya, dan jika makin disimpan malah dengan itu polisi akan membuat dia makin diseret hukum.Sempat berada di titik stuck, tidak tahu harus berbuat apa dan memulai dari mana, namun tiba tiba teringat sebuah file tersembunyi di ponsel, kutekan tombol power dan ternyata batrainya hampir habis, tapi aku lega mereka tak merusaknya mengingat aku punya senjata di memory benda pipih berlogo apel itu.Tak ada pilihan lain, aku juga teringat seseorang
"Tante ... aku cariin Tante sejak pertama kali Tante gak pulang, kemana aja," ujarnya sambil menangis."Aku ada masalah dengan Papamu," jawabku."Papa?" Gadis itu langsung menghentikan tangisannya dan nampak amat terkejut."Iya, dia yang sudah membuatku terbaring di sini, nyaris melumpuhkan dan membunuhku," "Ta-tapi kenapa? Bukankah Tante istrinya Papa, lalu kenapa bisa begitu?""Entahlah, hanya dia dan Allah yang tahu.""Aku menyayangi Tante seperti Mamaku, kenapa Papa harus berbuat setega itu?""Memang dia bilang apa denganmu tentangku?""Dia bilang Tante ssakit, tapi aku curiga karena Imel dan Siska ikut menghilang sannpergi dari rumah, balasnya mengusap air mata."Mungkin kita tak bisa serumah lagi, Nak,," ujarku sambil menggenggam tangannya."Kenapa, Tante sama Papa mau cerai?""Iya, dia bahkan hendak memenjarakannaku tanpa alasan andai tidak ada yang turun tangan menegaskan masalah ini, sekali aku minta maaf karena kita tak akan bersama lagi," balasku sambil mengusap wajahnya
"Aku kenal seorang polisi korup, dia cukup dekat dengan Kapolda, jika Nyonya mau, mungkin aku bisa menjaminkan Suryadi dengan menemuinya." Pria itu terlihat memicingkan mata meminta pendapatku."Itu ide bagus, tidakkah mereka curiga kenapa seorang preman mau menjamin Suryadi?""Kenapa tidak, memangnya Anda pikir aku akan menggunakan identitas asli, sebagai seseorang yang kerap menjadi buruan polisi, Aku tidak bisa hidup tanpa menggandakan identitas Nyonya," bisiknya sambil tertawa miring."Kau benar, kadang aku pun ngeri dengan berurusan denganmu, salah langkah atau kurang uang selembar saja resikonya jauh lebih mengerikan daripada penjara," balasku tertawa."Sebetulnya aku melakukan bisnis ini demi uang namun ada beberapa hal yang tidak aku lakukan untuk keuntungan semata," jawabnya sambil mengedarkan pandangan ke segala arah."Jika begitu, lakukan apa yang menurutmu baik," balasku.Tiba tiba dari monitor kamera koridor yang terlihat dari balik panel kaca kamarku, kami dapat mel
Kedatangan orang itu memang mengejutkan, dia yang pernah melayani keluargaku dengan baik dan sempat berkonflik denganku karena membela Suryadi kini sudah berdiri di sini menyapa sopan lalu mengambil tempat duduk."Apa kabar Ibu?""Baik, Hendra, aku tak pernah menyangka kau akan datang, entah harus senang atau heran, tapi aku bersyukur atau kemurahan hatimu," balasku pelan."Saya merasa prihatin atas kabar yang terdengar terakhir kali, terlebih mengetahui bahwa Ibu yang sedang hamil disakiti," jawabnya."Terima kasih atas perhatianmu, bagaimana kabar istri anakmu?" tanyaku."Baik, Nyonya.""Oh, syukurlah."Sesaaat suasana menjadi hening dan kaku, aku dan Hendra sama sama diam, tak tahu harus membahas apa."Bagaimana kabar Letkol Suryadi sekarang?""Dia masih ditahan di kantor polisi," balasku."Bukannya beliau sudah bebas?""Iya, tapi ditahan lagi, itu juga karena aku," jawabku menerawang jauh."Pak Yadi tidaklah jahat, dia hanya salah langka karena menyukai Nyonya Kartika, Tapi saya
Kubenahi rambut dan wajahku yang berantakan, aku merutuk karena pria itu menyakiti rahangku, demi Tuhan aku akan bersumpah bahwa dia akan membayarnya.Kini aku harus mencatat daftar panjang orang-orang yang akan aku tuntut dengan pembalasan. Ada William, Didit, Heri, dan sinoembuat masalah Kartika. Mereka bertiga sahabat yang harus dihancurkan.Tiba tiba muncul sesuatu dalam benakku, ide untuk mengadu domba mereka semua dan membuat mereka saling berselisih paham dan saling mencurigai. Perlahan kepercayaan satu sama lain akan tergerus dan hancur tak bersisa, lalu setelahnya, kuhancurkan mereka semua secara hukum juga.Tapi sejujurnya aku pun belum tahu akan memulai dari mana, sulit menentukan mana orang yang benar-benar bisa dipercaya dan mana yang tidak, mana yang tulus dan mana yang hanya modus, mana yang kawan mana yang berpura-pura menjadi kawan lalu menusuk."Aku harus segera menghubungi pengacaraku," batinku sambil meraih ponselku.Tak lama sambungan terhubung, pria yang sudah
Setelah mengambil semua surat menyurat yang sudah dibuat ulang dari kantor kuasa hukum kami, aku segera mengajak Bendi untuk pergi menjemput Mas Suryadi ke gerbang Rutan Pondok kopi.Mobil kami meluncur di jalan aspal yang mulus lalu berputar di lingkar Selatan dan menuju pinggir kota dimana pusat lembaga pemasyarakatan itu berada."Kamu yakin bahwa papa akan keluar jam 1 siang?""Iya mah begitu informasi yang aku dengar dari Pak Efendy dan petugas sipir yang menelponku," balasnya."Mudah-mudahan lancar ya," gumamku sembari berharap semoga berita tentang kebebasan Mas Yadi bukan hanya lobi semata antara polisi dan TNI, sementara pada kenyataannya hal itu tidak pernah terjadi."Apa semuanya akan aman bendi?""Kita harus tetap waspada nyonya, anda pun sekarang berada dalam incaran," balasnya."Apa? Apa maksudnya?""Lihat mobil Chevrolet hitam yang sedang mengikuti di belakang kita? Sejak dari rumah sakit tadi mobil itu terus mengikuti dan mengawasi, aku rasa mereka memang sudah mengi