"Hah, tak kusangka kau bisa menemukan sakinah, bagaimana kau bisa keluar dari penjara?" tanya Mas Didit dengan sorot mata tajam, namun ia tak mampu menyembunyikan keterkejutan."Dikurung dalam benteng besi pun aku tetap akan keluar menyelamatkan Sakinah," jawab Mas Yadi sambil menodongkan sepucuk senjata."... Jangan bergerak kalian sebelum kupecahkan kepala kalian," ancamnya pada petugas kesehatan yang merayap hendak kabur dari tempat itu."Manis sekali karena kau datang untuk membela mantan istrimu, tapi, jangan sok jagoan Suryadi, ini adalah masalahku dan istriku, kau tidak berhak ikut campur, pergilah dari tempat ini dan kembalilah ke selmu, sebelum aku memberimu hukuman yang lebih berat karena sudah kabur dari penjara.""Sebelum kau melakukan itu, aku sudah membunuhmu!" Mas Yadi mendekat dengan langkah cepat, dia terlihat geram, ditambah sorot mata yang berkilat dipenuhi amarah.Mas Didit juga tidak kalah sigapnya langsung maju dan mengeluarkan senjata dari belakang kemejanya,
Aku nyaris terlempar dari mobil jeeep yang berjalan dengan kencang dan menabrak apa saja yang menghadang.Pria yang sedang mengemudi di depanku, dia mengenakan topi hitam, rambutnya dia potong cepak tipis, dan sorot mata coklatnya yang dulu pernah meneduhkan hatiku, kini terlihat berapi-api dengan apa yang terjadi. Namun di sisi lain, padaku hari ini, dia kembali menatap dengan sorot yang sama, penuh makna mendalam, seperti tatapannya dulu, ketika ia masih menjadi milikku, hanya milikku."Hati hati, Mas!" Aku menjerit ketakutan, karena kami terus diberondong tembakan senjata. Kaca belakang pecah, tapi tidak semua, suara peluru yang berdesing membentur body mobil dan teriakan para anggota Mas Didit yang menyuruh kami berhenti, aku seolah berada di perang dunia ketiga, seram sekali."Duduklah, berpegangan, aku akan membawamu keluar dari neraka ini.""Tempat apa ini?""Pulau isolasi bagi pasien gila dan rehabilitasi narkoba yang parah.""Ya Allah ..." Aku hanya mampu menangis sejadi-ja
Aku masih berada di Aku nyaris terlempar dari mobil jeeep yang berjalan dengan kencang dan menabrak apa saja yang menghadang.Pria yang sedang mengemudi di depanku, dia mengenakan topi hitam, rambutnya dia potong cepak tipis, dan sorot mata coklatnya yang dulu pernah meneduhkan hatiku, kini terlihat berapi-api dengan apa yang terjadi. Namun di sisi lain, padaku hari ini, dia kembali menatap dengan sorot yang sama, penuh makna mendalam, seperti tatapannya dulu, ketika ia masih menjadi milikku, hanya milikku."Hati hati, Mas!" Aku menjerit ketakutan, karena kami terus diberondong tembakan senjata. Kaca belakang pecah, tapi tidak semua, suara peluru yang berdesing membentur body mobil dan teriakan para anggota Mas Didit yang menyuruh kami berhenti, aku seolah berada di perang dunia ketiga, seram sekali."Duduklah, berpegangan, aku akan membawamu keluar dari neraka ini.""Tempat apa ini?""Pulau isolasi bagi pasien gila dan rehabilitasi narkoba yang parah.""Ya Allah ..." Aku hanya mamp
Bismillah ya Allah.Aku terus terbaring gelisah hingga hari berganti kegelapan, bagaimana anak anakku, apa yang sudah terjadi pada mereka membuatku makin sulit tenang di tempat tidur ini. Andai diri ini bisa berlari pasti aku akan melakukan sesuatu dan mencegah kemungkinan buruk secepat yang kubisa, namun apa daya, tungkai dan kaki ini seolah mati rasa, sulit bergerak dan tak kuasa menopang bobot badan.Apalagi yang bisa kulakukan selain banyak berdoa dan mengingat Allah, memohon keajaiban, semoga kedua anakku bisa lepas dari pria jahat itu.Aku khawatir Didit juga menjauhkan mereka dariku dan menyuntikkannya obat bius, hal terburuk adalah ... hal yang tidak akan dibayangkan seorang ibu di dunia ini, kemungkinan terburuknya dia akan melecehkan putriku, tapi nauzubillah, mudah-mudahan tidak.Tiba tiba pintu ruang rawatku terbuka, dua orang angota polisi masuk, mengagetkan dan cukup membuatku takut hingga terlonjak dari posisi berbaring."Apa yang kalian inginkan?""Kami akan membawa
Kendaraan Jenazah rumah sakit berhenti tepat di depan rumah kami, Sirine dimatikan sejak tadi gar anak buah Mas Yadi bisa memantau keadaan rumah kami. Di sana suasana lengang dan lampu dimatikan, seperti tidak ada orang."Sepertinya rumah kosong Nyonya," bisik pria yang kuasumsikan sebagai komandan mereka."Bisa jadi Didit meminta anak anak agar tak menyalakan lampu rumah, Pak. Kita harus periksa.""Satu orang menyamar dan mengetuk ke sana!" Perintah pria itu pada anak buahnya."Siap, laksanakan." Seorang bergegas turun dan menuju halaman rumahku.Aku dan semua temannya mengintip, mencoba memastikan. Dan ternyata memang benar, tidak ada orang di sana."Bagaimana?""Siap, Kosong.""Oh baiklah, ayo naik dan kita bergegas pergi.""Tapi bisa jadi mereka dibekap di dalam Pak," sanggahku."Rumahnya terkunci dan sepi, Nyonya, mungkin kereka sudah pergi.""Pergi kemana?" tanyaku panik."Kemana anak nyonya biasanya pergi bersembunyi.""Kalo gak ke rumah nenek mereka, pasti ke rumah kami ata
"Apa yang dilakukan pengecut sepertimu tidak lain hanya bisa mengancam orang lain dengan senjata," ujarku sinis."Jangan menguji kesabaranku Sakinah," desisnya geram."Kenapa tidak, bukankah kau punya kekuasaan dan mampu kau salah gunakan untuk melakukan apapun?""Aku benar-benar akan menghabisimu nanti!" Ia menodongkan senjatanya."Lakukan saja sekarang berapa harus ditunda?""Jadi kau sungguh menantangku?""Aku tidak pernah main-main." Kuneranikan diri menatap wajahnya yang bengis dan licik."Aku bisa melakukan apa saja untuk membuatmu menyerah!" teriakkmya mendekatkan wajah hingga mata kami saling beradu dari jarak dekat."Di mana anakku?!""Aku tidak pernah melibatkannya!""Jangan bohong! lepaskan dia sebelumkau akan menyesal!" teriakku marah, dan tak sanggup membendung emosi lagi. "Wanita bodoh ini ... mencoba mengancamku, akui saja situasi sudah tidak mendukungmu!" "Jangan meremehkanku, Didit," balasku kesal."Katakan saja yang kau inginkan adalah harta, sehingga kau rela m
Ini adalah hari ketiga, berjuang untuk melepaskan diri dan anakku dari Didit dan pendukungnya. Dengan diantar mobil Van, aku berusaha menyusuri tempat yang mungkin dijadikan Didit sebagai tempat menyandera anakkku.Sebenarnya para pengawal memintaku untuk tidak perlu ikut karena aku bisa saja ditangkap kembali dan dijadikan alat untuk melemahkan semua orang, tapi aku tidak mau menyerah begitu saja, Aku ingin turun tangan sendiri untuk menyaksikan Bagaimana keadaan anakku dan melepaskan dari dari belenggu.Kau titipkan Siskaa di rumah nenek mereka dan meninggalkan dua orang pengawal untuk mengawasi tempat itu, rasanya tak aman membawanya serta denganku.Mobil meluncur dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan kota yang berkelipan oleh lampu lampu gedung."Antar saya ke penjara tempat Mas Yadi ditahan." Aku memerintahkan mereka untuk membelokkan mobil."Tapi nyonya ... saya rasa bukan saat yang tepat untuk mendatangi Pak Yadi.""Bagaimana jika kita menunda dan ternyata dia sudah meningg
Tok....Tok Pintu kuketuk keras dan ketika beberapa detik berikutnya gerbang terbuka, kulihat wajah seorang wanita menggunakan daster panjang dan jilbab, ia sedikit kaget melihatku yang masih menggunakan baju rumah sakit dan berjalan dipapah pengawal berpakaian hitam dan menutup wajahnya dengan masker dan kacamata, wanita itu terlihat heran."Cari siapa?""Kolonel william.""Tapi ini sudah malam, kolonel William sedang tidur.""Katakan bahwa Sakinah ingin menemuinya," perintahku "Apakah beliau sudah mengenal Nyonya?""Sudah, dia tahu persis siapa saya. Katakan bahwa ini menyangkut tentang Heri jika kolonel William tidak segera menemuiku maka dia akan menyesalinya.""Baik Nyonya, akan saya panggilkan pak William."Wanita itu bergegas masuk ke dalam dan memanggil pria yang aku maksud. Hingga Tak lama kemudian pria itu datang dan melihatku dari kejauhan dia sudah memasang wajah tidak senang."Ada apa mencariku?""Mohon izin langsung saja, saya tahu Suami saya dan anak Anda telah ber