"Gimana, Bu, tadi dirumah, Tante?" tanya Hana ketika sudah masuk ke dalam rumah.
"Alhamdulillah, semua hampir beres. Kamu sudah minta ijin kalau lusa ada acara keluarga?" tanya ibu Hana yang duduk di kursi ruang tamu. Hari ini ibu Hana pergi ke rumah saudaranya, tante Mila yang sedang mempersiapkan lamaran untuk anak beliau."Belum, Bu, besok rencananya Hana mau bilang ke, Mas Marco," ia masuk ke dalam kamar meletakkan tasnya di atas meja rias di samping tempat tidur.Hana merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan dari puncak. Ada perasaan khawatir jika ada saudara terdekatnya menikah. Khawatir akan pertanyaan orang-orang jika bertemu nanti. Hana yang sudah dua puluh lima tahun belum juga mempunyai pasangan. Ia sampai bosan karena ditanya terus menerus walaupun sambil bercanda. Jika bisa memilih, ia tidak akan hadir di acara keluarga."Ya, sudah. Mandi dulu sana. Baru tidur", ucap ibu saat berada di depan pintu kamar Hana.Hana beranjak dari tempat tidur bergegas mandi. Badannya terasa lengket. Hana melengkahkan kakinya gontai.š¼š¼š¼'Drrtt ... drtttt'Ponsel Hana yang berada di atas meja bergetar. Ia membuka pesan ternyata dari Yudha.Yudha : sudah sampai rumah, Han?Hana : Sudah, baru aja selesai mandiHana meletakkan kembali ponselnya setelah membalas pesan dari Yudha. Tak lama, ponselnya kembali bergetar. Badannya yang lelah tidak menjadi halangan bagi Hana untuk tetap membalas pesan-pesan dari Yudha. Awalnya mau langsur tidur. Malah berlanjut sampai hampir tengah malam.Sementara itu, ketika ibunya hendak ke dapur, terlihat lampu kamar Hana yang masih menyela dari pintu yang tidak tertutup rapat. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar Hana, terlihat Hana masih asik dengan ponselnya di atas tempat tidur"Loh, belum tidur? tidak capek. Besok kerja. Sudah tidur sana," tegur ibu Hana ketika melihat ia masih belum tidur. Malah masih asik dengan ponsel di tangannya."Bu, sini deh," panggil Hana seraya bangun dari tempat tidur meminta Ibunya duduk bersamanya dengan menepuk-nepuk kasur.Hana menunjukkan foto Yudha yang ada di ponsel. Ia menatap ke arah ibunya. "Gimana, Bu?"."Memangnya, ini siapa?" tanya ibu. "Sini, coba liat," Ibu mengambil ponsel yang ada di tangan Hana.Tampak sebuah foto yang menjadi foto profil W******p Yudha. Ia mengenakan kemeja hitam, celana jeans berwarna cream yang pas di tubuhnya. Ditambah, rambut yang rapi membuat dirinya terlihat semakin tampan."Yudha, Bu. Ganteng?" Tanya Hana."Ganteng. Tapi, ingat yang penting itu agama dan akhlaknya. Bukan gantengnya," Ibu mengusap kepala Hana yang duduk di hadapannya."Iya, Bu. Hana paham kok. Yudha rajin loh bu salat nya. Tadi aja, dia jadi imam pas salat," jelas Hana teringat saat Yudha menjadi imam."Ya, sudah tidur gih. Besok kerja ...,""Iya, Buu ...."š¼š¼š¼š¼Sebuah bangku kosong di taman yang dipenuhi dengan bunga warna warni terihat indah. Hana melangkahkan kakinya untuk duduk di sana. Tak lama, ia melihat satu sosok samar dari kejauhan berjalan ke arahnya. Semakin dekat, semakin jelas sosok tersebut. Yudha, ia sekarang berdiri di hadapan dirinya. Memberikan senyum yang membuat hati siapa saja yang melihatnya jatuh cinta.Tubuh tinggi, badan yang terlihat pas ketika mengenakan kemeja, serta tatapan mata yang teduh membuat Hana yang melihat semakin membuatnya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia. Sebuah senyum indah terlukis di bibir tipis Hana.Yudha mengambil duduk di samping Hana. Menatap lurus ke depan. "Aku senang bisa pergi bersamamu," kali ini Yudah menatap Hana."Aku juga. Lain kali kita bisa pergi lagi bersama," Hana memberikan senyum terbaiknya lagi.Yudha meraih tangan Hana dan menggenggamnya erat. Tangan mereka tertaut seakan tak bisa terlepaskan. Mata mereka saling menatap. Menyelami keindahan mata satu sama lain. Meberikan senyum indah di bibir mereka masing-masing.'GREP'Tiba-tiba Risa datang entah dari mana menarik Yudha. Membuat perasaan Hana yang dipenuhi kebahagian berubah menjadi rasa tidak suka.Tanpa bicara satu patah kata pun. Mereka berdua pergi, dengan bergandengan tangan sambil bercengkrama dengan bahagia. Meninggal Hana yang duduk termenung sendirian di bangku kosong taman. Sepi, tak ada seorang pun. Hana memilih untuk mengejar mereka yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang begitu saja seperti ditelan bumi."Hah ... Hah ...," deru nafas Hana tidak beraturan. Ia memegang dadanya yang turun naik begitu cepat dengan mata yang masih mengatur intensitas cahaya lampu tidur yang menerangi gelapnya kamar.MIMPIHana baru saja bermimpi. Ia mengingat kembali awal mimpi yang membuat ia senang, namun sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi kaku. Dalam mimpinya muncul Risa yang menarik Yudha, kemudian membawanya pergi."Bisa-bisanya aku mimpi mereka," gumam Hana yang masih mengatur nafas mereka. Rupanya sosok Yudha yang baru saja sehari membuatnya senang terekam ke alam bawah sadarnya, atau bisa jadi karena terkahir chat dengan Yudha sampai akhirnya terbawa mimpi.Hana menatap ke arah jam dinding rustic berbentuk lingakaran yang ada di dalam kamar. Jam 04.15. Ia lupa jam berapa ia tidur sebelumnya. Matanya masih terasa berat. Serasa ada tumpukan batu yang membuat matanya masih berat untuk dibuka.Selang beberapa menit ia sudah bisa membuka mata dengan normal. Hana mengambil ponsel yang ada di atas meja yang ada di samping tempat tidur. Tidak ada pesan apa pun dari Yudha saat terakhir ia membalas pesan Yudha. Ada perasaan sedih muncul ketika mengetahuinya. Seakan-akan Hana berharap saat ia membuka mata dan memeriksa ponsel sudah ada balasan dari Yudha tentang rencana mereka akan pergi kemana."Apa benar, ya ... Yudha ada hubungan sama Risa."Hana membatin saat melihat last seen Yudha dan Risa sama. Sedangkan pesannya dikirim jauh sebelum Last seen terakhir mereka."Hana berangkat dulu bu, Assalamu'alaikum ...," Hana berpamitan, tak lupa sebelum pergi ia mencium tangan Ibunya.Sebenarnya, ia cukup lelah karena perjalanan kemarin dan harus berangkat pagi. Terlebih lagi ia tidur larut malam. Menempuh perjalanan kurang lebih dua puluh menit Hana akhirnya sampai di tempat kerja. Baru saja ia mematikan motornya di depan Studio, ia melihat Yudha keluar. "Mau kemana, Yud?" tanya Hana yang sedang hendak menyalakan sepeda motornya. "Ada urusan bentar, aku keluar dulu, ya," Yudha bergegas pergi. Hana mengiyakan, kemudian masuk ke Studio. Ia melihat Anisa duduk di meja kerjanya. "Assalamu'alaikum ...," sapa Hana."Wa'alaikumsalam ... kurang tidur kamu, Han?" tanya Anisa saat melihat Hana, matanya tampak sayu."Keliatan banget, ya, An?" Hana mengambil cermin kecil di dalam tas. Ia menghela nafas, matanya masih terlihat bengkak akibat kurang tidur. "Kamu gak capek?""Sudah biasa, Han ...," jawab Anisa menaik turunkan alisnya. Benar juga Anisa sudah sering
'Aku mau berangkat. Ketemuan di sana, ya.'Sebuah pesan yang dikirim Hana kepada Yudha. Hari ini mereka berencana untuk pergi keluar untuk makan. Sejak hari mereka pergi ke puncak. Mereka berdua semakin dekat.Mereka sepakat untuk bertemu disebuah kafe yang berada di tengah-tengah tempat mereka tinggal.Jarum jam tangan Hana menunjukkan jam tujuh lewat lima belas. Sudah lewat lima belas menit dari jam janjian. Batang hidung Yudha masih belum terlihat. Pesannya pun masih belum dibaca. Hana mulai gelisah. Apa ada sesuatu terjadi? tanya Hana dalam hati. Beberapa kali ia memeriksa ponselnya. Tidak ada pemberitahuan apapun.Ting! sebuah pesan masuk.Anisa : Han .. keluar, yuk. Ternyata dari Anisa. "Apa aku ajak Anisa juga, ya?" batin Hana. Ia menatap sekitar, siapa tahu Yudha sudah datang. Nihil. Belum juga terlihat. "Tapi, kalo Anisa ikut terus Yudha datang ... jawab apa?" lagi-lagi ia membatin. Karena tidak ada yang tahu dirinya dan Yudha dekat.Hana mencoba menghubungi Yudha. Hanya buny
"Ok ... Aku udah mulai ngerti. Jadi, setelah Risa diterima di pemerintahan, Yudha batalin ... karena itu tadi, Ibunya?" "Dia bilang gak bisa menikah secepatnya. Dia gak mau aku nunggu lama tanpa kepastian kapan dilaksanakan. Dia bebasin aku, kalo aku mau jalan sama siapa. Tau-taunya beberapa bulan kemudian dia nikah sama, Risa," jelas Hana. Terlihat gurat kesedihan di wajahnya.Anisa mulai mengerti, kenapa saat itu Hana tidak hadir ke pernikahan Yudha. Sosial media gak berteman lagi. Lalu, saat di kantor Hana lebih banyak diam. Diajak keluar pun Hana banyak alasan saat itu. Ternyata alasannya adalah Yudha."Gila sih, cuma si Risa di terima kerja di pemerintahan. Dia nikahin, Risa. Aku udah curiga juga sih, Han. Risa tu sering banget cari-cari perhatian, Yudha. Terus suka posting-posting Yudha. Kamu gak curiga?""Curiga pasti. Tapi, kamu tahu sendiri kan, An ... Yudha selalu jawab. Dekat karena satu proyek atau satu tim."Anisa menghela nafas mendengar cerita Hana. Bisa-bisanya Yudha
"Yud ... tadi di kantor, gimana?" tanya Ibu Yudha saat Yudha sampai di rumah. Baru saja ia meletakkan tas di kamar Ibunya tiba-tiba masuk."Kaya biasa. Kenapa emang, Bu?""Gak, kali aja gitu ... Hana cerita apa sama, Kamu. Soalnya tadi Ibu ketemu dia," kata Ibu Yudha, kemudian berjalan hendak keluar kamar."Terus Ibu ngomong sesuatu sama, Hana?" tanya Yudha sedikit penasaran."Cuma saling sapa aja, kok. Terus ya udah ...," jawab Ibu Yudha bergegas keluar kamar. Ia bersyukur Hana tidak cerita jika ia bertemu dengan dirinya. Selain itu, yang lebih penting Hana tidak cerita jika dirinya meminjam uang. Sebenarnya, Ibu Yudha merasa malu karena ketahuan makan-makan diluar. Takut jika ketahuan ia berbohong meminjam uang dengan alasan membeli kebutuhan pokok tapi ternyata malah pergi bersama teman.Tring tring!Ponsel yang ada di dalam tas Yudha berbunyi. Ia segera mengangkat telepon tersebut. "Halo ... Yang ...," ucap Yudha pada si penelpon yang ternyata adalah istrinya Yudha."Besok jempu
"Bu ... ini martabak pesanan, Ibu," Yudha meletakkan martabak di atas meja. Kemudian, mereka berdua Yudha dan Risa masuk ke dalam kamar mengganti pakaian untuk membersihkan diri setelah seharian diluar.Malam itu semua sedang berkumpul di ruang tengah. Menikmati martabak yang Yudha beli sambil menonton tayangan di televisi. "Ris, jalan-jalan dulu gimana sebelum kamu balik ke tempat kerja?" ajak Ibu Yudha dengan wajah sumringah. Mengalihkan perhatian mereka yang ada di sana dengan mengajak menantunya pergi. Ia akan selalu mengajak Risa pergi jika pulang. Tentunya, ia akan mendapatkan sesuatu yang baru, seperti baju, tas, sepatu, make up atau yang lainnya seperti dulu jika ia mengajaknya pergi."Liat nanti, ya, Bu ... kalau Risa gak capek." sahut Risa dengan santai tanpa mengalihkan pandanganya dari layar ponsel. Membuat Ibu Yudha sedikit kesal. Yudha yang duduk di sampingnya pun menyenggol lengan Risa pelan. "Main ponselnya bisa nanti lagi, gak?" tegur Yudha pelan. "Ibu lagi bicara s
āKamu kapan, Han? tuh Syifa udah lamaran, kamu nya masih aja belum ada pasangan,ā celetuk Tante Mila.Hana yang mendengar perkataan itu, merasa sedikit risih saat pertanyaan itu di lontarkan di depan keluarga yang lain. Entah pertanyaan keberapa kali yang sudah ia dengar.Hana menatap tante Mila. āDoakan cepet nyusul Syifa, Tante ā¦,ā tak mudah bagi Hana untuk tersenyum. Seolah semua baik-baik saja padahal hati sudah perih. Apalagi kejadian ia batal tunangan masih jelas di ingatannya.āJodoh gak ada yang tau kapan datangnya, cukup doakan semoga dapat yang terbaik,ā kali ini paman Syakir yang begitu dihormati dikeluarga Hana buka suara. Beliau kakak tertua Ibu Hana sementara tante Mila adalah adik dari Ibunya. Mereka tiga bersaudara.āAlhamdulillah masih ada yang belainā ucap Hana dalam hati. Jika ada Ifa, Tante Mila pasti tidak akan berkata seperti itu, karena ifa akan membalas ucapannya. Hana memilih berada di dapur membantu sepupu yang lain menyiapkan makanan. Kedua anak paman Syaki
"Kamu pulang malam ini, Ris?" tanya Ibu Yudha pada Risa yang baru saja pulang pelatihan. Ia pulang sendiri, karena Yudha ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan."Iya, Bu. Biar subuh sudah di sana," jawab Risa yang sedang duduk di ruang tamu. Meminum air mineral yang ia bawa dari tempat pelatihan. "Bu, aku nanti kayaknya mau beli motor baru, biar di tempat kerja enak mau ke mana-mana. Gak enak nebeng atau pinjam motor temen terus.""Ya, beli aja. Asal ada uangnya aja," Ibu Yudha menyetujui niat Risa. Namun, ia juga sedikit khawatir. Kalau-kalau Risa minta belikan sama Yudha. Sejak nikah sama Risa, uang bulanan diberikan Yudha berkurang. Ya, walaupun suaminya masih kerja namun hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tidak bisa memenuhi gaya hidupnya. "Ada, sih bu. Mau cari yang bekas aja.""Bekas? kenapa gak kredit yang baru? eh Ris, kenapa gak beli mobil. Kan bisa SK kamu taruh di bank buat jaminan," usul Ibu Yudha yang membuat Risa mengeryitkan dahinya bingung. Ibu Yudha mengusu
Hana sudah siap menyalakan motornya saat tiba-tiba Yudha sudah ada datang di depan rumahnya. Hati Hana berdegub kencang. Ada apa Yudha datang pagi-pagi pikirnya. Jika Yudha masih berstatus single tidak masalah. Namun sekarang, ia sudah berstatus sebagai suami. Seandainya ada yang melihanya atau ada yang mengenali Yudha, apa jadinya nanti pikir Hana.āBerangkat sama aku aja, Han,ā ucap Yudha saat turun dari motor.āGak usah. Aku pakai motor sendiri aja,ā Hana tetap berada di ats motornya.āSekalian aja, toh hari ini kita kerja bareng. Lumayan jauh juga,ā rayu Yudha agar Hana mau berangkat bersama dirinya.Hana masih tampak ragu, namun yang dikatakan Yudha ada benarnya. Hari ini mereka ada kerjaan lumayan jauh bersama yang lain. Sekitar satu jam perjalanan.āUdahlah,ā Yudha mengambil kunci motor Hana. āSama aku aja.āāBerangkat barengnya nanti dari studio aja. Biar ke studio aku naik motor sendiri aja. Gak enak diliat yang lain.āāKenapa? Takut Ali tau?ā tanya Yudha, ia menunggu jawaban