Share

BAB 5 - Mimpi

"Gimana, Bu, tadi dirumah, Tante?" tanya Hana ketika sudah masuk ke dalam rumah.

"Alhamdulillah, semua hampir beres. Kamu sudah minta ijin kalau lusa ada acara keluarga?" tanya ibu Hana yang duduk di kursi ruang tamu. Hari ini ibu Hana pergi ke rumah saudaranya, tante Mila yang sedang mempersiapkan lamaran untuk anak beliau.

"Belum, Bu, besok rencananya Hana mau bilang ke, Mas Marco," ia masuk ke dalam kamar meletakkan tasnya di atas meja rias di samping tempat tidur.

Hana merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan dari puncak. Ada perasaan khawatir jika ada saudara terdekatnya menikah. Khawatir akan pertanyaan orang-orang jika bertemu nanti. Hana yang sudah dua puluh lima tahun belum juga mempunyai pasangan. Ia sampai bosan karena ditanya terus menerus walaupun sambil bercanda. Jika bisa memilih, ia tidak akan hadir di acara keluarga.

"Ya, sudah. Mandi dulu sana. Baru tidur", ucap ibu saat berada di depan pintu kamar Hana.

Hana beranjak dari tempat tidur bergegas mandi. Badannya terasa lengket. Hana melengkahkan kakinya gontai.

šŸŒ¼šŸŒ¼šŸŒ¼

'Drrtt ... drtttt'

Ponsel Hana yang berada di atas meja bergetar. Ia membuka pesan ternyata dari Yudha.

Yudha : sudah sampai rumah, Han?

Hana : Sudah, baru aja selesai mandi

Hana meletakkan kembali ponselnya setelah membalas pesan dari Yudha. Tak lama, ponselnya kembali bergetar. Badannya yang lelah tidak menjadi halangan bagi Hana untuk tetap membalas pesan-pesan dari Yudha. Awalnya mau langsur tidur. Malah berlanjut sampai hampir tengah malam.

Sementara itu, ketika ibunya hendak ke dapur, terlihat lampu kamar Hana yang masih menyela dari pintu yang tidak tertutup rapat. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar Hana, terlihat Hana masih asik dengan ponselnya di atas tempat tidur

"Loh, belum tidur? tidak capek. Besok kerja. Sudah tidur sana," tegur ibu Hana ketika melihat ia masih belum tidur. Malah masih asik dengan ponsel di tangannya.

"Bu, sini deh," panggil Hana seraya bangun dari tempat tidur meminta Ibunya duduk bersamanya dengan menepuk-nepuk kasur.

Hana menunjukkan foto Yudha yang ada di ponsel. Ia menatap ke arah ibunya. "Gimana, Bu?".

"Memangnya, ini siapa?" tanya ibu. "Sini, coba liat," Ibu mengambil ponsel yang ada di tangan Hana.

Tampak sebuah foto yang menjadi foto profil W******p Yudha. Ia mengenakan kemeja hitam, celana jeans berwarna cream yang pas di tubuhnya. Ditambah, rambut yang rapi membuat dirinya terlihat semakin tampan.

"Yudha, Bu. Ganteng?" Tanya Hana.

"Ganteng. Tapi, ingat yang penting itu agama dan akhlaknya. Bukan gantengnya," Ibu mengusap kepala Hana yang duduk di hadapannya.

"Iya, Bu. Hana paham kok. Yudha rajin loh bu salat nya. Tadi aja, dia jadi imam pas salat," jelas Hana teringat saat Yudha menjadi imam.

"Ya, sudah tidur gih. Besok kerja ...,"

"Iya, Buu ...."

šŸŒ¼šŸŒ¼šŸŒ¼šŸŒ¼

Sebuah bangku kosong di taman yang dipenuhi dengan bunga warna warni terihat indah. Hana melangkahkan kakinya untuk duduk di sana. Tak lama, ia melihat satu sosok samar dari kejauhan berjalan ke arahnya. Semakin dekat, semakin jelas sosok tersebut. Yudha, ia sekarang berdiri di hadapan dirinya. Memberikan senyum yang membuat hati siapa saja yang melihatnya jatuh cinta.

Tubuh tinggi, badan yang terlihat pas ketika mengenakan kemeja, serta tatapan mata yang teduh membuat Hana yang melihat semakin membuatnya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia. Sebuah senyum indah terlukis di bibir tipis Hana.

Yudha mengambil duduk di samping Hana. Menatap lurus ke depan. "Aku senang bisa pergi bersamamu," kali ini Yudah menatap Hana.

"Aku juga. Lain kali kita bisa pergi lagi bersama," Hana memberikan senyum terbaiknya lagi.

Yudha meraih tangan Hana dan menggenggamnya erat. Tangan mereka tertaut seakan tak bisa terlepaskan. Mata mereka saling menatap. Menyelami keindahan mata satu sama lain. Meberikan senyum indah di bibir mereka masing-masing.

'GREP'

Tiba-tiba Risa datang entah dari mana menarik Yudha. Membuat perasaan Hana yang dipenuhi kebahagian berubah menjadi rasa tidak suka.

Tanpa bicara satu patah kata pun. Mereka berdua pergi, dengan bergandengan tangan sambil bercengkrama dengan bahagia. Meninggal Hana yang duduk termenung sendirian di bangku kosong taman. Sepi, tak ada seorang pun. Hana memilih untuk mengejar mereka yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang begitu saja seperti ditelan bumi.

"Hah ... Hah ...," deru nafas Hana tidak beraturan. Ia memegang dadanya yang turun naik begitu cepat dengan mata yang masih mengatur intensitas cahaya lampu tidur yang menerangi gelapnya kamar.

MIMPI

Hana baru saja bermimpi. Ia mengingat kembali awal mimpi yang membuat ia senang, namun sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi kaku. Dalam mimpinya muncul Risa yang menarik Yudha, kemudian membawanya pergi.

"Bisa-bisanya aku mimpi mereka," gumam Hana yang masih mengatur nafas mereka. Rupanya sosok Yudha yang baru saja sehari membuatnya senang terekam ke alam bawah sadarnya, atau bisa jadi karena terkahir chat dengan Yudha sampai akhirnya terbawa mimpi.

Hana menatap ke arah jam dinding rustic berbentuk lingakaran yang ada di dalam kamar. Jam 04.15. Ia lupa jam berapa ia tidur sebelumnya. Matanya masih terasa berat. Serasa ada tumpukan batu yang membuat matanya masih berat untuk dibuka.

Selang beberapa menit ia sudah bisa membuka mata dengan normal. Hana mengambil ponsel yang ada di atas meja yang ada di samping tempat tidur. Tidak ada pesan apa pun dari Yudha saat terakhir ia membalas pesan Yudha. Ada perasaan sedih muncul ketika mengetahuinya. Seakan-akan Hana berharap saat ia membuka mata dan memeriksa ponsel sudah ada balasan dari Yudha tentang rencana mereka akan pergi kemana.

"Apa benar, ya ... Yudha ada hubungan sama Risa."

Hana membatin saat melihat last seen Yudha dan Risa sama. Sedangkan pesannya dikirim jauh sebelum Last seen terakhir mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status