Pria itu nampak kaget untuk beberapa saat melihat Kayla yang menyambutnya. Detik berikutnya ia melihat ke arah Ibu dan aku. Sementara wanita yang keluar dari pintu lain berjalan sambil menatapku sinis. "Itu Riko bersama .... " Pertanyaan Ibu tertahan."Itu Mas Riko bersama istri barunya."Ibu tak menjawab lagi, wanita yang sudah kuanggap Ibu kandungku itu nampaknya tidak enak hati. Dalam hati aku menggerutu kenapa taksi yang aku pesan belom juga datang. Aku berusaha untuk tenang ketika Mas Riko dan pelakor itu bergerak mendekat. Mata pria itu menelisik ke arahku. Sepertinya Mas Riko kaget melihat penampilanku yang jauh berbeda depan kemarin-kemarin. Beruntung, gamis yang aku kenakan saat ini adalah best seller di butik. Aku juga sempat memoles wajah ini dengan riasan tipis. Jelas saja Mas Riko pasti pangling melihatku meski kulit wajahku belum se-glowing Alin.'Bagaimana, Mas, aku cantik 'kan kalau dirawat?"Keduanya semakin mendekat, beberapa langkah lagi mereka akan sampai di hada
"Maafkan Ibu yang selalu merepotkanmu." Sekali lagi Ibu merangkulku. Setelah itu aku pun bermaksud pergi, kalau saja ponselku tidak berbunyi. Kebetulan, ini kesempatan untuk menunjukkan ponsel mahalku pada Mas Riko dan jalang itu. Aku berhenti tepat di samping Alin yang masih memberikan lirikan sinis padaku. Agak kesusahan lantaran sedang menggendong Kayla, akhirnya aku bisa merogoh tas branded yang kemarin dipesankan oleh Gina dengan barang-barang lainnya. Sengaja sedikit kuangkat tas berwarna maroon itu agar Alin bisa melihatnya. Rupanya Gina yang menghubungiku. Dengan percaya diri kugeser tanda hijau di layar ponsel. Sengaja kuhadapkan bagian belakang ponsel ke arah Alin dan Mas Riko. "Ya, Gin. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, Bu.""Ada apa, Gin?""Ada yang mau pesen baju untuk seragam acara resepsi pernikahan, tapi katanya ingin bertemu dengan owner butiknya. Apa Ibu masih lama perginya?""Satu jam lagi aku sampai di sana. Kalau beliau bersikeras ingin bertemu, mohon sabar me
Pov RikoSaat ini Lisa benar-benar menjadi wanita yang berbeda di mataku. Setelah kemarin dia berani pergi dari rumah ini, sekarang dia tidak mau menunjukkan di mana kunci kamar itu disembunyikan. Aku yakin, benda itu bukan terjatuh, tapi Lisa sengaja menyembunyikannya.Lisa yang selama lima tahun ini kukenal sebagai wanita yang penurut. Kini berubah jadi wanita yang menyebalkan, padahal dulu dia selalu mengikuti apa yang aku katakan termasuk untuk berhemat. Tapi sekarang membalas pesanku pun dia tidak mau, menerima telepon juga terkesan santai.Aku sudah menanyakannya secara baik-baik tentang kunci itu, tapi dia bilang kunci itu jatuh di sekitar halaman rumah. Namun setelah aku cari memang tidak ada dan Lisa bersikeras tidak mau menjawab. Siang ini aku kembali mengirim pesan untuk menanyakan keberadaan kunci itu, tapi jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Memangnya apa yang dia lakukan di rumahnya Mbak Tika. Aku yakin di sana dia hanya bantu-bantu membereskan rumah. Rumah Mbak Lisa i
"Coba lihat ini!" Tangan kanannya teracung, sontak saja aku terbelalak melihat benda yang dipegang Alin."Di mana kamu temukan benda sialan itu?!" Aku menunjuk tiga buah anak kunci yang bergantung di antara jemari Alin."Di sini, Mas. Di dekat rak bumbu." Alin menunjuk toples-toples kecil yang berderet, tempat biasanya Lisa menyimpan bumbu. Di sampingnya terdapat toples bertuliskan gula dan kopi."Apa ini kunci kamar yang hilang itu?" tanya Alin menyelidik."Benar, ini kunci kamar sialan itu." Aku mendengus kesal lantaran benda itu yang kemarin sempat membuatku masuk got. Benda itu pula yang menyebabkan aku kehilangan uang ratusan ribu untuk membayar tukang. Kepergian Lisa benar-benar kesialan bagiku, hanya karena masalah kunci saja aku sudah rugi dua kali."Sepertinya Mbak Lisa sengaja mengerjai kita, Mas. Dia pasti iri dengan kebahagiaan kita." Suara Alin berubah manja."Ya sudah, buatkan kopinya. Aku akan melanjutkan bersih-bersih."Aku pun kembali melangkah menuju tiga pintu yang
Aku membuang nafas perlahan, Alin adalah wanita karir yang tidak bisa kupaksakan mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi terpaksa besok aku harus mencari jasa pembantu."Baiklah, besok aku cari pembantu untuk beres-beres di rumah dan mengerjakan pekerjaan lainnya. Supaya istri cantikku ini tidak kecapean.""Nah begitu dong, Mas. Itu tandanya kamu sayang sama aku. Tapi nyari pembantunya jangan yang muda, harus bibi-bibi yang sudah tua.""Loh kenapa? Bukannya yang muda itu bagus? Masih kuat tidak mudah capek.""Ih, enggak ah, nanti yang muda itu malah keganjenan. Sudah banyak kasus majikan ada main sama pembantu.""Kamu itu kebanyakan nonton sinetron, jadi pikirannya suka kemana-mana.""Nggak. Pokoknya harus bibi-bibi yang tua, jangan yang masih muda. Titik!""Apa sih yang bisa aku lakukan untuk istriku ini." Aku tidak bisa membantah Alin. Aku selalu berusaha membuatnya bahagia dan menuruti semua keinginannya demi untuk melihat wanita itu tersenyum. Besoknya, atas rekomendasi salah seorang t
Kusalami Ibu sambil menggendong Kayla yang tadi menyambutku di halaman rumah. Anak ini sepertinya rindu padaku, kasihan juga Kayla, dia belum mengerti apa-apa tentang rumitnya rumah tangga dan kini harus berada diantara orang tua yang sudah tidak utuh. Kulirik sekilas Lisa yang kini berdiri tak banyak bergerak. Kuakui sekarang penampilannya memang terlihat lebih elegan. Beda dengan Lisa yang dulu, pakaian seadanya dan tidak terawat, kenapa sekarang berubah jadi cemerlang seperti baku lusuh yang baru saja direndam oleh deterjen tujuh hari tujuh malam.Mataku terbelalak ketika Ibu memamerkan beberapa lembar uang yang berada di genggamannya, yang katanya itu pemberian dari Lisa. Aku benar-benar melihat bisa sebagai orang lain. Pakaian branded, penampilan ala sosialita dan banyak uang. Kenapa Lisa bisa berubah dalam sekejap. Jika memang dia punya pekerjaan, lalu pekerjaan apa? Bukankah selama ini Lisa tidak punya pengalaman bekerja, kecuali dulu kerja di butik sewaktu sebelum menikah den
"Kok ngancamnya gitu sih, Sayang?" Aku menggeser duduk, mendekati Alin, tapi wanita itu ikut bergeser."Mas kenapa, sih, deket-deket. Gerah tahu mana di sini nggak ada AC lagi," ucap Alin sambil mengibaskan telapak tangan di depan wajahnya. Matanya melirik, menyapu seisi ruangan yang memang tidak ber-ac. Rumah Ibu sangat sederhana, dulu ayah bukan pegawai yang mempunyai jabatan tinggi. Jadi hidup kami terbilang pas-pasan. Itu sebabnya aku memaksakan diri untuk kuliah lalu punya pekerjaan supaya hidupku tidak susah seperti Ayah dan Ibu. Beruntung Lisa mau diajak sederhana. Hingga dalam usia lima tahun pernikahan kami, aku sudah punya rumah dan mobil dengan gajiku yang terbilang lebih dari cukup, tapi tidak bisa dibilang banyak juga. Dan sekarang aku menikah dengan Alin, aku berharap kekayaanku akan bertambah banyak karena kami sama-sama berpenghasilan.Selang beberapa menit, Ibu datang sambil membawa nampan berisi makanan. Lalu obrolan basa-basi pun mengalir dari mulut Ibu. Alin hanya
Pov LisaAku merasa puas, setidaknya pertemuan kemarin dengan Mas Riko dan Alin bisa membuatku sedikit berbangga. Melihat ekspresi mereka yang melongo ketika Ibu memperlihatkan uang pemberianku, sebenarnya aku ingin bersorak. Secara tidak langsung aku sudah menunjukkan pada Mas Riko kalau aku bisa hidup lebih baik tanpa dia, terbukti bisa memberi lebih pada Ibu.Aku pun mulai mencintai pekerjaanku. Seharian menghabiskan waktu di butik membuatku bisa melupakan kelamnya kehidupan rumah tanggaku bersama Mas Riko. Coba saja dulu Mas Riko bisa menerima istri yang berpenghasilan maka aku akan menunjukkan pekerjaan ini. Tak tahunya sekarang dia memilih Alin wanita bekerja yang ia bangga-banggakan. Sebenarnya yang ia sukai dari Alin itu penampilannya atau penghasilannya.Fokus mengurus butik, sampai aku tidak sempat membuka ponsel jadul di mana Mas Riko sering menghubungi ke sana. Malahan tadi pagi pas aku cek baterainya habis dan aku tidak berniat menambah dayanya. Sehari-hari Aku menggunaka