Bab 18Adi berjalan menuju ke ruangannya. Sesekali dia bersiul sambil mengulas senyum tipis saat bertemu karyawan lain. Pria itu merasa bangga karena kinerjanya kini tak lagi diragukan oleh Handi. Dia bahkan hanya perlu menunggu waktu untuk memanen hasil kerja kerasnya."Wih, Pak Adi keliatannya lagi happy, nih?" tanya salah satu karyawan yang seringkali menjilat.Adi terkekeh pelan sambil menepuk pundak pria itu. "Pastinya, dong! Makanya … kamu kerja yang benar biar bisa dipuji sama atasan," sindirnya.Pria itu tersenyum kecut. Perkataan Adi barusan jauh lebih mirip seperti sebuah hinaan. Walau Adi memang tersenyum saat mengatakannya, namun hal itu tak mengurangi sedikitpun rasa sakit hati dari orang yang mendengarnya"Sudah dulu, ya. Maklum, orang sibuk kerjaannya banyak!" Setelahnya, Adi pergi menjauh meninggalkan seorang karyawan yang kini tampak mengepalkan tangannya dengan erat."Dasar orang belagu! Lihat saja nanti, dia bakal kena batunya sendiri!"Adi menghentikan langkahnya s
Bab 19Siti membuka ruang kerja milik Handi. Diliriknya ruangan yang lebarnya tidak lebih dari 5x5 meter itu tampak rapi dan juga bersih.Perlahan ia masuk sambil membawa sebuah kemoceng di tangannya. Tanpa menunggu lagi, Siti mulai membersihkan setiap sudut ruangan itu. Dia tak perlu menghabiskan banyak waktu apalagi tenaga untuk membersihkannya. Sebab Handi selalu merapikan barang-barangnya sendiri. Wanita itu beralih membersihkan sebuah rak yang diisi berbagai buku. Namun tiba-tiba pandangannya teralihkan pada sebuah buku bersampul biru muda. Buku itu tampak paling berbeda diantara buku yang lainnya. Rasa penasaran membuatnya refleks mengulurkan tangan dan meraih buku itu. Ternyata buku bersampul biru muda itu adalah sebuah novel romansa.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Dia merasa cukup heran. Sebab Handi terlihat seperti orang yang tak menyukai hal-hal manis, apalagi berhubungan dengan romantisme."Aneh ... apa beliau menyukai novel seperti ini?
Bab 20Yayuk meletakkan segelas kopi yang baru saja diseruputnya. Pandangan matanya tanpa kosong karena ada banyak hal yang membuat kepalanya terasa berdenyut nyeri.Mungkin Adi memang sudah menyelesaikan masalah tentang laporan keuangan bulanan. Tapi entah mengapa hatinya terasa gelisah.Hatinya diliputi dengan rasa takut karena selama ini dia telah berbuat kecurangan agar bisa mendapatkan lebih banyak uang.'Apa sebaiknya aku diam dulu selama beberapa hari ke depan, ya?' batinnya.Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya perlahan. Yayuk terpekik kaget sambil menoleh dengan tatapan terkejut."Adi?!"Bukannya merasa bersalah karena telah mengejutkan Yayuk, Adi justru mengulas senyum tipis.Wajah Yayuk kini tanpa kesal karena tadi sempat membuatnya merasa khawatir dan juga bertindak dengan semena-mena."Ngapain datang kesini?" tanyanya dengan nada bicara yang terdengar.Kening Adi tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Dia lantas menarik kursi dan duduk tepat di samping Yayu
Bab 21Setelah Handi sampai di rumahnya, dia bergegas naik ke lantai atas menuju kamar pribadinya untuk membersihkan diri karena kini pakaiannya tampak cukup basah.Namun sebelum langkahnya memasuki anak tangga, Putri tiba-tiba memanggil namanya."Om Handi!"Langkah Handi terhenti seketika dan pria itu menoleh ke arah sosok gadis kecil yang berdiri tak jauh darinya. Wajah tampannya yang diguyur air hujan kini tampak sedikit pucat."Om ... makan malamnya sebentar lagi siap," ungkap gadis itu.Handi mengangguk kecil. Dia lantas berjalan menaiki tangga dan meninggalkan gadis kecil yang masih berdiri di tempatnya.Hujan deras masih mengguyur kota, bahkan sesekali terdengar petir menggelegar langit.Handi masuk ke kamar mandi dan menyalakan shower. Air hangat kini mulai membasahi tubuh atletisnya secara perlahan. Tak ingin membuang waktu terlalu lama, Handi menyelesaikan acara mandinya dan segera memakai pakaiannya.Dia menatap ke arah luar dari jendela kamar. Udara dingin membuatnya sedi
Bab 22Adi keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk kecil yang melingkar di pinggangnya. Sesekali terdengar siulan keluar dari mulutnya. Dia makin tak sabar untuk menerima Yayuk."Aku udah mandi, nih. Mau kita mulai sekarang?" selorohnya sambil mengangkat wajah yang sejak tadi menunduk.Namun saat itulah matanya tampak membulat dengan sempurna karena tak ada seorangpun di dalam kamar."Lho, dimana dia?"Adi sangat yakin sebelum dia masuk ke kamar mandi, Yayuk masih ada di sana.'Tapi apa-apaan ini?' batinnya.Pria itu mencoba mencari ke setiap sudut kamar. Namun tetap saja tak menemukan Yayuk. Adi lantas meraih ponselnya yang tergeletak di atas kasur dan mencoba untuk menghubungi wanita itu. Namun meski beberapa kali mencoba untuk menelepon, Yayuk tak kunjung mengangkatnya.Kening Adi tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu. Bahkan Yayuk tidak mengirimkan pesan apapun."Sebenarnya dia pergi kemana, sih?!" Kesal, itulah yang dirasakan oleh Adi.Padahal adik kecilnya ki
Bab 23Handi mengulurkan sebuah amplop pada Siti. Mata wanita itu kini tampak berbinar dan membungkukkan badannya sejenak sebagai tanda terima kasih karena dia telah mendapatkan upah untuk pertama kalinya."Terima kasih, Pak Handi. Saya akan bekerja lebih baik lagi," ujarnya.Handi mengangguk pelan. "Oh, ya. Tolong panggilkan Putri," perintahnya.Kening Siti tampak berkerut hingga kedua alisnya saling menyatu satu sama lain. Namun dia hanya bisa mengangguk patuh dan bergegas keluar untuk memanggil anaknya.Setelah menuruni tangga, matanya tampak memicing saat melihat sosok gadis kecil yang kini tengah sibuk menata piring di atas meja makan."Putri," panggilnya.Putri yang merasa namanya dipanggil sontak langsung menoleh dan mendekat ke arah ibunya."Iya, Bu. Ada apa?"Siti mengelus pelan puncak kepala putrinya dengan lembut. Seulas senyum tipis tampak merekah di wajahnya secara perlahan."Pak Handi memintamu untuk pergi ke ruang kerjanya, Nak. Pergilah," tuturnya.Wajah gadis kecil it
Bab 24Siti menyimpan amplop berisi uang gajinya ke dalam dompet. Seulas senyum tipis tampak menghiasi wajah ayunya yang tampak kelelahan.Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, dia berhasil mendapatkan uang hasil dari kerja kerasnya."Alhamdulillah, Ya Allah."Siti tak memungkiri rasa bahagia yang kini menyelimuti hati kecilnya. Bahkan setiap menit, lantunan syukur terucap dari bibir ranumnya.Dulu, Siti seringkali diremehkan oleh Adi dan ibu mertuanya. Tak jarang dia harus menelan pil pahit karena dihina habis-habisan. Padahal setiap nominal yang dia keluarkan hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tapi setiap hal yang dilakukannya seolah dianggap salah oleh Adi. Terlebih lagi saat suaminya kembali dihasut oleh ibunya.Siti menghela napas perlahan. Tak ada waktu baginya untuk terus mengingat masa lalunya. Sekarang dia harus fokus dengan pekerjaannya serta pendidikan Putri. Sebentar lagi, gadis kecil itu akan memasuki sekolah dasar.Siti yakin kalau uang yang dia keluarkan
Bab 25Bu Retno baru saja pulang setelah pergi bertemu dengan para teman sosialitanya. Dia bahkan menghabiskan uang yang siang tadi dirikim oleh Adi, untuk mentraktir teman-temannya. Tentu saja hal itu sengaja dilakukannya agar bisa dipandang tinggi dan juga terhormat. Bu Retno sangat yakinteman-temannya akan semakin kagum, sekaligus iri. Dia berdendang riang saat memasuki rumah. Namun keningnya tampak berkerut saat lampu rumahnya belum dinyalakan."Apa Adi belum pulang?" gumamnya lirih sambil mencari saklar lampu.Begitu lampu dinyalakan, wanita paruh baya itu terpekik kaget saat melihat sosok pria tampak tak karuan tengah duduk tepat di sofa sambil menatapnya dengan tajam."Adi?! Kenapa kamu kayak hantu, sih? Bikin Ibu jantungan aja!" bentaknya kesal sambil mengusap-usap dadanya.Detak jantungnya kini bahkan masih berpacu kencang. Andai saja dia memiliki riwayat penyakit jantung, mungkin kini nyawanya telah melayang.Bukannya merasa bersalah karena telah mengejutkan ibunya, Adi han