"Uhuk-uhuk!" Aksi Alicia ini membuat Lisa terbatuk. Ia tak menyangka teman baiknya itu akan berbicara omong kosong.Alicia mengedipkan matanya dan melihat reaksi Ian dengan rasa ingin tahu. Ia mengambil kerupuk putih dari kotak di meja konter dan menggigitnya sedikit seraya menunggu reaksi pria tampan di hadapannya itu.Tak tahan dengan sikap temannya, Lisa berteriak, "Alicia!" Wajah Lisa sedikit merah saat ia menatap Alicia dan mulai menggelitik pinggangnya."Hahaha, geli sekali … padahal aku membantumu menyatakan perasaanmu, Kak Lisa." Alicia terkikik tidak kuat menahan geli.“Jika kamu menggelitikku, aku akan balas menggelitikmu juga!” Alicia menggigit kerupuknya dan meletakkan tangannya di pinggang Lisa.“Alicia, jangan bicara omong kosong! Aku tidak ingat pernah berkata seperti itu!” Lisa memiringkan kepalanya ke samping, wajahnya sedikit merah. Ia sendiri bahkan tidak tahu mengapa dirinya bereaksi seperti itu.Padahal, baru saja beberapa hari yang lalu, Lisa berkata pada Ian bah
“Kamu yang anjing! Oh maaf, tidak. Kamu yang kucing dan akulah anjingnya. Aaauuuu~” balas Alicia seperti seorang anak kecil.“Aaauuuu itu suara serigala!” bantah Lisa. Ia menatap Alicia seperti orang idiot.“Hmmp! Aku tidak peduli, aku tidak peduli! Aaauuuu terdengar lebih galak dibanding guk-guk!” Alicia mendengus.“Menurutku guk-guk jauh lebih cocok untukmu, anjing.”Mendengar ucapan Lisa, Alicia tetap bersikukuh. “Aaauuuu~ aku tidak mau guk-guk! Aku akan memukulmu jika kamu tidak setuju!”Lisa tidak takut. “Ayo sini, aku cakar kamu, nyaa~”Melihat tingkah keduanya, Kakek Sugiono memasang wajah aneh. Tidak hanya Kakek Sugiono, beberapa pengunjung yang masih makan di sana juga melihat ke arah Lisa dan Alicia dengan tatapan aneh. Untungnya mereka berdua memakai topi, sehingga tidak banyak orang menyadari bahwa mereka berdua adalah artis terkenal.Kakek Sugiono lalu bertanya pada Ian yang masih memasak. “Apa kedua teman wanitamu sehat? Mereka bukan pasien rumah sakit jiwa yang kabur k
Melihat datangnya pria mesum itu, Lisa dan Alicia mundur beberapa langkah sambil berteriak. Di saat yang sama, sang sopir pribadi milik Alicia melihat ada yang tidak beres dan turun dari mobil. Namun, tetap saja dengan jarak di antaranya ketiganya, dia tidak akan sempat menghentikan pria berbadan kekar tersebut.Pada saat-saat kritis tersebut, Ian mendadak muncul di belakang pria yang sedang berlari itu. Ia meraih bahunya, dan menariknya ke samping, membuatnya terjatuh.Ian berjalan ke depan Lisa dan berbalik menghadap pria berbadan kekar itu, melindungi Lisa di belakangnya. Ia memandang pria mesum yang itu dengan dingin.“Kedua wanita itu telah memberimu tanda tangan mereka. Apa kamu kurang puas? Jelas-jelas permintaanmu telah ditolak, namun kamu tetap memaksakan kehendakmu. Kamu telah bertindak terlalu jauh!” tegas Ian, matanya menyorot tajam pria berbadan kekar yang mulai kembali berdiri.“Itu bukan urusanmu!” Pria itu balas memelototi Ian.“Mereka adalah pelangganku, jadi tentu s
"Kak, aku takut ..." Suara Jeni bergetar, sepasang mata coklatnya terbuka lebar, penuh dengan rasa takut. Dia bersembunyi di balik bayangan pria berambut klimis."Jangan khawatir, Jeni," kata Theo, suaranya lembut dan menenangkan, tangannya mengusap-usap rambut Jeni dengan gerakan yang menghibur. "Selama aku di sini, tidak ada yang akan menyakitimu."Jeni, gadis berambut lurus panjang itu, mengangguk, matanya masih basah. "Terima kasih, Kak Theo ..."Theo dan Jeni, dua bersaudara yang terjebak dalam kehidupan sulit. Keduanya ditinggal oleh ibu mereka dua tahun lalu, dan sekarang mereka telah ditinggalkan oleh ayah mereka, Robert, seorang penjudi kompulsif yang lebih sering berada di meja judi daripada ada di rumah. Karena kebiasaannya itu, hutang Robert telah menumpuk, hingga mencapai ratusan juta. Sebagai pengangguran, tentu saja dia tidak memiliki uang untuk membayarnya.Semakin hari, bunga pinjaman tinggi yang diberikan rentenir membuat hutang Robert semakin tinggi. Hutang yang awa
Theo perlahan membuka matanya, merasakan sakit yang melanda seluruh tubuhnya. Saat penglihatannya semakin jelas, Theo menyadari bahwa ia sedang mengenakan gaun rumah sakit, seperti yang biasa dikenakan oleh pasien yang akan menjalani operasi.Rasa bingung menyelimuti pikirannya saat Theo mencoba menyusun kembali apa yang telah terjadi. Dengan hati-hati, Theo bangkit dan merasakan nyeri di sisi tubuhnya. Ketika ia melihat ke bawah, Theo melihat bekas jahitan yang masih belum mengering. “Apa mereka telah mengambil ginjalku?” gumamnya seraya menahan rasa sakit.Lingkungan sekitarnya tidak dikenal baginya. Ruangan tempat Theo berada terlihat seperti ruang penyimpanan, dengan pencahayaan redup dan penuh dengan peti dan kotak. Dengan kaki yang gemetar, Theo berhasil berdiri dan tersandung menuju pintu. Saat Theo berjalan di lorong, ia merasa ada rasa kegelisahan yang menghampirinya. “Jeni, tunggu aku … Kakak pasti akan melindungimu!”Theo terus berjalan, hingga akhirnya, ia mencapai sebuah
Ian merasakan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya saat ia berkendara menggunakan becak motornya. Ia berkendara menuju rumahnya di perumahan Galaxy Lake, melewati lampu-lampu kota yang berwarna-warni menyinari jalanan yang ramai di kota Surabaya. Ia menikmati perjalanan malam itu, dengan melintasi jalan-jalan yang dikenalnya dengan baik.Namun, saat Ian melintasi Jalan Pemuda, tiba-tiba suasana berubah drastis. Jalanan yang biasanya padat dengan kendaraan dan pejalan kaki, kini menjadi sepi. Tidak ada satu kendaraan pun yang lewat, dan tidak ada manusia yang terlihat di sepanjang jalan. Ian merasa heran dan mengernyitkan dahinya. "Apa yang terjadi? Kenapa jalan ini sepi sekali? Padahal saat ini jam pulang kerja, seharusnya jalanan ini sangat padat."Firasat yang tidak enak mulai menghampiri Ian. Ia memutuskan untuk mempercepat laju becak motornya. Namun, ketika ia telah melewati air mancur di Jalan Pemuda, tiba-tiba saja ia kembali berada di ujung Jalan Pemuda. Padahal seharusnya ia suda
"A-aku sudah menduga bahwa Ian dapat membunuh mereka dengan mudah, tapi ..." Ardy melihat ke sekeliling dan terperana dengan pemandangan horor ini. "Aku tak menyangka dia dapat membunuh mereka semua hanya dalam satu serangan!" gumamnya pada diri sendiri, terlihat adanya rasa takut yang mendalam di matanya.Tidak jauh dari Ardy, seorang pria berambut gondrong tersenyum lebar. Senyumnya yang penuh kepuasan terpancar di wajahnya. Jaket kulit yang melambai-lambai terkena angin yang bertiup kencang dari serangan Ian. "Seperti yang diharapkan, orang yang mampu mengalahkan seorang Grand Master Bela Diri memang luar biasa," ucapnya dengan nada yang penuh kekaguman.Pria berambut gondrong itu perlahan-lahan mendekati Ian, sambil melepas jaket kulitnya. Gerakan lamat-lamat itu mengisyaratkan sesuatu yang lebih besar. "Bocah tampan, ayo lawan aku! Aku akan menunjukkan kekuatan dari Sistem Werewolf!" serunya dengan penuh semangat.Saat ia menyelesaikan perkataannya, tubuh pria berambut gondrong
Sebuah semburan cahaya merah memenuhi seluruh bidang pandang Ian, membuat detak jantungnya berdegup lebih cepat. Seolah-olah, jantungnya tengah memperingatkan Ian akan datangnya bahaya dalam eaktu dekat Dengan sigap, Ian melompat tinggi, berusaha menghindari serangan yang mendekat. Kilat merah yang membentuk pola jaring, dengan kecepatan luar biasa menerjang aspal dan meratakan apa pun yang berada di jalannya. Tiga gedung raksasa di sekitarnya roboh, menciptakan getaran yang kuat dan awan debu yang meluas ke segala arah.Meski berhasil melompat tinggi, Ian tidak sepenuhnya selamat. Gelombang angin tajam yang dihasilkan oleh kilat merah itu menghampirinya. Reflek, Ian langsung menyilangkan kedua tangannya ke depan, berusaha melindungi diri dari gelombang angin. Namun, kekuatan gelombang angin takam tersebut tetap mendorong tubuhnya, membuatnya terpental ke belakang seperti bola sepak yang ditendang. Dengan keras, Ian mendarat di antara puing-puing gedung yang runtuh.Bam!Getaran sua