‘A-Allen? Dia benar-benar Allen?’ gumam Sienna di dalam hati. Gadis itu terlihat sangat syok. Saking tidak percayanya dengan matanya sendiri, Sienna menggosok kedua matanya berulang kali untuk memastikan lebih jelas. Namun, ia masih tidak yakin dengan pandangannya sendiri dan mengira jika mungkin saja ia salah lihat. Sayangnya, tetap saja sosok Allen berdiri dengan nyata di depannya. Pria itu berdiri paling depan dengan posisi membelakangi Sienna saat ini. Pria itu tidak menyadari keberadaan Sienna karena terhalangi oleh kerumunan orang yang berdiri di depan gadis itu. Namun, Sienna sangat bersyukur pria itu tidak memperhatikannya karena ia tidak tahu wajah seperti apa yang harus ditunjukkan di hadapan mantan kekasihnya itu. Amarah dan kekesalan yang pernah terbesit di dalam benaknya selama dua tahun terakhir ini seakan menguap begitu saja saat melihat pria itu. Namun, kesedihan dan kekecewaan terhadap pria itu kembali muncul di dalam hatinya. Kening Oliver mengernyit melihat pe
Suara tawa kecil pun meluncur dari bibir Oliver. “Apa segitu khawatirnya kamu dengannya? Baru kali ini aku melihat kamu tergerak saat aku membahas tentang wanita,” ledeknya. Lucas memalingkan wajahnya sejenak. Ia sadar telah kelepasan kendali dan terjebak dalam siasat Oliver. Helaan napas kasar berembus dari bibir Lucas. Oliver masih saja menertawakannya hingga membuatnya semakin kesal. “Oliver, aku tidak ingin bermain denganmu. Berhenti mengelabuiku. Hari ini Sienna tidak masuk.” “Aku tidak mengelabuimu. Tadi Sienna memang dikejar wartawan di bawah sana dan hampir saja terjatuh kalau bukan aku yang menolongnya. Kalau bukan karena aku, pasti akan ada tambahan berita panas lainnya yang muncul tentang gadis itu,” tukas Oliver dengan bangga. “Apa kamu bilang?” Alis Lucas bertaut. Tanpa menunggu jawaban Oliver, ia langsung membuka layar laptopnya dan memeriksa monitor kamera pengawas yang terhubung di sana. Terlihat jelas sosok Sienna yang sedang merapikan meja kerjanya. Lucas sanga
“Kamu … kamu dan dia sudah melakukannya?”Lucas tercengang mendengar tuduhan konyol yang diberikan Oliver padanya. Tutup bolpoin di tangannya langsung melayang dan mengenai kening sahabatnya tersebut."Bisakah kamu berhenti memikirkan hal yang menjijikkan?" sungut Lucas.Oliver hanya menyengir. “Jadi sebenarnya apa alasanmu berpacaran dengannya, Luke? Tidak seperti dirimu saja,” lanjutnya yang masih belum puas sebelum mendapatkan jawaban dari sahabatnya tersebut.Selama ini Lucas terlihat sangat cuek terhadap wanita mana pun. Dulu Lucas adalah idola di dalam kampus mereka dan memiliki banyak penggemar wanita cantik yang ingin mengajaknya berkencan. Namun, Lucas tidak pernah memenuhi satu pun ajakan tersebut hingga membuat Kevin maupun Oliver mengira orientasi seksual Lucas memang bermasalah. Bahkan Oliver tahu kalau orang tua Lucas juga masih meragukan hal tersebut sehingga terus menjodohkannya. Lucas tersenyum simpul dan menjawab, “Yang pasti tidak sama sepertimu.”Oliver pun berde
Sienna pun memaksakan seulas senyuman di wajahnya dan menjawab dengan suara yang terdengar menahan amarah, “Mana mungkin saya mengetahuinya, Direktur Morgan.” Melihat ekspresi gadis itu, Lucas malah tertawa kecil. Ia dengan jelas melihat kekesalan gadis itu terhadap dirinya dan seperti biasanya, Sienna berusaha untuk menahan diri di hadapannya. Sienna memandang Lucas dengan bingung. “Ehm, Direktur Morgan, apa ada yang lucu dari jawaban saya?” selidiknya. Perlahan suara tawa Lucas terhenti. Pria itu menggeleng pelan. “Kamu sudah sembuh?” tanyanya, sengaja mengalihkan topik. Sienna mengangguk kecil, lalu ia pun menyadari jika ia belum mengucapkan terima kasih kepada pria itu. “Semalam saya pasti sudah mengagetkan Anda. Terima kasih sudah merawat saya dan maaf kalau saya ... malah merepotkan Anda sampai menghubungi Dokter Wilson segala,” ucap Sienna dengan gugup. “Tidak perlu berterima kasih ataupun meminta maaf. Aku rasa ini adalah hal wajar yang sepantasnya dilakukan oleh seorang
Lucas tercengang selama beberapa saat, lalu ia bergumam dengan ragu, “Pengagum … rahasia?” Sienna menggigit erat bibir bawahnya, lalu mengangguk kecil. Perlahan ia membuka matanya, tetapi masih tidak berani menatap pria itu secara langsung. “Aku sering melihatmu beberapa kali di wawancara media. Aku merasa kamu orang yang menarik dan seorang pekerja keras yang menjadi panutanku," terang Sienna, terpaksa berbohong. 'Panitan? Aku?' Lucas membatin di dalam hati dengan syok. Pria itu memandang Sienna dengan sorot mata tak percaya, tetapi ia berusaha untuk menerima penjelasan gadis itu terlebih dahulu. "Lalu, bantal itu?" tanya Lucas, mengangkat satu alisnya. Sienna berdeham pelan. Ia tersenyum canggung dan menjawab, "Mengenai bantal itu … aku cuma iseng membuatnya,” Hening. Diam-diam Sienna melirik pria itu. Jantungnya telah berdegup cepat, khawatir kebohongannya terbongkar. Namun, Lucas masih tidak memberikan tanggapan apa pun. "Ta-tapi, kamu tenang saja kok. Sekarang aku sudah
“Baiklah. Untuk sementara, aku percaya padamu.” Lucas memutuskan untuk tidak memperpanjang pembahasan mereka terkait “bantal” maupun “penggemar rahasia.”Akan tetapi, Sienna tidak bisa begitu cepat merasa lega. Pria itu kembali berkata, “Tapi, ada hal lain yang ingin kutanyakan padamu, Sienna.”Gadis itu menautkan kedua alisnya, menatap Lucas dengan lekat. ‘Mengapa rasa ingin tahunya begitu besar hari ini? Sebenarnya dia mempercayaiku atau tidak? Apa dia sedang mempermainkanku?’“Semalam kamu mengigau,” lanjut Lucas seraya berdeham canggung.Lamunan Sienna pun teralihkan. Bola matanya telah membulat besar. Seluruh pikirannya telah diliputi rasa khawatir. ‘Ya Tuhan, apa yang aku sudah mengatakan sesuatu hal yang aneh sehingga membuatnya curiga padaku?’ pikirnya.Sienna menatap Lucas lurus-lurus, kemudian bertanya dengan gugup, “Me-memangnya … apa yang sudah aku katakan?”“Sam,” jawab Lucas dengan santai.Kening Sienna mengernyit. “Apa?”“Semalam kamu menyebut ‘Sam’. Siapa dia?” selidik
“Bagaimana kamu bisa seyakin itu?” selidik Lucas, terheran-heran. Namun, Sienna tidak langsung menjawab. Ia tampak termenung sejenak karena teringat dengan mendiang kakak laki-lakinya itu. Setelah berhasil menguasai rasa sedihnya, ia pun berkata, “Selama hidupnya tubuh Sam sangat lemah. Dia tidak bisa keluar rumah terlalu lama dan kalaupun keluar pasti hanya sekitaran rumah saja. Tidak aneh kalau dia tidak punya teman dekat sama sekali.” “Kalaupun dia punya teman, aku tidak mungkin tidak tahu karena kami selalu bersama dulu,” imbuh gadis itu lagi. “Ah, begitu.” Lucas masih belum puas karena firasatnya mengatakan jika kakak laki-laki Sienna mungkin saja adalah sahabat yang ditemuinya dulu. “Apa kamu punya foto kakakmu?” tanya Lucas, memastikan. Sienna menggeleng kecil. “Dulu Nenek sudah membuang semua fotonya karena Mama sangat frustasi dan bersedih atas kehilangan Kakak,” terangnya. Buliran bening kembali mengalir dari sudut matanya. Sienna menyekanya dengan cepat. “Sangat dis
Setelah menyuguhkan secangkir kopi ke ruangan Lucas, Sienna berjalan menuju ke ruangan Manajer Pengembangan Produk yang ada di lantai enam. Ia merasa sangat beruntung karena bisa mendapatkan kesempatan untuk mencari tahu lebih lanjut terkait sosok Allen yang dilihatnya sebelumnya. Sesampainya di dalam ruangan divisi tersebut, Sienna disambut dengan tatapan sinis dan dingin dari para karyawan divisi terkait. Sienna tahu kalau mereka bersikap seperti itu karena berita yang beredar tadi pagi.Awalnya, Sienna berniat mengabaikan hal tersebut. Akan tetapi, langkahnya terhenti ketika mendengar salah seorang wanita yang dikenal Sienna bernama Penelope Burnett berkata, “Dia masih punya muka masuk ke kantor?” Sindiran pedas itu tentu saja ditujukan untuk Sienna. Namun, Sienna tidak ingin memperkeruh situasi dengannya. Ia tahu jika Penelope sangat membencinya. Dulunya Penelope adalah mantan sekretaris Lucas sebelum Sienna. Akan tetapi, baru bekerja satu minggu, Penelope dipindahkan ke divisi