Yang Ilvy tahu, perjalanan menuju hutan Camsart membutuhkan waktu dua hari tanpa berkemah, hanya tidur di tepian api unggun. Tapi saat ayahnya memberikan perintah padanya untuk ikut ke hutan Camsart, mereka hanya membutuhkan waktu satu hari untuk sampai di tepian hutan. Mereka harus masuk ke dalam hutan Camsart selama setengah hari untuk sampai ke pintu masuk tempat tinggal para Effrayante. Begitulah yang dirinya dengar saat ayahnya menjelaskan dengan suara datar penuh bosan.
Ilvy gugup. Dirinya tak tahu alasan sebenarnya dibawa serta ke hutan Camsart. Rumah dimana cerita pengantar tidur yang selalu diceritakan oleh pengasuhnya menjadi nyata. Dirinya belum pernah sekalipun melihat secara langsung kaum Effrayante—kecuali Qeen. Makhluk yang tak pernah terjamah oleh rasa iri dan dengki. Makhluk yang tak pernah mencampuri urusan para manusia.
Ilvy gugup akan yang terjadi nantinya. Dirinya juga tak tahu apa yang akan dilakukan oleh ayahnya. Yang dirinya tahu, kedatang
Ini pertama kalinya dia merasa hangat dan tenang. Rasa yang tak pernah dirinya dapatkan sebelumnya. Rasa yang tak pernah dia dapatkan dari kedua orang tuanya, tempat tinggalnya, teman-temannya, dan juga dirinya sendiri. Ini adalah rasa yang baru. Sensasi hengat yang menyelimuti hati dan seluruh dirinya, dan rasa tenang di kepalanya—tak ada suara bising dari hatinya yang cemas dan takut.Jika Ilvy tahu mati terasa seperti ini, maka dirinya akan memilih mati sejak dulu, jauh sebelum dia bisa melihat kebencian ayahnya dibalik topeng kasih sayang dan juga histeria ibunya yang seperti orang tak waras.Tapi dirinya sadar, mati—secara harfiah—tak akan senyaman ini.Dan dirinya kembali mengulang hal sebelum dia mendapatkan rasa hangat dan nyaman ini.Ilvy sedang bercakap-cakap dengan ayahnya—atau lebih tepatnya usaha yang dia lakukan untuk mendapatkan sedikit informasi dari ayahnya—pada saat tenda mereka didirikan. Dia melihat Xavi b
Danina melihat kegelisahan di wajah seluruh orang. Bahkan makan malam sekarang jauh lebih sunyi dari sebelumnya, sekaligus jauh lebih ramai dari sebelumnya. Biasanya, hanya beberapa Effrayante yang ikut makan malam bersama mereka. Para elf itu akan berjaga setiap malam di pintu-pintu masuk hutan, dan menyisakan sedikit elf yang bergabung. Sitaf juga jarang ikut berkumpul dengan mereka, untuk alasan yang tidak diketahui siapapun.Tapi malam ini, semua orang berkumpul tanpa terkecuali. Seluruh anggota Effrayante duduk menyebar diantara orang-orang yang membuat lingkaran di tepian api unggun. Sitaf duduk diapit oleh ayahnya dan Nareef. Ibunya duduk jauh darinya—duduk di seberang bersama Loo dan Ian. Gaia duduk di dekat kembar Glapyra. Dan dirinya duduk di dekat Xenon yang bersebelahan dengan Aias. Mereka membahas sesuatu secara bisik-bisik—dan Danina tidak mendengar apapun kecuali gumaman tak jelas Xenon.Perlahan gadis itu meremas tangan Xenon yang menggengga
Lorelai berlari. Kaki yang hanya dia gunakan untuk berjalan itu, kini dia gunakan untuk berlari menuju ruang kerja Liam. Kabar yang dia dengar—dia berharap itu hanya sebuah lelucon payah dari sang Raja. Dia berharap Liam hanya mengerjai dirinya dan menertawai saat dirinya sampai di ruang kerja itu.Tapi Liam tidak pernah tertawa lagi saat bersamanya.Tidak lagi, setelah suaminya menjadi Raja.Meskipun Xavi yang menyampaikan kabar padanya dengan raut wajah yang tak terbaca, Lorelai tetap berharap itu hanya sebuah lelucon. Dirinya tidak ingin mempercayai apa yang dia dengar.Di belakangnya, dua pelayannya meminta dia untuk berhenti berlari. Tapi siapa yang tidak akan berlari saat mendengar kabar seperti ini?Putrinya mati.Putrinya yang selalu membuatnya sakit kepala telah dibunuh oleh angota Camsart!Putri kesayangannya telah dibunuh oleh klan yang menjadi kambing hitam!Lorelai membuka ruang kerja Liam dengan dorongan sep
Danina hampir tidak bisa tidur. Disaat Xenon sudah tidur nyenyak di sampingnya—dirinya masih menatap langit-langit rumah pohon, mendengarkan hewan malam yang berbunyi nyaring, dan pikiran yang masih dipenuhi dengan permasalahan yang belum dia putuskan untuk menyelesaikannya.Hingga suara binatang malam mulai tidak terdengar, dirinya tertidur untuk beberapa saat dan kembali terbangun saat langit mengeluarkan semburat merah. Disebelahnya, Xenon masih tertidur dan memeluknya dengan erat.Jadi Danina memutuskan untuk pulang ke rumah, berharap saat dirinya sampai di rumah, ibunya masih tertidur dan tidak mencecarnya dengan pertanyaan. Danina mencium pelan pipi Xenon, membetulkan posisi selimut Xenon kemudian turun dari rumah pohon.Udara di sekitarnya masih terasa dingin, membuatnya mengeratkan kedua tangannya di depan dada. Meskipun udara disini tidak lebih dingin dibandingkan diluar hutan Camsart, tapi Danina benar-benar hampir menggigil. Di sekitarnya, ia bi
“Aku mencintaimu.” Bisiknya lirih. Dirinya berharap makhluk didekatnya itu tidak mendengarnya. “Aku benar-benar mencintaimu.” Bisiknya lagi.Air matanya terasa menusuk-nusuk. Dirinya benci perasaan sentimentil seperti ini. Tapi mendengar penjelasannya, membuatnya memutuskan untuk mengakui perasaannya. “Aku berharap ini hanya omong kosong. Kau mengetahui semuanya dan membuatku seperti orang dungu yang tergila-gila dengan rencana yang kuanggap sempurna—tapi aku tak peduli. Entah bagaimana semua ini berjalan, aku tidak peduli. Aku hanya tidak ingin kau pergi dariku.”Ilvy benci menangis, tapi dirinya tak mampu menahan rasa nyeri di dadanya karena penjelasan Qeen yang masih terasa tak masuk akal. Ia melarikan pandangannya pada kunang-kunang yang menjadi sumber pencahayaan di ruangan itu. Ilvy berusaha untuk memikirkan alasan mengapa mereka menangkap kunang-kunang untuk menjadi pembantu penglihatan di malam hari, atau mengapa
Xavi menyukai pekerjaannya. Terlebih jika pekerjaan itu tentang pembersihan. Menyingkirkan seseorang, membuang mayat—dia menyukai semua pekerjaan kotor itu. Bukan karena dia menyukai anyir darah—baunya membuat kepalanya berdenyut nyeri—tapi karena Raja memberikannya alasan untuk semakin terikat padanya.Juga, banyaknya rahasia Raja yang dia simpan—yang sewaktu-waktu bisa dia gunakan untuk menyelamatkan diri.Hidup pasti tentang membunuh atau dibunuh. Apa salahnya memegang kendali?Seperti beberapa waktu yang lalu, saat Raja menginginkan nyawa seseorang. Putri Gerian adalah miniatur dari sang Raja—penuh tipu muslihat dan licik. Tapi kelicikan Putri Gerian jauh dibawah sang Raja.Saat gadis yang baru saja debutante itu berusaha untuk mencari pengasuh Blyana, Xavi sudah mengetahui keberadaan wanita itu. Bahkan saat bandit itu menangkap Issisia dan membawanya ke Rhauven—Raja sudah menduga hal itu.Lalu saat Putri Ger
Danina melihat gadis itu yang tengah menatapnya dengan senyum yang terkulum. Matanya yang cemerlang tampak penuh dengan rasa penasaran. Juga penuh dendam kesumat. “Dia adalah Putri Gerian—Ilvy Channest.” Suara Sitaf membuatnya kaget. Buru-buru ia mengedipkan mata untuk menyadarkan dirinya.Ia kembali menatap gadis di depannya itu. Disebelah gadis itu, ayahnya menatap dirinya dengan ekspresi hampir menangis, sementara Nareef dan Qeen menatapnya dengan tanpa ekspresi.Danina ingin mengatakan sesuatu, tetapi tenggorokannya tercekat. Kedua tangannya berkeringat, dan kepalanya mendadak berdenyut sakit.Ia tak siap dengan ini semua.Dirinya bahkan belum berani untuk menanyai hal yang dicuri dengarnya beberapa hari yang lalu, dan ia sudah mendapatkan kejutan yang tak menyenangkan ini.“Nareef,” di ujung lapangan—ditepian hutan—suara Gaia menginterupsi mereka. Danina terkejut dengan suara pelan Gaia yang terdengar
Danina menggeleng-gelengkan kepalanya dengan keras. Ia kembali membuka mata dan melihat hutan di depannya. Pohon-pohon berdiri dengan pincang, tanah terasa bergoyang, ia melihat rumput pendek di bawah kakinya bergerak menggulung-gulung.Danina menatap sekeliling. Ia melihat Sitaf menjadi dua, dengan senyum menyeramkan dan tangan yang menggenggam tongkat dengan api diatasnya. Ia melihat Qeen bergerak dengan aneh—meliuk-liuk seperti ular. Dan gadis didepannya itu, menatapnya dengan empat mata yang berwarna merah.Danina merasakan lonjakan di perutnya tiba-tiba. Dengan cepat dia terhuyung ke samping, menjauhi orang-orang aneh yang membuatnya semakin mual.Kakinya terasa seperti tidak bertulang, langkahnya bergerak tidak lurus. Danina tersandung sesuatu dan terjatuh. Tak membuang waktu, ia merangkak ke tepian lapangan dan akhirnya mengeluarkan seluruh isi perutnya.Danina tidak bisa menghilangkan bayangan menyeramkan dan menyedihkan di kepalanya. Danina