Hai para pembaca, ikuti terus ceritaku ya, jangan lupa like, comment dan subscribe juga :)
Suasana haru masih terasa diruang rawat Hilda, Bu Nirmala juga masih terbaring lemas diranjang sebelah Hilda terbaring.Setelah Elisa menguak segala kebohongan dihadapan mereka, Firman mengajak Elisa untuk keluar dari ruangan Hilda.Riana masih berada didalam ruangan, sambil menanti Pak Baskoro, ayah Hilda yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.“Kamu yang ngasih tahu ke wanita itu Ri?” tanya Hilda datar kepada Riana.“Ma-maksud kamu Hil?”Hilda menatap lekat ke arah Riana yang kini tampak kikuk, “kamu bukan yang memberitahu dia jika aku sedang dirumah sakit ini, dan Mas Firman juga disini?”Riana membungkam, dia tak tahu harus berkata apa, ada rasa bersalah didalam hatinya, namun Riana pikir itu bukanlah salahnya.Hening, Hilda memandang ke arah luar jendela, nampak pepohonan yang daunnya kini berguguran tertiup angin yang begitu kencang, dia merasa itulah yang dirasakan dirinya kini.Hilda hanya nampak tegar diluar saja, namun hatinya sungguhlah teramat sangat rapuh, sak
Hari ini Hilda sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawat dia selama dirumah sakit. Dengan dibantu Bu Nirmala, dia membereskan pakaian serta barang bawaannya.Pak Baskoro juga sudah tiba dirumah sakit untuk mengantar Hilda pulang ke rumah. Sejak kejadian yang membuat Bu Nirmala shock, Firman belum menampakkan dirinya kembali dihadapan Hilda dan orang tuanya.“Sudah siap Nak? Sini biar Papa saja yang bawa tas kamu ya,” ucap Pak Baskoro dengan sedikit bergetar sambil meminta tas yang dibawa oleh Hilda.“Maafkan Hilda Pa, Ma,” ucap Hilda sedikit terisak.“Sudahlah Nak, tak ada yang salah, ini sudah takdir, ini ujian sayang. Kita sebagai manusia harus ikhlas menerimanya, harus ikhlas menjalaninya.” Pak Baskoro membelai lembut kedua pipi Hilda, diusapnya air mata Hilda yang mengalir dipipi Hilda.“Hilda sudah mengecewakan Papa dan Mama. Hilda malu Pa,” tangis Hilda pun pecah, kini dia membenamkan wajahnya ke dada sang ayah.Bu Nirmala pun ikut meneteskan air mata, hatinya juga pil
Hilda yang sedang berada diteras balkon atas merasa heran melihat banyak orang berkerumun didepan gerbang rumah, dia juga melihat mobil Pak Baskoro terparkir disana.Gegas dia melangkahkan kaki untuk melihat apa yang sedang terjadi diluar sana. Terdengar juga suara riuh beberapa orang yang ada disana.“Mas Firman?” mata Hilda terbelalak melihat Pak Baskoro dan Firman sedang bersitegang dan dilihat banyak orang yang sedang lewat didepan rumahnya.“Hilda, kenapa kamu ada disini? Ini rumah siapa? Kenapa kamu ga kasih kabar ke aku kalau sudah keluar dari rumah sakit?” cecar Mas Firman kepada Hilda.“Papa tidak mengizinkan dia masuk Nak! Usir dia dari sini!” suara tegas Pak Baskoro melarang Hilda untuk mengajak Firman masuk ke dalam.Hilda menghampiri Pak Baskoro seraya berbisik didaun telinganya, “Pa, izinkan Hilda untuk menyelesaikan masalah ini ya? Lagian malu Pa, disini banyak orang, biarkan Mas Firman masuk ya?”Pak Baskoro menghela nafas dalam, tampak sebenarnya berat untuk mengizink
Kesehatan Hilda kini sudah pulih, dia kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Dia juga kini sudah tinggal dirumahnya sendiri, sebenarnya Bu Nirmala sudah meminta Hilda untuk tetap tinggal dirumahnya saja, namun Hilda menolak.Hilda hanya tinggal sendirian dirumah, sementara Firman masih berada dirumah Elisa. Biarlah, Hilda sudah tak memikirkannya lagi, Hilda akan mengurus perceraiannya dengan Firman setelah bayi yang ada dalam kandungannya lahir.Hilda berpikir biarlah dia menikmati kehamilannya ini seorang diri tanpa didampingi Firman asalkan dia tak mengganggu dan merusuhi kehidupan Hilda.Tok Tok Tok“Permisi, maaf Bu, diluar ada seseorang yang ingin bertemu dengan Ibu,” ucap sekertaris Hilda ketika dia masuk ke dalam ruangan, didalam ruangan Hilda sedang bersama dengan Alex dan asistennya membahas jalannya proyek yang sedang berjalan.“Siapa? Apakah dia sudah membuat janji?” tanya Hilda.“Ibu Elisa Bu. Maaf, tadi saya sudah mengatakannya jika Ibu sedang sibuk hari ini, dan saya
Hilda benar-benar tak tahu dan tak mengerti mengapa Riana bisa tiba-tiba mengundurkan diri dari tempatnya bekerja. Berkali-kali Hilda mencoba menghubungi ponselnya namun tak aktif.Menurut bagian personalia, Riana mengundurkan diri satu minggu yang lalu dengan alasan dia mendapatkan pekerjaan diluar kota.“Sekarang ceritakan kepadaku Hilda, ada apa sebenarnya dengan rumah tangga kamu?” pertanyaan Alex memecah keheningan yang terjadi didalam ruangan. Hilda sedari tadi terlihat seperti orang bingung.“Pulanglah Lex, aku sedang tak ingin diganggu,” tukas Hilda.“Pulang? Aku tak akan pulang sebelum kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tanggamu.” ucap Alex.“Kamu tak berhak tahu tentang urusan rumah tanggaku Lex!”“Aku memang tak berhak tahu, tapi dari kejadian yang baru saja terjadi aku berpikir kamu berhak mendapatkan teman untuk bercerita dan mencari jalan keluar! Aku hanya kasihan terhadap janin yang kini berada dikandungan kamu. Jika kamu stress, itu akan berpeng
PoV HildaSudah satu minggu sejak kedatangan Elisa ke kantorku, Riana masih belum ditemukan. Aku pun juga tak tahu bagaimana kabar dari Mas Firman. Tak sekalipun dia menanyakan kabar kepadaku.Aku juga lebih memilih untuk tinggal dirumah orang tuaku, aku takut jika sewaktu-waktu Elisa datang ke rumah orang tuaku lalu melakukan hal-hal buruk pada mereka. Aku tak ingin hal itu terjadi.[Sudah kau siapkan uangnya?] sebuah pesan dari aplikasi hijau masuk ke ponselku.Tak ada nama yang tertera dipesan tersebut, apa mungkin ini Elisa? Pikirku mencoba menerka-nerka.[Uang apa? Kamu Elisa?] tanyaku membalas pesan tersebut.Belum saja aku menerima balasan, terdengar suara ketukan dari luar ruang kerjaku.“Permisi Bu,” rupanya sekertarisku, aku hanya menganggukkan kepala melihat dia masuk.“Maaf Bu, diluar ada…”“Hilda! Aku mau bicara sama kamu! Kenapa kamu blokir nomor ponselku?” belum saja sekertarisku selesai bicara, rupanya sudah ada perusuh yang masuk ke dalam ruanganku tanpa seizinku.“Ka
Suasana haru menyelimuti proses pemakaman Alifa. Gadis kecil itu menghembuskan nafas terakhirnya saat dalam perjalanan menuju rumah sakit.Elisa berkali-kali jatuh pingsan saat tubuh mungil yang terbungkus dengan kain kafan itu hendak dimasukkan ke dalam liang lahat, sedangkan Firman nampak terpekur menatap jenazaha Alifa.Hilda diam mematung, dia tak menyangka jika gadis yang ditemuinya beberapa waktu lalu meninggalkan dunia ini dengan begitu cepat. Karena buku raport miliknya lah Hilda dapat menguak keluarga kecil suaminya sebelum Hilda dipersunting oleh Firman.“Ayo kita pulang,” Alex mengajak Hilda untuk meninggalkan pemakaman yang mulai sepi. Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih ada dipemakaman.Hilda pun mengangguk pasrah, dia pun melangkahkan kaki meninggalkan pemakaman.“Tunggu!” tiba-tiba saja Elisa berteriak lalu berlari ke arah Hilda yang sedang berjalan menuju ke area parkir kendaraan.“Dasar wanita tak tahu diri! Kamu sudah menjadi pelakor dan kini kamu juga membu
Dengan sedikit berlari, Firman berusaha mengejar Alex yang hendak masuk ke dalam mobil. Setelah kejadian dipemakaman Alifa, Firman tak bisa menghubungi Hilda, ingin menghubungi mertuanya dia tak punya keberanian.“Pak! Pak Alex!” seru Firman ketika hampir sampai dihadapan Alex.Seketika Alex mengurungkan dirinya untuk masuk ke dalam mobil. Pandangannya kini menuju kepada Firman yang nampak terengah-engah.“Anda memanggil saya?” tanya Alex dengan wajah penuh heran.“Iya Pak. Maaf sebelumnya, bagaimana kabar Hilda sekarang Pak? Dia dan janinnya baik-baik saja kan?” cecar Firman yang dengan tanpa malu bertanya pada Alex.Alex mengernyitkan keningnya dengan senyum sinis, “mengapa anda menanyakan kabar istri anda sendiri pada saya? Bukankah anda suaminya?”“Sampai saat ini saya tidak bisa menghubungi dia Pak.”“Lalu apa hubungannya dengan saya?” Alex membalikkan pertanyaan.“Eeemmm, saat kejadian dipemakaman kemarin Pak Alex yang menolong dia. Pak Alex pasti tahu kabar istri saya. Bapak ng