Tidak ada yang tahu apa yang Nur rasakan saat ini.
Menangis pun sudah tidak bisa, air matanya enggan keluar dari penampungan.Diingatnya kembali momen - momen indah bersama Gewa. Ketika hanya Gewa yang merangkulnya saat ia sedih. Ketika hanya Gewa yang mengerti perasaannya.Gewa itu ibarat rumah, tempatnya berpulang, tempatnya bersandar, tempatnya untuk beristirahat, juga berkeluh kesah.Sekarang Nur sudah kehilangan rumahnya.Mimpi dan rencana - rencana yang sudah mereka susun bersama hancurlah kini.Terlepas dari lamunan, wajahnya beralih menatap pintu kamar yang lupa tidak ia tutup, beradu pandang dengan ibu yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
Ibu mengayunkan kakinya perlahan mendekati anaknya yang sedang terbaring lemas.Mengambil posisi duduk disamping Nur, di usapnya lembut puncak kepala putrinya itu."Ibu dan Bapak berharap kamu akan bahagia dengan pernikahan ini Nur. Sungguh tidak ada orang tua yang berniat memberikan hal buruk pada anaknya. Kami sangat menyayangi kamu nak, kami tahu apa yang terbaik untuk kamu" Lirih ibu dengan wajah sendunya itu.
Nur yang masih terbaring menyamping menghadap ibu hanya diam tak bergeming menatap ibu."Pepatah mengatakan 'Jalaran tresno soko kulino'. Ibu tau saat ini kamu belum mencintai mas Danung, tapi seiring berjalannya waktu cinta akan tumbuh di dalam rumah tangga yang akan kalian jalani.
Ya sudah kamu istirahat ya nak, besok kamu kerja kan? Ibu juga capek mau istirahat" wangsul ibu sembari berdiri dari duduknya meninggalkan Nur.Tak ada suara yang keluar dari mulut Nur, hanya mengangguk mengiyakan ibu.
Ponsel Nur bergetar, di raihnya ponsel itu, lalu dibacalah notif pesan di layar.
"Besok kita ketemu sepulang kamu kerja"
Itulah bunyi pesan yang tak lain tak bukan adalah pesan dari Gewa.Nur meletakkan ponselnya kembali, tak membalas pesan itu."Bukannya Gewa seharusnya sudah balik ke perantauan ya? Ah entahlah" pikirnya.
Lalu yang selanjutnya mengantri di kepalanya adalah bagaimana cara dia menghadapi Gewa besok? Dia merasa telah menghianati pria itu walaupun pernikahan yang akan segera terllaksana itu bukanlah kehendaknya.Ah sudahlah! Biarkan saja.Dia sedang tidak ingin memikirkan apapun lagi, sudah terlalu capek menghadapi keadaan yang betubi - tubi memojokannya belakangan ini.***
Hari telah berganti. Nur dan Diana melangkahkan kaki dari toko buku untuk segera berpulang. Namun, tiba - tiba mata Diana tertuju pada seseorang yang sepertinya tidak asing di penglihatannya.
"Nur! Bukannya itu Gewa ya?"
Spontan Nur langsung mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Diana.Diana menyipitkan matanya menerawang pria itu, yang jaraknya agak jauh dari mereka. Duduk di motor matic berwarna hitam tepat di depan pagar toko buku tempat mereka bekerja. Sepertinya dia sedang menunggu Nur, tentu saja, siapa lagi? Nur hanya diam dengan wajah sendu menatap pria itu.Gewa yang melihat mereka segera mendekat menghampiri Nur.Diana yang merasa tidak enak karena takut mengganggu akhirnya pamit pulang duluan.Kemudian Gewa pun mengajak Nur ke cafe yang letaknya tak jauh dari toko buku itu, kira - kira hanya berjarak sekitar 70 meteran.Coklat panas yang masih mengebul menemani pertemuan mereka yang terkesan dingin dari pada pertemuan - pertemuan sebelumnya. Nur hanya terduduk diam, mengalihkan pandangan pada pria yang terus menatapnya dengan wajah melas. Nur tak kuasa menatap mata Gewa yang memperlihatkan ada luka yang teramat dalam disana.Gewa pun mengangkat mulutnya memulai percakapan."Nur! Kita..."
belum sempat gewa meneruskan kalimat yang akan keluar dari mulutnya, Nur memotong dengan perkataannya yang tajam."Hubungan kita sudah berakhir Gew! 2 minggu lagi aku akan menikah sama mas Danung " Nur menegaskan Gewa dengan suara lantang untuk menutupi tenggorokannya yang sesak menahan tangis sedari tadi.
Deg! Jantung Gewa berdetak semakin kencang mendengar hal itu. Seperti ada sesuatu yang memekik dadanya sehingga terasa sakit. Tubuhnya tiba - tiba saja langsung melemas mendengar berita yang bagi dia sangatlah buruk. Sebentar lagi pujaan hatinya menjadi milik orang lain.
Setelah itu dia tidak akan pernah mempunyai kesempatan untuk bersama Nur lagi."Nur aku cinta sama kamu, bagaimana mungkin kamu tega dengan ku? gimana dengan rencana - rencana kita? mimpi - mimpi kita? hubungan yang sudah lama kita jalani? sebegitu mudahkah kamu melepas?" pertanyaan demi pertanyaan pun akhirnya meledak keluar dari mulut Gewa.
"Apa kamu bilang? mudah? apa aku terlihat bahagia dengan semua ini? Aku juga cinta sama kamu. Bahkan aku tega membantah bapakku sendiri sampai membuat penyakitnya kambuh, cuma untuk membela kamu. Keadaan yang membuatku terpojok Gew. Aku juga hancur, berat bagiku untuk mengakhiri hubungan kita, tapi aku bisa apa? " Nur menjawab dengan suara yang gemetar,tangis yang sedari tadi ditahan pun akhirnya pecah mmembasahi pipinya."Kita kawin lari aja Nur. Kita masih punya kesempatan bersama. Kita akan hidup bahagia" Gewa berusaha meyakinkan wanita itu.
Nur terbelalak mendengar ajakan Gewa.
Kira-kira Nur mau diajak kawin lari gak ya?
Cari tau di chapter berikutnya ya guys!
"Nggak Gew! Kamu kira pernikahan kita akan bahagia tanpa restu orang tua? tidak akan. Aku sudah janji ke bapak dan ibu untuk menuruti perintah mereka. Aku nggak mau jadi anak durhaka Gew!." Nur mengeraskan suaranya menolak ajakan mantan kekasihnya.(Apakah menurut Gewa pernikahan itu sepele sehingga dengan seenaknya dia mengajak Nur kawin lari. Menikah bukan hanya menyatukan pasangan, antara laki - laki dan perempuan saja, tapi juga menyatukan keluarga kedua belah pihak)."Kita masih bisa berteman Gew! Aku harap kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari aku. Maafkan aku. Tidak sedikitpun aku membencimu, ku harap kamu juga tidak membenciku atas keputusan yang sudah aku ambil" pungkas Nur sebelum dia menyeka air matanya lalu pergi meninggalkan pria yang duduk termenung dengan mata yang berkaca - kaca itu.***Kata umpatan bertubi - tubi nyaring terdengar dari sebuah kamar yang gelap.Beberapa botol alkohol berjejeran di lantai secara a
Melihat putrinya yang lemas membuat ibu sangat khawatir. Segera ibu memanggil bapak. Bapak pun tentu ikut khawatir, ia langsung buru - buru menelpon bidan yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah pasien.Dalam waktu kurang lebih 45 menitan akhirnya bidan itu datang ke rumah Nur.Seiring pemeriksaan, ibu dan bapak harus menunggu di luar kamar. Membiarkan bu bidan fokus memeriksa Nur."Bagaimana ini buk? Padahal 2 hari lagi Nur akan menikah tapi malah jatuh sakit"bapak dan ibu menunggu hasil pemeriksaan dengan hati yang tidak tenang. Risau mengkhawatirkan keadaan calon pengantin itu.Tak butuh waktu lama bidan selesai memeriksa Nur.Krieeetttt!!!Bunyi pintu kamar Nur terbuka.Ibu dan bapak langsung menghampiri bidan yang baru melangkah keluar dari pintu kamar Nur."Gimana kondisi anak kami bu ?" tanya ibu Nur, dia terlihat begitu gelisah."Bapak dan ibu tidak usah khawatir, Putri bapak dan ibu tidak apa - apa.
Acara ijab qobul akhirnya selesai, di lanjut resepsi yang terbilang lumayan mewah, digelar di rumah mas Danung. Keluarga mas danung memang terkenal cukup berada di kampung itu. Mungkin hal ini lah yang menjadi salah satu bahan pertimbangan orang tua Nur untuk menerima lamaran mas Danung.Sepanjang acara resepsi Nur hanya terdiam dan sesekali tersenyum ketika ada tamu undangan yang menyalami mereka untuk memberikan ucapan selamat.Melihat Nur seperti itu mas Danung berpikir mungkin Nur masih tidak enak badan, karena istrinya sempat sakit 2 hari yang lalu."Kamu bener - bener sudah sehat Nur?" tanya mas Danung lembut pada Nur."Sudah kok" jawab Nur datar."Terus kenapa kamu diam aja Nur?" tanya mas Danung lagi."Nur gapapa mas,cuma capek" Nur meyakinkan mas Danung agar pria itu tidak mencoba bertanya - tanya lagi.Mas danung pun terdiam lalu kembali menyambut tamu undangan yang masih ramai berdatangan."Duh...
Ini pacar kamu kah Di?" jari ibunya menunjuk ke arah Gewa.(Note:Jari ibu dipakai untuk menunjuk agar lebih sopan)."Ehhhh...bukan mas. Ini tu..." (belum sempat Diana melanjutkan dialognya Gewa langsung memotongnya)"Aku temennya Nur, dan... temen Diana juga. Hehe.. Selamat ya atas pernikahan kalian"Gewa melirik ke arah Nur yang terlihat tegang sedari tadi, melihat pertemuan antara suami dan mantan pacarnya itu."Semoga kalian berbahagia" pungkas Gewa.Kemudian para tamu undangan sudah membuyarkan diri. Acara resepsi telah usai. Bumi kian menggelap pekat, detak jam dinding menggema di ruang yang sudah dihiasi bunga - bunga indah.Ini hari pertama Nur dan mas Danung sebagai suami istri, hari pertama Nur tinggal di rumah mertua, dan juga malam pertama mereka, malam yang dinanti sepasang anak manusia yang saling mencintai. Tapi, bagaimana dengan pasangan pengantin yang cintanya bertepuk sebelah tangan seperti
Mendengar kejujuran dari mulut Nur, mas Danung mencoba mendinginkan kepalanya.Memejamkan matanya, ditariknya napas dalam - dalam lalu dihembuskan, terdengar agak berat. Dia pun terdiam sejenak sambil menatap Nur dengan matanya yang sayu, yang malah membuat Nur merasa tidak enak setelah mengucapkan perkataan tadi."Nur apa alasan kamu menerima lamaran mas Danung waktu itu? Apakah bapak dan ibu memaksa kamu?" tanya mas Danung setelah dirinya sudah merasa lebih tenang."iya mas". Nur menundukkan kepalanya.Mas Danung meraih tangannya, membuat Nur mendongakkan kepalanya kembali, menatap suaminya."Tidak apa Nur, setidaknya kamu udah berkata jujur. Mas akan menunggu sampai Nur siap" ucap mas Danung membuat hati Nur yang sesak terasa lebih lega."Terima kasih mas" pungkas Nur sebelum akhirnya mereka sama - sama terlelap.***Nur bangun pagi - pagi sekali, lalu melangkah ke dapur untuk membantu Ummi yang sedang memasak."Eehh pe
Nur sedang rebahan dikamar tidurnya sembari memainkan ponsel untuk menghilangkan rasa jenuhnya. Orang - orang di rumah itu sedang sibuk dengan aktifitasnya sendiri - sendiri, sedangkan Aisyah sudah balik ke pondok.Adanya Aisyah beberapa hari yang lalu membuat rasa jenuhnya lumayan hilang, usia mereka sebaya. Jadi pembicaraan atau obrolan mereka terbilang nyambung.Nur dan Aisyah sekelas pada saat duduk di bangku sd. Waktu itu mereka sangat dekat. Tapi ketika kenaikan kelas ke jenjang smp Aisyah melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren, sampai saat ini. Mereka sangat jarang bertemu, jadi setelah itu pertemanan mereka agak merenggang. Dan lucunya sekarang mereka malah jadi saudaraan."Nur!"Terdengar panggilan dari ummi. Sepertinya suaranya dari arah dapur.Nur segera bangkit dan mendekat ke sumber suara."Dalem mi? Ada apa nggih mi?" sahut Nur lembut dan santun."Ini ummi buat kolak banyak, kamu berikan ini ke ibu- bapak. Ini banyak
Langkah Nur tertuntun memasuki toko buku itu. Teman sepekerjaan kompak memberi selamat pada pengantin baru itu. Diana yang baru datang pun tiba - tiba berteriak memanggil nama Nur dan langsung memeluk sahabatnya itu."Diana! Kamu ini kebiasaan deh, teriak -teriak mulu" keluhnya pada sahabatnya itu.teman - temannya yang lain hanya cekikikan melihat tingkah 2 gadis itu, lalu buyar meninggalkan mereka berdua."Hehe... ya maaf, pengantin baru jangan marah - marah dong" ucap Diana sembari cengengesan."Gimana Nur?" pertanyaan yang penuh ketidak jelasan dari Diana. Memainkan satu alisnya naik turun, dengan ekspresi wajahnya yang absurt."Apanya? gak jelas banget sih Di?" Nur cemberut menanggapi pertanyaan sahabatnya yang tidak jelas itu."Iiisshhh! Malam pertama kamu lah!" terangnya tanpa malu - malu, sambil tertawa renyah."Astagfirullah Di! aku timpuk ya!" jawab Nur kesal."Kan aku pengen tau Nur" bujuknya, ia tersenyum menampakkan
Mas Danung meraih tangan Nur."Nur, ayok pulang!" ajak mas Danung datar, matanya melirik sinis ke pria yang ada di depan Nur.Nur hanya terdiam tak bersuara, sempat beradu pandang dengan Gewa beberapa detik lalu menaiki motor yang dikendarai mas Danung.Dari raut wajah mas Danung sepertinya dia agak kesal. Nur berpikir apakah mas Danung sedang marah padanya?Sempat terdiam cukup lama pada saat perjalanan, sampai akhirnya mas Danung tak tahan ingin segera mengeluarkan unek - unek pertanyaan yang terjebak di kepala."Itu teman kamu yang kemarin datang ke nikahan kita kan? tanya mas Danung,seolah menginterogasi."Iya mas, namanya Gewa. Tadi nggak sengaja dia lewat terus nawarin bantuan buat nganterin aku. Tapi, aku nggak mau kok mas." Nur menjelaskan pada suaminya panjang lebar.Mendengar jawaban dari Nur tak membuat mas Danung bersuara,tapi raut wajahnya seperti menyimpan kecurigaan yang bercampur dengan rasa cemburunya. Jelas saja di