Share

Bantu Aku!

Vinka berjalan santai di taman rumahnya sambil menikmati hawa dingin malam dan keindahan bulan purnama yang nampak sangat indah malam ini.

Tidak ada alasan khusus atas tindakannya kali ini. Ia hanya bosan di kamar dan tidak tau harus berbuat apa untuk menghilangkan rasa bosan yang ia rasakan kali ini.

Langkahnya mendadak terhenti saat matanya tidak sengaja melihat sebuah bunga krisan miliknya yang ternyata sudah mekar.

Ia berjongkok di hadapan bunga itu dengan tangannya yang mulai menyentuh bunga itu. Ia tersenyum kecil, mengingat bahwa bunga krisan adalah bunga yang pertama kali ia taman bersama dengan kakak laki-lakinya yang telah lama meninggal.

"Bukankah itu bunga yang bagus?"

Suara itu tiba-tiba saja muncul dari belakang Vinka. Vinka terkejut sempurna, karena sebelumnya ia sangat yakin bahwa tidak ada siapa pun di taman itu selain dirinya. Dan tiba-tiba saja ada suara laki-laki dari arah belakangnya yang membuatnya langsung berdiri dan berbalik badan.

Mata Vinka membulat sempurna saat melihat ada seorang laki-laki dengan jaket berwarna putih dengan bagian lengannya yang ditekuk  sampai siku.

"Dalfon," lirih Vinka menyebutkan nama laki-laki itu.

Benar, laki-laki itu adalah Dalfon. Penampilannya memang sedikit berbeda. Namun Vinka sangat yakin bahwa laki-laki itu adalah Dalfon. Dan Dalfon sendiri tersenyum kecil saat mendengar namanya disebut oleh Vinka.

"Sepertinya sudah lama sekali kita tidak berbicara berdua seperti ini," ujar Dalfon sambil berjongkok di hadapan bunga yang tadi dilihat Vinka.

"Kamu? Kenapa kamu tiba-tiba saja muncul? Dan dari mana saja kamu selama ini? Apakah kamu tau selama ini ada banyak sekali orang mencarimu?" tanya Vinka dengan segala perasaan cemas di benaknya.

"Kenapa aku tiba-tiba saja muncul? Bukankah sudah jelas karena keluargaku sedang dalam masalah besar? Aku mendengarnya. Fla muncul dan ingin menghancurkan para penyihir bukan?" 

Vinka sedikit kebingungan mendengar hal itu. Bukan karena tentang Dalfon yang mengetahui tentang Fla. Melainkan tadi Dalfon mengatakan kalimat 'keluargaku'. 

"Bagaimana kabar Alyssa?" tanya Dalfon mengalihkan topik pertanyaan yang ada.

"Aku tidak bisa bilang dia baik-baik saja. Karena semenjak hari itu, dia menjadi lebih pendiam dan selalu untuk mengasingkan diri di perpustakaan atau pun kamarnya. Dia merindukanmu," jawab Vinka.

"Aku ingin menemuinya. Namun aku tidak tau harus berbuat apa. Aku sendiri belum tau siapakah orang yang benar-benar aku cintai. Jadi untuk sekarang mungkin aku akan seperti ini terus."

"Kamu akan terlihat seperti pengecut jika seperti ini? Bukankah sudah jelas wanita beruntung mana yang telah mendapatkan hatimu? Dan aku rasa semua orang sudah tau akan hal itu."

Dalfon kembali tersenyum kecil mendengar hal itu. Wanita yang berhasil merebut hatinya memang ada. Namun Dalfon masih ragu apakah memang rasa cinta yang ada di dalam hatinya ini adalah murni rasa cinta seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Atau rasa cinta seorang anak kepada wanita yang telah melahirkannya.

"Aku tidak mencintainya. Aku membencinya. Bahkan hanya dengan melihatnya saja, membuatku ingin menghantam seluruh hal yang di sekelilingku. Perempuan egois, angkuh, dan tidak pengertian sepertinya mana mungkin bisa mengambil hatiku. Aku membencinya dan akan selalu membencinya," ujar Dalfon.

Ungkapan kebencian muncul begitu saja dari mulut Dalfon saat dirinya mengingat tentang Alice. 

Vinka bingung akan hal itu. Pasalnya ia sudah mendengar semua cerita tentang awal pertemuan Alice dan Dalfon, sampai pada akhirnya perpisahan mereka berdua.

Dari seluruh cerita yang ia dengar itu, ia bisa menyimpulkan bahwa memang kedua orang itu saling mencintai. Dan kedua orang itu juga tau bahwa masing-masing dari mereka menyimpan rasa yang sama. Namun sayangnya kedua orang itu tidak bisa mengungkapkannya saja.

Kebingungan Vinka menemui jalan keluar saat Vinka melihat raut sedih Dalfon. Vinka sadar bahwa semua yang dikatakan oleh Dalfon tadi bukankah sebuah kebenaran. Dalfon mengatakan itu semua hanya untuk menutupi rasa cinta yang sampai sekarang masih terus membayangi dirinya.

Vinka tersenyum lebar sambil jongkok di samping kanan Dalfon. Dengan lembut, ia menarik kepala Dalfon dan mengarahkannya pada bahu kirinya. Ia tau bahwa bagi Dalfon, bahu miliknya tidak senyaman Alice. Namun untuk sekarang hanya dirinya yang bisa memberikan bahu untuk Dalfon.

"Kamu sangat mencintainya, ya?" tanya Vinka dengan suara lembut.

"Kamu pasti sangat menderita selama ini. Aku tidak akan menceramahi mu tentang cinta yang sekarang kamu rasakan. Namun aku ingin mengingatkanmu satu hal. Di dunia ini tidak semuanya bisa dimiliki. Tidak peduli seberapa banyak uang dan kekuasaan mu, pasti ada beberapa hal yang tidak akan bisa kamu miliki atau pun gapai. Terkadang rasa itu hanya sementara. Mereka muncul karena terbiasa dan bisa saja menghilang secara tiba-tiba. Kamu sudah terbiasa di sisinya. Menghabiskan waktu dengan sebuah tawa bersamanya. Dan tentu saja nyaman dengan segala tentangnya. Namun jika memang perasaan ini menyiksamu, bukankah akan lebih baik jika kamu mengalihkannya pada orang lain? Alyssa dan Arasha sampai detik ini masih menyukaimu. Aku rasa kedua perempuan itu hampir setara dengan Alice," lanjut Vinka panjang lebar.

Vinka sadar bahwa tidak peduli sebanyak apa pun ia berbicara, tidak akan ada satu pun kalimat darinya yang bisa mencapai hati Dalfon. Dan akan sangat sulit untuknya supaya bisa menyadarkan Dalfon bahwa di luar sana masih ada banyak sekali wanita yang lebih baik dari Alice.

Tidak peduli seberapa banyak wanita cantik di luar sana. Tidak peduli seberapa banyak wanita baik di sekitarnya. Tidak peduli seberapa banyak wanita yang menunggunya. Jika hatinya sudah memilih satu wanita, maka hanya akan ada wanita itu di matanya.

Mungkin itulah yang sekarang sedang dialami oleh Dalfon. 

"Benar. Lagipula untuk apa aku memikirkan itu sekarang. Ada hal yang lebih penting yang harus aku lakukan," ujar Dalfon lalu tersenyum kecil.

"Aku ingin membuat kesepakatan denganmu," lanjut Dalfon sambil mengangkat kepalanya dari bahu Vinka lalu menatap wajah Vinka secara saksama.

"Kesepakatan?" tanya Vinka sambil menatap Dalfon.

"Benar. Kesepakatan. Tentang tawaranmu waktu itu, aku akan menerimanya. Aku akan menggunakan nama Virgo sebagai nama belakangku. Dan akan mendukung seluruh hal yang kalian putuskan. Sebagai gantinya, bantu aku untuk menjauh dari keluarga Gracia," jawab Dalfon.

Mata Vinka membulat sempurna mendengar hal itu. Ia tidak percaya bahwa hari ini akan datang. Hari di mana Dalfon bersedia untuk menggunakan nama keluarganya sebagai nama belakang. 

Tentu saja itu adalah hal yang sangat membahagiakan untuknya. Bukan cuma karena potensi Dalfon dan segala kemampuan Dalfon yang telah diakui oleh para Lima Keluarga Besar. Namun juga karena fakta bahwa Dalfon adalah anak dari kakaknya yang telah lama meninggal.

Namun apakah ini memang adalah tindakan yang benar?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status