Radit dan Tuan Kasim sudah tiba di bank. Tuan Kasim mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor panggilan darurat kepolisian."Apa yang Anda lakukan?" tanya Radit."Menurutmu apa? Aku tidak mau membuang waktuku, aku akan menghubungi polisi. Kamu salah menantangku, anak muda!""Hahaha! Jangan terburu-buru. Hei, Pak Tua apa kau tahu jika polisi di kota ini sangat sibuk. Mereka akan sangat marah jika kau mengganggu mereka. Bisa-bisa kau sendiri yang akan ditangkap," balas Radit sambil keluar dari dalam mobil.Tuan Kasim mencoba melampiaskan rasa kesalnya. Ia memukul setiran mobil. "Brengsek!" umpatnya.Keduanya pun masuk ke dalam bank central di kota A. Pembisnis sekelas Tuan Kasim cukup populer, semua orang menyapanya dengan ramah dan melempar senyuman."Selamat datang, Tuan Kasim Bratavia. Apa yang bisa kami bantu kali ini?" tanya seorang teller dengan ramah.Tuan Kasim melemparkan senyumnya, ia mencoba menyembunyikan kekesalannya dengan Radit. Ia tak sabar untuk mempermalukan pemuda itu
Radit menuju rumah Bibi Clara. Dia sudah berjanji kepada Lucy untuk menjemput ibunya dan membawanya ke kediaman Tuan Rudy."Kau yakin tidak akan menjadi masalah dengan mertuamu?" tanya Nyonya Yessi disela-sela ia merapikan pakaiannya ke koper."Istriku yang memintaku membawa ibu. Dia punya cara untuk membujuk kedua orang tuanya."Nyonya Yessi tersenyum tipis. "Tadinya aku pikir, wanita itu tidak mencintaimu. Ternyata dia peduli kepada ibumu.""Peduli belum tentu cinta, Bu. Ku akui, Lucy memang memiliki hati yang baik," tandas Radit.Setelah selesai berkemas, Radit dan ibunya berpamitan dengan Bibi Clara. Bibi Clara sendiri sedang menunggu jemputan dari anaknya."Kita berpisah di sini. Aku harap semua membaik dan kita bisa tinggal bersama kembali," ucap Bibi Clara sedih sembari memeluk Nyonya Yessi."Kau sudah ku anggap seperti saudara kandungku. Jika aku sudah memiliki tempat tinggal, kau boleh berkunjung. Sesekali aku butuh teman mengobrol seperti biasa yang kita lakukan," sahut Nyon
Radit mendorong kursi roda milik istrinya, perlahan mereka bertiga keluar dari pintu gerbang kediaman Tuan Rudy. "Maaf, karena ibu akhirnya kalian harus begini," sesal Nyonya Yessi."Tidak apa-apa, Bu. Kita akan mencari rumah sewaan sederhana untuk kita tinggali. Aku masih ada sedikit uang tabungan untuk kita," ucap Lucy mencoba menenangkan."Nak, kamu sungguh berhati baik. Radit beruntung menikahi wanita seperti kamu," puji Nyonya Yessi sembari mengusap air matanya yang sempat berlinang membasahi sudut-sudut matanya yang mulai berkeriput.Lucy tersenyum. Entah mengapa hatinya menjadi berbunga-bunga mendengar pujian dari ibu mertuanya."Kalian jangan khawatir. Aku akan bertanggung jawab. Ayo kita pergi ke kantor pemasaran properti," ucap Radit.Lucy menoleh ke suaminya. "Kamu punya uang?""Punya. Jangan khawatir," ucap Radit penuh percaya diri.Baginya, tidak jadi masalah lagi membeli rumah untuk mereka tempati selama ia memiliki kartu hitam pemberian sang kakek."Dit, jangan bilang
"Ti–tidak mungkin jika Anda yang membeli rumah ini," bantahnya."Kenapa tidak? Apa Anda terkejut, Nona?" Radit tertawa sinis. Tak lama Tuan Brando muncul."Anda pasti bawahan Tuan Brando. Orang seperti kalian mana bisa membeli rumah mewah." Masih saja gadis itu menghina Radit. Ia tak percaya jika Radit sungguhan orang kaya raya. "Tuan muda, apakah wanita ini yang mempersulit Anda di gedung pemasaran?" tanya Tuan Brando."Ya. Dia orangnya. Bahkan sampai sekarang pun dia terlalu angkuh untuk menghina orang lain. Berikan dia pelajaran!" jawab Radit dengan wajah dingin."Tu–tunggu du–dulu! Tuan Brando, apakah dia bos Anda?" Gadis muda itu tergagap. Wajahnya memerah. Ia mulai cemas."Nona, sepertinya Anda sudah membuat kesalahan besar yang menyinggung Tuan muda saya. Saya harap Anda bisa segera menyingkir dari hadapan kami dan berkemas-kemas. Saya akan meminta bos Anda untuk memecat karyawan seperti Anda!" jelas Tuan Brando.Gadis muda itu langsung berlutut tanpa diminta. "Tuan, tolong ja
"Tidak mungkin ayah menulis wasiat seperti itu!" tentang Tuan Rudy."Kak Rudy menuduh pengacara berbohong? Ayah menulis itu, artinya ayah memang sudah tidak respek dengan keluarga Kak Rudy," sela Bibi Bella. "Tapi, ayah mertua selama ini sangat peduli dengan Lucy. Tidak mungkin, dia tidak meninggalkan sesuatu untuk putriku," lirih Nyonya Winey."Kita semua tahu jika Lucy sudah mengecewakan ayah. Bahkan, suaminya penyebab kematian ayah!" seru Bibi Shopia tak mau kalah. Bukan hanya Bibi Shopia dan Bibi Bella yang bersuara lantang di sana. Anggota keluarga lainnya pun kompak memojokkan dan memusuhi keluarga Tuan Rudy."Kak Rudy juga harus segera mengosongkan rumah yang kalian tempati. Rumah itu akan dilelang untuk membayar hutang ayah yang belum terlunasi," ucap Bibi Shopia."Suamiku, bagaimana ini? Ayahmu yang menikahkan putri kita dengan pemuda miskin itu. Sekarang saat dia meninggal pun, dia tak memiliki hati untuk memberikan s
Radit menaikkan kaca mobilnya kembali. Ia menatap lurus ke depan."Bagaimana dengan ayah mertuaku? Apakah dia sudah di depak dari jabatan direkturnya?" tanya Radit kepada Tuan Brando."Menurut informasi, pekan depan akan ada pergantian. Tuan Leonard akan menggantikan posisi ayah mertua Anda. Tuan Rudy akan menduduki posisi jabatan barunya sebagai kepala SDM.""Leonard? Hm, ternyata putra Bibi Shopia yang mengincar posisi itu," desis Radit."Apakah Tuan muda tidak membantu Tuan Rudy juga? Perusahaan TJ Grup milik mereka masuk ke dalam bursa di perusahaan kita. Mereka salah satu penyalur bahan baku kain untuk perusahaan Pionir Grup.""Aku ingin bermain-main dulu dengan mereka semua. Biarkan saja mengalir apa adanya, tanpa kita ganggu. Biarkan senjata ini menjadi bom waktu untuk mereka yang selama ini menyepelekan keberadaanku," sahut Radit dingin.Mobilpun melaju meninggalkan lokasi rumah Tuan Rudy. Tanpa belas kasih, Radit tak berniat membantu mertuanya sama sekali.Hingga dirinya tiba
Suara Nyonya Winey meninggi. Ia membentak putrinya karena dianggap sama sekali tidak mau mendengarkannya."Dengarkan saya, ibu mertua. Sebenarnya kami kemari ingin mengajak kalian tinggal bersama si sebuah perumahaan elit kota ini. Mendiang kakek memberikan sebuah rumah kepadaku secara diam-diam. Sayangnya, ibu mertua terlalu membenciku. Aku rasa, tidak mungkin lagi untuk kita tinggal serumah," tandas Radit sebelum benar-benar pergi meninggalkan rumah sepetak itu.Nyonya Winey menelan salivanya. Emosinya yang meledak-ledak mendadak surut mendengar Radit mengucapkan perihal rumah baru. Ia lantas buru-buru mencegat kepergian putri dan menantunya."A–aapa ... apa itu benar?" Tangannya dibentangkan kanan dan kiri. Ia menatap Radit dan Lucy bergantian.Radit menaikkan alisnya satu. "Satu unit rumah di perumahan Green Valey tadinya akan menjadi hunian baru kita semua seandainya ibu tadi tidak menindasku seperti sampah."Nyonya Winey langsung berlutut. Tangannya saling bertemu, memohon kepad
Radit menahan kesakitan di perutnya. Ia memeganginya sembari mencoba berdiri. Sayang, baru saja akan berhasil bangkit, satpam itu kembali menendangnya lagi."Lalat sepertimu tidak boleh mengotori toko bos saya. Pergilah ke pasar loak jika ingin membeli sepatu yang pantas untukmu!" ucap satpam itu dengan dingin.Radit mengerang. Beberapa orang yang berlalu lalang hanya bisa menjadi penonton ketimbang membantunya. Radit merasa dipermalukan. Ia meraba-raba saku celananya lalu menekan nomor ponsel seseorang. "Lihatlah! Apa pemuda itu sedang menelpon bala bantuan? Entah preman mana lagi yang ia suruh datang. Cepat panggil polisi! Aku tidak mau tokoku mereka rusak nantinya," ucap Tuan Bram sang pemilik toko kepada satpamnya.Satpam itu mengangguk. Ia menelpon pihak kepolisian yang berpatroli di sekitar wilayah mereka. "Kau benar-benar keras kepala, bukannya pergi malah mau mengajak teman-temanmu kemari. Aku sudah memanggil polisi untuk menangkapmu karena sudah membuat onar di sini!" Radi