Puspa pulang dengan bus siang hari menuju menuju Bandung. Robi ia tinggal sebentar dan ia titipkan pada adik suaminya. Untunglah wanita itu mau dititipin Robi sampai lusa. Sampai Ramon keluar dari rumah sakit. Lusa, ia akan kembali menjemput Robi jika Ramon belum bisa mengantar putra mereka kembali ke Bandung. Ia harus segera bertemu Rian untuk menjelaskan semuanya. Terserah lelaki itu mau mendengar atau tidak, ia akan tetap menjelaskan kejadian sebenarnya pada Rian. Bu Suci bernapas lega saat melihat Puspa berada di depan pagar rumah dengan wajah jelas tidak baik-baik saja. "Akhirnya kamu pulang juga, Puspa," seru Bu Suci saat Puspa masuk ke pekarangan rumah. Wanita itu mencium punggung tangan mamanya tanpa semangat. "Robi masih saya tinggal di sana, Ma, karena Ramon mungkin baru lusa keluar rumah sakit," kata Puspa. "Kalau dituruti maunya Robi, mungkin saya kudu selamanya di dekat papanya, tapi saya gak bisa dan sudah gak minat juga. Saya gak mau merasa bersalah pada Rian. Ma,
Dini memakai bajunya dengan cepat. Rambutnya pun ia sisir dengan sela jari tangan karena benar-benar berantakan karena ulah Rian. Pria itu pun sibuk menarik celana kerjanya dan juga risleting celana. Kemeja yang kusut ia ganti dengan kemeja yang tersimpan di dalam lemari. Ya, di dalam ruangan kerja Rian memang ada lemari kecil khusus untuk menggantung pakaian. "Pak, saya takut!" rengek Dini memasang wajah memelas. "Kenapa takut? Kamu diam saja di situ karena saat ini orang diluar sana tahunya kamu sedang saya tegur." Dini pun mengangguk paham. Dadanya berdebar saat Rian memutar anak kunci, lalu membuka pintu dengan kesal. "Oh, sekarang kakaknya, tadi adiknya yang bikin aku kesal. Dini, keluar dan jangan sampai kamu ulangi kesalahan itu lagi, jika masih ingin meneruskan PKL di sini!" Ucapan tegas Rian sembari menoleh ke dalam. Dengan kode kedipan mata, Dini pun bangun dari duduknya, berjalan menunduk keluar dari ruangan Rian. "Memangnya Dini salah apa? Kamu gak bisa menghukum Dini
Tiga hari berlalu sejak Puspa ke kantor. Gosip langsung merebak dengan cepat. Tentu saja Dini pun ikut terseret. Namun, gadis itu tidak mau ambil pusing karena yang penting baginya, Rian sudah menjadi miliknya dan tidak akan mungkin berpaling. Hanya saja, ini hari ketiga kekasihnya tidak ke kantor. Ia ingin sekali menelepon Rian, tetapi khawatir kekasihnya itu marah. #Pak, apa Bapak sakit? Kenapa tidak ke kantor sudah tiga hari?SendDini melanjutkan pekerjaannya sambil sesekali melirik ponsel. Tanda ceklis abu-abu itu belum juga berganti warna. Ke mana Rian? Hingga siang, ia pun semakin resah. Pesannya tidak juga dibaca dan terakhir kekasihnya online jam sepuluh malam tadi. "Ada Pak Adi dan Bu Gina di bawah!" Seru Miska pada karyawan lainnya. Semua pun sibuk membenahi meja mereka. Bu Yusi dan Kardi; OB kantor pun secepat kilat membersihkan lantai kantor. "Ruangan Pak Rian, cepat!" Titah Miska pada Kardi. Pemuda itu pun berlari kencang untuk merapikan ruangan bosnya yang amat bera
Begitu mendapat kabar Rian akan menikah dengan kekasihnya, gadis bernama Dini itu pun bukan kepalang. Ia tahu sekali Rian hanya mencintai tetehnya dan kini berpaling padanya karena rasa kecewa. Lalu siapa kekasih yang disebutkan orang tuanya tadi? Apakah perjodohan? Lalu bagaimana dengan dirinya? Apakah setelah Rian mendapatkan pelepasan dahaga prianya, lelaki itu akan meninggalkannya?Brak!"Bengong terus! Cepat rapikan kerjaan kamu, Dini! Itu di luar langit udah gelap. Mau nginep di sini? Belum tahu ya, ada yang suka ngesot dari dalam ruangan Pak Rian kalau sudah lewat Isya, cepat!" Dini terlonnak kaget dan mencoba kembali fokus pada layar monitor komputernya, padahal air matanya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Ia takut, benar-benar takut kalau Rian meninggalkannya.Pukul sembilan malam, Dini sudah berada di rumah dengan wajah begitu muram. Puspa memperhatikan adiknya, lalu berdiri untuk menanyakan ada apa dengan dirinya."Kamu kenapa, Dek? Sakit?" tanya Puspa penuh selidik."Ngg
Jika kalian pernah melewati masa manis dengan seseorang, pastilah tidak mudah untuk melupakannya. Apalagi kalian berpisah hanya karena salah paham saja. Malam ini, Puspa kembali mengingat Rian. Pria itu adalah pria baik dan keadaan yang membuatnya kini menjadi benar-benar berpisah dari Rian. Kontak Rian pun sudah ada di depan matanya. Sebuah pesan ingin ia tuliskan untuk menanyakan bagaimana kabar mantan kekasihnya itu, tetapi sepertinya ia tidak nekat. Rian sudah benar-benar mengakhiri semua dengannya, tidak mungkin ia mencari perhatian lagi, bukan? Selagi Ramon masih sendiri dan terus mencari celah dengan mengatasnamakan Robi, maka hidupnya tidak akan pernah tenang. "Mungkin, jika lo udah nikah lagi dan bawa Robi pindah sama laki lo yang baru, Ramon baru tidak bisa berkutik." Itu adalah saran yang dikatakan Mbak Ella, tetangga sebelah rumahnya yang sering menjadi tempatnya bercerita. Anak Mbak Ella seusia Robi dan mereka bermain dengan akrab. Maksud hati, begitu surat cerai yang
"Teh, ini ponselnya?" Dini masuk ke dalam kamar Puspa yang memang tidak terkunci untuk mengembalikan ponsel milik Puspa. Ia telah selesai berbincang dengan Rian. Memang tidak lama, sekitar sepuluh menit saja. Namun, bagi seorang Puspa, bos berbicara dengan anak buah PKL selama sepuluh menit, itu termasuk waktu yang lama. "Rian bilang apa? Apa kamu ditegur Rian lagi?" tanya Puspa penasaran. "Ditanya soal tugas yang waktu itu belum selesai," jawab Dini seadanya, lalu keluar begitu saja dari kamar Puspa. Ia tahu, pasti ada yang ditutupi oleh adiknya, tetapi ia tidak tahu apa. Ingin bertanya lebih detail, tetapi khawatir Dini tersinggung. Apalagi dirinya sudah tidak ada hubungan dengan Rian. Puspa pun memutuskan menon-aktifkan kembali ponselnya agar Ramon tidak kembali mengganggunya. Keesokan paginya, Puspa pun sudah bersiap sejak pukul enam pagi. Sebuah kejutan yang mencengangkan karena Dini yang kemarin seperti gadis yang depresi, tapi pagi ini nampak begitu bersemangat. Dini berad
Puspa masih berdiri di depan meja bos besar pemilik restoran. Ini hari pertama bekerja dan dengan maksud on time, malah ia kepagian. Hal itu pula yang menyebabkan dia masih berdiri di ruangan ber-AC begitu tinggi suhunya, tanpa disuruh apa-apa. "Pak, ini saya berdiri sampai berapa lama ya? Barangkali ada pekerjaan di dapur restoran yang bisa saya bantu," kata Puspa membuka suara. Bos yang sampai saat ini ia tidak tahu namanya itu, hanya menggeser sedikit kepalanya dari depan laptop untuk melihat Puspa, lalu kembali lagi pada posisi semula. Oke, baik, anggap saja ini percobaan hari pertama sebagai karyawan. Sampai berapa lama ia bisa berdiri untuk melayani tamu yang datang silih berganti. Kata hati Puspa membesarkan rasa sabarnya. Jarum jam terus bergeser. Ia berdiri sejak pukul tujuh lima belas menit sampai dengan sekarang, pukul delapan lebih lima menit. Anggap saja sedang upacara bendera di hari senin, saat ia masih sekolah. Kurang lebih waktunya sama, bukan? "Kalau kamu kerja,
Dini adalah gadis muda yang memiliki karakter mudah penasaran. Ia berani melakukan apapun agar semua keinginannya dalam mendapatkan Rian cepat terwujud. Seperti sore ini, Dini nekat berada di dalam kamar mandi yang sama dengan Miko, saling menyambung hingga ia lupa diri. Satu keduanya berada di kamar mandi, saling menyentuh dan memberikan kenikmatan. Memang Miko tidak sampai bercinta dengan Dini, lelaki itu kuat menahan diri, demi anaknya. Namun, Dini diharuskan melakukan lip service sebagai ganti dirinya yang tidak bisa bercinta dengan gadis itu. Dini pun diberikan kepuasan yang sama oleh Miko hingga ia mencapai puncak berkali-kali, padahal pria itu hanya menggunakan tangan dan juga lidahnya. Dini sudah hilang akal, ia tidak ingat bagaimana ibunya menunggu di rumah. Bagaimana pergaulan harus ia jaga? Semua sirna karena obsesinya pada Rian. "Om, saya capek," ujar Dini begitu ia keluar kamar mandi bersama Miko. "Mau menginap di sini?" tanya Miko sambil tersenyum licik. Dini menggel