Setelah pintu tertutup, Sherly sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Wanita itu langsung mengeluh dengan keras.
“Ya ampun, Tha... Lo buat gue sport jantung kemaren. Gue bawa mobil sambil gemetaran,” Sherly meluapkan semua yang ditahannya selama beberapa hari.
Agni melepaskan tawa kecil. “Lebay kamu, Sher....”
“Lebay gimana, gue serius Tha... Gue takut terjadi apa-apa sama, Lo.”
“Memangnya aku kenapa? Bukannya hanya kelelahan dan masuk angin, makanya muntah muntah?” Agni mengertutkan keningnya.
Sherly menepuk keningnya. “Masuk angin apanya, Lo keracunan Tha... Keracunan!”
Agni semakin mengerutkan keningnya. “Keracunan?”
Sherly mengangguk dengan keras. “Iya... Lo keracunan—“
“Kamu makan cokelat yang sudah kadaluarsa. Karena itu kamu muntah muntah, dan di rawat di sini.” Samudera memotong ucapan Sherly.
Dia tidak ing
Beberapa hari berlalu dengan cepat, Agni telah keluar dari Rumah sakit dua hari yang lalu. Dia menjalani perawatan intensif, sampai mengharuskan untuk bed rest. Dan sekarang dia mulai beraktivitas kembali.Jika mengingat percakapannya dengan Samudera beberapa hari tentang rencana pembunuhan yang di lakukan oleh orang-orang suruhan Tasya, Agni merasa sangat geram.Para manusia biadab itu benar-benar tidak punya hati, hingga menargetkan seorang anak kecil.Tangannya terkepal kuat, “Tasya....” Geram Agni.Jika Samudera tidak menahannya, dia mungkin akan mencari wanita itu dan membuat perhitungan dengannya.Tok tok tokSuara ketukan pintu ruangannya, membuat lamunan Agni pecah.“Masuk...”Terlihat Rara melangkah masuk, sambil memegang sebuah map berwarna biru.“Permisi, Mbak...”“Ada apa, Ra?”Rara meletakkan map yang dia pegang ke atas meja Agni. “Saya mau
Kediaman keluarga LorensSarah yang melihat wajah Tasya yang tertekuk, tidak dapat menahan dirinya untuk mengerutkan kening. Saat ini, sepasang ibu dan anak itu tengah duduk santai di ruang keluarga. Dua cangkir teh dan cemilan ikut menemani waktu istirahat mereka.“Gimanaa rencana kamu? Berhasil?”Tasya menggeleng lesu. “Gagal, Mom. Cokelatnya salah sasaran. Bukan anak itu yang makan, tapi Ibunya,” jawab Tasya yang tengah duduk di seberang sofa.Mendengar hal itu Sarah justru mengangkat sebelah alisnya. “Loh, bagus dong. Berarti kamu tidak perlu repot-repot mengotori tangan dengan membunuh wanita itu, kan?”“Tapi dia selamat, Mom. Wanita itu dan putranya baik-baik saja sekarang,” wajah Tasya masih terlihat mendung.“Lalu, Tony? Bukannya kamu minta dia buat jebak wanita itu?” Sarah kembali bertanya saat mengingat rencana cadangan Tasya.Tasya kembali menggeleng. “Zonk..
PLAK!!“Sayang!”“Daddy!”Sarah dan Tasya sama-sama terkejut saat James menampar Tasya. Orang yang paling terkejut sudah pasti Tasya. Seumur hidupnya, ini merupakan pertama kalinya sang ayah berani menamparnya.Selama ini, apapun yang Tasya lakukan, sefatal apapun kesalahannya, James tidak pernah marah apalagi sampai menamparnya. Namun, ini... Tasya tidak percaya dengan apa yang dia lihat.Begitu juga dengan Sarah. Setelah bertahun-tahun bersama, ini adalah pertama kalinya Sarah melihat James semarah ini. Bahkan tubuh suaminya itu sampai bergetar menahan marah.“Apa yang kamu lakukan, James?!” Sarah bertanya dengan nada tinggi.Tasya memegang pipinya, sambil menatap takut kearah ayahnya.James menatap Sarah nyalang. “Apa yang aku lakukan? Kamu tanya apa yang aku lakukan, ha? HARUSNYA KAMU TANYA PADA ANAK KURANG AJAR INI, APA YANG SUDAH DIA LAKUKAN!” James berteriak dengan penuh am
James yang mendengar perkataan Melly, menggebrak meja dengan keras.“Brengsek!!”Pria paruh baya itu lalu, menyambar kunci mobilnya, kemudian bergegas keluar dari ruangan. Dia harus meluruskan semuanya.Apa maksud Samudera sebenarnya? Ini tidak bisa dibiarkan.....Saat sampai di lobby Aditama Corp, tanpa bertanya pada resepsionis, James langsung melangkah ke arah Lift. Namun, dia menghentikan langkahnya saat melihat tubuh tegap Jonatan dan Reinhart menghalangi lift seperti patung selamat datang. Tidak lupa raut dingin dan datar dari mereka berdua.“Minggir!” James sedikit membentak saat Jona tidak mengijinkan dia untuk lewat.“Ada keperluan apa, tuan Lorens?”“Bukan urusan kamu! Minggir. Saya ingin berbicara dengan Samudera.” James kembali berusaha untuk lewat. Namun, lagi-lagi terhalang oleh dua kaki tangan Samudera itu.“Jika kedatangan anda karena pemutusan
“Gawat, pak. Gawat!”Suara panik Melly langsung terdengar begitu James mengangkat telepon.“Gawat apa, Mel?” Tanya James dengan panik.Kali ini bukan lagi suara panik, tapi juga tangisan Melly mulai terdengar.“Mel? Halo, kamu masih di situ, Melly?”“Tamat pak... Kita sudah tamat....” Tangis Melly kembali terdengar setelah hening beberapa saat.“A-apa maksud kamu, Mel? Tamat... Apa yang tamat??” James benar-benar panik mendengar penuturan Melly. “Bicara yang jelas Melly!”Reinhart yang mendengar teriakkan James, menampilkan raut bosan dan membuat gerakan membersihkan kuping. “Ck, berisik.”James tidak menghiraukan decakan Reinhart, dia terus memasang telinga, mendengar suara Melly yang terus saja terisak sejak tadi.“Kembali ke kantor, pak... A-ada polisi di sini,” Melly kembali terisak.“Po-polisi? Apa maksud kam
Tasya melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kantor Samudera menjadi tujuannya. Namun, sebelum itu dia juga telah menelepon Ramzi agar bisa ikut bersamanya. Tasya merasa, dia membutuhkan backingan, dan Ramzi adalah orang yang tepat. Selain sahabat, Ramzi juga orang yang paling mengerti Samudera. Tasya yakin, dengan Ramzi bersamanya, Samudera tidak akan memperpanjang masalah ini. Ya, pasti! Mana mungkin Samudera mengorbankan persahabatannya dengan Ramzi hanya untuk seorang janda, tidak mungkin. Getaran telepon genggamnya sedikit mengalihkan perhatian Tasya. Tertera nama Ramzi di sana. ‘Aku tunggu kamu di parkiran.’ Seperti itu isi pesan yang di kirimkan Ramzi. Tasya pun tidak menyia-nyiakan waktu dan langsung mengetik balasan. ‘Oke, sedikit lagi aku sampai.’ Kamudian dia kembali menyimpan handphone nya, dan fokus pada jalan. Mobil Tasya memasuki pelataran parkir Aditama Corp. Dari jauh dia sudah melihat kehadiran Ramzi, pria itu mengenakan stelan
“Nona Tasya, siapa yang ingin memfitnah Anda? Bahkan sejak tadi, kami tidak menyebut nama anda sekalipun. Jadi, kenapa Anda punya pikiran seperti itu? Bukannya Anda korban di sini?” Reinhart berkata demikian sambil terkekeh. Tasya yang mendengar perkataan Reinhart menjadi gugup. ‘Bodoh!’ batinnya. Tasya berusaha menormalkan raut wajahnya. “A-aku memang korban, ya korban! A-aku hanya....” “Jadi... Tidak masalah bukan, kalau pak Ramzi membuka amlop itu, korban?” Reinhart menekan kata ‘korban’, dan memandang Tasya dengan tatapan mencemooh. Saat dua orang itu tengah berdebat, Ramzi sudah membuka dan tengah membaca isi dari berkas-berkas yang ada di salam amplop. Wajah pria itu yang tadi penuh amarah, berangsur-angsur menjadi pucat pasih. Tidak ada bedanya dengan Tasya, wanita itu menjadi sangat ketakutan. Wajahnya pun sudah pucat saat Ramzi membuka amplop, apalagi sampai saat ini, Ramzi tidak mengatakan apa-apa. “Z-Zi....” Tasya mencoba meraih tan
Saat Reinhart dan Jonatan kewalahan menghadapi James, Tasya dan Ramzi, Samudera justru tengah melajukan mobilnya menuju kediaman utama Aditama bersama Agni dan Aska. Untuk memenuhi undangan Mayang beberapa waktu lalu di Rumah Sakit. Karena tidak tau apa yang harus dibawa, mengingat latar belakang keluarga Samudera yang tidak biasa. Agni memilih membuat cheesecake saja untuk mereka. Sebenarnya Samudera melarang dia membawa buah tangan apapun, tapi bagi Agni sedikit tidak sopan jika datang dengan tangan kosong. Dan Samudera yang dasarnya memang bucin akut, hanya bisa pasrah dengan keputusan Wanitanya. Namun ada satu masalah lagi, Agni mengalami krisis percaya diri. Sejak tadi, dia terus sama merasa gugup dan merasa penampilannya kurang bagus. Samudera dan Aska sampai kewalahan menghadapi tingkah Agni. “Menurut kamu, baju aku bagus tidak, Sam?” Agni bertanya pada Samudera. Samudera yang sedang menyetir, tidak bisa menahan geli mendengar pertanyaa