Samudera yang tengah menyetir terus mencuri pandang pada Agni. Dia heran melihat Agni yang menjadi lebih pendiam, sejak meninggalkan Kafe tadi. Samudera seperti Dejavu dengan kejadian ini.
"Ada apa?" Samudera yang sudah merasa sesak, mencoba memecah keheningan di dalam mobil.
Dia takut kejadian waktu itu terulang lagi. Dimana Agni marah kepadanya, karena sesuatu yang Samudera sendiri tidak sadar dia telah melakukan sebuah kesalahan.
Agni menoleh kearah Samudera, kemudian membuang nafas berat.
"Ayo menikah, Sam."
Ckittt.....
Samudera menginjak pedal rem dengan cepat. Kemudian menoleh ke arah Agni.
"Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?!" Tanya Samudera lagi. Suaranya sedikit meninggi, karena terkejut dengan ucapan Agni.
Dia memang ingin menikah dengan Agni, tapi tidak begini. Tidak dilamar di dalam mobil juga. Dan lagi, Samudera ingin dia yang melamar Agni, bukan sebaliknya.
Menyadari kesalahannya,
Samudera benar-benar membuktikan ucapannya. Beberapa hari setelah dia berkata akan mengurus pernikahan mereka, dia benar-benar melakukannya. Pria itu tidak muncul di kediaman Agni, akan tetapi 'hasil karyanya' tetap terlihat.Seperti ucapannya waktu itu, Reinhart yang biasanya menjadi tangan kiri Samudera, dialih fungsikan sebagai manager Kafe untuk menggantikan Agni sementara waktu.Dan Agni pun, tidak diijinkan untuk keluar rumah jika bukan karena sesuatu yang penting."Semuanya sudah saya siapkan, Tuan. Pernikahan anda bisa diadakan secepatnya."Samudera menganggukkan kepalanya, "siapkan semua dokumennya dengan benar, Jona. Saya tidak ingin ada kesalahan apapun.""Baik Tuan," jawab Jonatan sambil bersiap untuk pergi lagi.Jika Reinhart tengah beralih fungsi menjadi manager Kafe, Jonatan beralih fungsi menjadi petugas kantor agama. Bagaimana mana tidak, selama beberapa hari ini dia disibukan dengan berba
Tengah malam di kediaman Agni. Saat semua penghuni rumah telah terlelap, terlihat beberapa pria berpakaian serba hitam tengah mengendap-endap masuk kedalam rumah Agni. Pintu bagian samping sudah di bobol, sehingga mereka bisa masuk dengan leluasa. Dua orang pria berbadan kekar, berjalan ke salah satu kamar. Mereka kembali membuka paksa pintu kamar itu dan masuk kedalamnya. Saat membuka pintu, kamar yang didominasi warna biru Dongker dengan berbagai stiker dan action figure manusia kelelawar menyambut mereka. Terlihat juga putra kecil Agni tengah terlelap dengan damai di ranjangnya. "Bawa anak itu," bisik salah satu pria, sambil menunjuk ke arah ranjang dimana Aska tengah terlelap. Pria yang satunya hanya mengangguk sebagai jawaban. Pria itu kembali mengendap-endap dan membekap mulut Aska. Aska yang terkejut dengan serangan mendadak dari orang tidak dikenal, langsung memberontak. Anak itu bahkan menggerakkan kakinya sekuat tenaga dan me
Setelah pria itu berkata demikian, terdengar suara tembakan... DOR Bersamaan dengan bunyi senjata api yang ditembak, bau mesiu langsung memenuhi udara. Agni memejamkan matanya, tidak lupa kedua tangannya ia gunakan sebagai penutup telinga. Dengan mata dan telinga yang tertutup rapat, Agni terpaku di tempatnya. Wanita cantik berwajah sendu itu bahkan tidak berani untuk sekedar menggerakkan kelopak matanya. Dia ketakutan setengah mati, seketika itu juga sekelabat bayangan tentang peristiwa berdarah dan saling baku tembak, berlomba-lomba muncul di ingatan Agni bagaikan kaset rusak. Agni masih terus memejamkan mata dengan keras. Keningnya terlihat mengerut, seperti tengah menahan sesuatu, benar-benar terlihat tidak nyaman dengan keadaan sekitar. Namun, kesadaran seolah menghantamnya, saat mengingat sebuah nama. “Aska....” Memikirkan nasib putranya, serta merta membuat Agni membuang perasaan takut yang sejak tadi merasukinya. Agni l
Riuh tepuk tangan membuat Agni dan Samudera mengurai pelukan mereka. Saat membalikkan badannya, Agni mendapati beberapa orang yang dia kenal. Diantaranya mbok Inem dan Sherly, kedua adik Samudera, Jonatan serta Reinhart.Dan pria pria berpakaian hitam yang tadi berkelahi dengannya dan Sherly, juga ada disana.Agni mengernyit heran melihat mereka. “Uh....” Agni menoleh kearah Samudera.“Maaf, mereka orang-orang saya.”“Ta-tapi, tadi....” Agni mengarahkan telunjuknya kearah pria berbadan kekar itu dan Aska, secara bergantian.Pria yang Agni tunjuk adalah orang yang menggendong dan menodongkan pistol kepada Aska.Merasa dia perlu menjelaskan sesuatu, Pria yang Agni tunjuk tadi berjalan kearah Agni kemudian membungkuk. “Saya minta maaf, karena telah membuat anda takut, nyonya.”Agni terkejut dengan tindakan pria berbadan kekar itu. “Eh, kamu tidak perlu seperti ini. Jangan membungkuk,
Teng teng tengBunyi bel sekolah membuat suasana di Taman Kanak-kanak elite yang tadinya sepi menjadi sangat ramai. Anak-anak yang sudah tidak sabar untuk kembali ke rumah, berlari keluar dengan penuh semangat.Agni yang tengah bersandar pada mobilnya, terus mengedarkan pandangan mencari keberadaan putranya. Setelah sepuluh menit terlewat, dan anak-anak yang keluar mulai berkurang, sesosok anak kecil tampan yang menggendong ransel hitam berjalan dengan pelan keluar.Hari ini putranya itu berangkat sendiri tanpa di temani oleh mbok Inem, karena wanita paruh baya itu tengah dalam kondisi tubuh yang kurang sehat. Untuk itulah Agni yang mengantar dan menjemput Aska.Agni yang melihat kehadiran Aska langsung menyunggingkan senyum lebar. “Aska....” Agni melambai agar sang putra bisa melihat dirinya.Aska yang mendengar suara Bundanya, ikut tersenyum dan bergegas ke arah sang bunda.Agni kemudian menuntun Aska untuk masuk kedalam mobil.
Mendengar teriakkan nyaring dari Aska, Agni dan Bryan sama-sama menoleh ke arah pintu Kafe. Dan mereka berdua dikejutkan dengan kehadiran, Samudera.Aska sudah lebih dulu menyambut kedatangan Samudera dengan menghampiri pria itu. Agni pun demikian, wanita cantik berwajah sendu itu ikut menghampiri Samudera. Sementara Bryan... Pria itu masih terpaku ditempatnya.“Samudera?” Gumam Bryan, lalu pria itu melihat ke arah Aska. “Ayah...?”Bryan tahu siapa pria didepannya ini, pria yang dipanggil Ayah oleh anaknya Agni. Dan pria yang saat ini Agni hampiri dengan wajah khawatir.Samudera Aditama. Kepala keluarga Aditama yang baru. Pria yang membuat tatanan keluarga Aditama sempat goyah karena Bimasakti menyerahkan tonggak kekuasaannya bukan pada sang putra, Lautan, melainkan pada sang cucu yang belum genap berusia 30 tahun, waktu itu.Keputusan Bimasakti sempat menjadi pembahasan serius, sampai terjadi pertikaian internal dalam kelua
Kedatangan Samudera, Agni dan Aska, di sambut oleh seorang wanita paruh baya berusia pertengahan lima puluhan. Wanita paruh baya itu tersenyum cerah menyambut mereka.Samudera lebih dulu menghampiri wanita itu. “Bu Marni, perkenalkan, ini Agni calon istri saya, dan Aska putranya,” ucap Samudera pada wanita paruh baya bernama Marni itu.Marni sempat terpaku melihat Agni dan Aska. “Ini....” Marni kembali menatap Samudera, lalu kembali pada Agni dan Aska.Karena tidak mendapat respon dari Bu Marni, Samudera kembali memperkenalkan mereka. “Emm... Agni, ini bu Marni, orang yang sudah merawat saya sejak kecil.”“Halo Bu, aku Agni, dan ini Aska putraku. Senang bertemu dengan anda,” Agni menyapa Bu Marni dengan senyum cerah.Seperti dulu saat pertama kali bertemu Samudera di swalayan, kali ini pun Agni merasa sangat familiar dengan wajah Bu Marni. Namun, dimana mereka bertemu Agni tidak ingat.Marni ya
“Ekhm... Kami memiliki informan yang terpercaya,” jawab Bimasakti mencoba terdengar santai.“Baik. Apalagi yang kalian dengar dari informan terpercaya itu? Aku yakin bukan tentang keberadaan mereka berdua saja, bukan?” Sam sengaja menekan ‘informan terpercaya' untuk menyindir kedua Tetua. Entah apa yang mereka lakukan sampai bisa memperdaya si polos Reinhart.Samudera bisa langsung menebak, kalau informasi yang didapat kakek dan neneknya itu berasal dari Reinhart. Karena yang tahu tentang tentang keberadaan Agni dan Aska disini hanyalah kedua orang kepercayaannya itu, juga orang-orang di rumah ini.Namun, kakek dan neneknya tidak berhubungan dengan orang-orang di kediamannya, karena itu sudah pasti informasi itu dari Jona dan Rein. Akan tetapi, sebagai seseorang yang selalu berhati-hati, Jonatan tidak akan seceroboh itu. Jadi bisa dipastikan, semua itu ulah Reinhart.“Tentang rencana pernikahan kalian? Kami juga mendeng