Bab 56. Rani Pengkhianat
POV Rani
“Pak Ray!” teriakku menghentikan mereka. Spontan saja. Dada ini rasa terbakar karena cemburu. Pintu kamar terbuka.
“Kamu, kenapa?” Lelakii itu langsung keluar, Sandra berdiri di belakangnya.
“Anu, eh, anu!” Aku bingung mencari alasan kenapa aku berteriak, tak mungkin kukatakan kalau aku cemburu, iya, kan?’
“Anu apa? Ada apa?” Sandra mengguncang bahuku. Kulirik kancing blusnya yang sudah terbuka semua. Gila perempuan ini! Darahku kian mendidih melihatnya.
“Tadi, ada tetangga yang celingak celinguk di depan pagar. Pas aku tanyain ada apa, dia nanya, ada Pak Ray di rumah ini enggak? Anak Pak Ray diculik. Pak Raynya belum tahu di mana,” jawabku asal.
“Terus, kamu enggak bilang, kan, aku di dalam?” Pak Ray terlihat
Bab 57. Perjuangan Seorang Papa Sambung******Aku selalu berusaha memenuhi amanat Almarhum padaku. Aku harus menjadi papa bagi Embun. Kasih sayangku pada Embun, lebih-lebih kasih sayang pada anak kandung, karena aku memang tak punya anak kandung.Demi dia, aku rela menjadi direktur, memimpin dan menjaga perusahaan miliknya. Padahal aku paling malas kerja terikat seperti itu. Kutunggu sampai dia berkenan menyerahkan jabatan itu kepada suaminya. Kutunggu dengan sabar.Siskalah yang tidak sabaran, memaksaku mengundurkan diri, agar segera di serahkan pada Ray, ponakannya. Nyatanya, Embun bukan memberinya jabatan baru, tapi malah memecatnya sekalian. Aku juga tak terima awalnya. Tetapi, setelah melihat watak Siska dan Ray, kini aku paham, kenapa Embun tak mau memberi Ray kekuasaan.Aku mneyesal telah menjodohkan putriku dengan Ray si ber*ngsek itu. Tega dia menerjang pinggangku t
Bab 58. Serangan Mesum si Tante GirangPOV EmbunEntah mengapa pendengaran ini jadi aneh. Selalu saja aku mendengar suara tangis Radit putraku, juga rengekan Raya putriku. Deru mesin mobil, pun kudengar seperti suara tangisan.“Mammmma … owa … Mammmmma … owa … wa ….”Tangsian kedua anakku terdengar silih berganti. Sesak sudah dada ini. Tak normal lagi jalan darah ini. Rasa gemas kutumpahkan pada Dian.“Cepet, dong! Anak-anakku disekap di sebuah kamar, Dian!” teriakku kencang, mengimbangi hingar bingar suara klakson dari kendaraan lain yang marah kepada kami. Bagaimana mereka tak marah, Dian mengemudikan mobil ini tak lagi taat peraturan. Semua kendaraan lain kami salip. Itupun aku masih mengomel panjang pendek.Sumpah, nyawa ini serasa tak berharga, demi mengingat nyawa anak dalam sandera. Ya, nya
Bab 59. Perbuatan Bejadmu adalah Kata Talak Untukku******POV EmbunSeseorang kulihat berjalan menuju gerbang. Itu Renata, adik kandung Mas Ray. Sepertinya dia mau keluar. Kutunggu dengan sabar.“Kak Embun?” sapanya menatapku heran, dari sela-sela pintu gerbang.“Ya, buka gerbangnya!” Perintahku tak sabaran.“Iya, Kak. Tapi, kok, Kakak di sini? Terus yang di dalam kamar siapa?” tanyanya kebingungan.Tentu saja aku lebih bingung. Tapi, tak sempat berpikir. Segera kudorong tubuhnya, lalu berlari masuk ke halaman, menerobos masuk ke dalam rumah. Dian mengikutiku, pun Renata. Gadis itu mengurungkan kepergiannya, berbalik mengekoriku.“Papa dan Mama gak di rumah, Kak. Mereka ke kampung,” katanya berusaha menjejeri langkahku.Kalau mamanya ke
Bab. 60. Perhatian Mas Darry****Dian menghampiriku, sebelumnya dia berbincang dengan Mas Darry. Lelaki itu langsung bergerak menuju mobilnya.“Kamu ikut Mas Darry ke kantor polisi jemput anak-anak, ya! Aku langsung ke kantor dulu. Tadi mejaku masih berantakan, setelah kurapikan, aku langsung ke rumah kamu, Liza nelpon, katanya gak enak sendirian di rumah kamu,” tuturnya.“Berdua saja dengan Mas Darry?” gumamku ragu.“Kenapa? Kau takut ancaman suamimu?”“Tidak, Ray bukan suamiku lagi. Kenapa aku takut.”“Bagus, cepatlah! Aku dan Liza nunggu di rumah, ok!”Dian memapahku menuju mobil Mas Darry. Lelaki itu sudah membukakan pintu mobil untukku, di depan, di sampingnya. Tak ada waktu untuk menikmati debaran di dada ini. Kerinduanku pada Raya dan Radi
Bab 61. Ternyata Sudah Ada Diva Di Hati Darry******Liza dan Dian menyambut kami begitu mobil Mas Darry memasuki halaman. Liza menggendong Raya, dan Dian meraih Radit.“Mas Darry, pulanglah! Terima kasih untuk semuanya. Ada Dian dan Liza yang akan menemaniku di sini,” ucapku menghentikan langkahnya yang ingin mengikutiku masuk ke dalam rumah.“Tapi, aku tak bisa meninggalkanmu, Embun!”“Tolong, Mas. Statusku saat ini adalah seorang janda, jangan sampai ada fitnah!”“Ok, aku akan menunggu di teras saja.” Mas Darry tetap berkeras.Sebuah mobil memasuki halaman, seorang Dokter muda dan tampan melangkah turun, lalu berjalan gagah menghampiri kami.“Bu Embun, gimana anak-anak?” sapanya dengan nada khawatir.Kulihat mata Mas Darry
Bab 62. Pengacara si Pecundang tawarkan Damai****“Enggak, dong, Sayang! Om Darry sudah ditungguin sama Tante Diva di rumahnya. Om Darry harus segera pulang, iya, kan, Om? Bilang dadah sama Om Darry, Sayang!” titahku pada Raya.“Tante Difa?” mata bening putriku membulat.“Di … Va,” ucap mengulang kata-katanya.“Di … Fa,” ulangnya.“Iya, Sayang,” kataku menyerah.“Dadaaah, Om Dalli! Om Dokten aja yang jagain tita dicini, ya, tan, Ma?”Aku tercekat.“Iya tan, Om Dokten?” tanyanya beralih menatap Dokter Danu penuh harap.“Boleh sampai Raya bobok, Oom temanin. Sekarang makan dulu, ya!”Liza rupanya sudah menyediakan makanan buat anak-anak. Penuh s
Bab 63. Mas Darry Kuusir, Siska Ditalak=================“Mbak Embun, saya bisa menuntut balik Anda, dengan tuduhan menghalang-halangi client saya untuk bertemu dengan anak-anaknya!” ancamnya dengan suara mengeras.“Boleh! Saya tunggu tuntutan Anda. Tapi, kita bicarakan itu semua di dalam persidangan, bukan di rumah ini, ok?” tantangku mengulas senyum.“Apa sih, yang Mbak Embun pikirkankan? Berani melawan saya di persidangan, ha?” Sarah terlihat geram. Kedua alisnya menaut, wajah yang juh dari kata cantik itu membentuk segi delapan. Pipi tembemnya terlihat seperti martabak yang di lumuri saos tomat. Untung putriku Raya sudah terlelap, kalau tidak, bisa ketakutan dia melihat penampilan wanita ini.“Sekali lagi saya tekankan, saya tidak mau membahas hal seperti ini di rumah ini. Tolong pergi, segera!” Suaraku mulai mening
Bab 64. Ancaman Sarah atas hak asuh anak****“Papa sudah tanya, Nak. Katanya boleh, kalau papa sudah merasa kuat. Tadi dokter sudah masuk.”“Om Robert sudah ke sini kemarin untuk mengambil bukti-bukti penganiyayan, kan, Pa. Kita butuh itu untuk menjerat Mama Siska dan Mas Ray.”“Sudah, Nak. Papa langsung di visum, kemarin.”“Baik, saya urus administrasi dulu.”Kuselesaikan semua administrasi pengobatan Papa, lalu membawanya keluar dari rumah sakit itu. Hati berkecamuk, ke manakah dia akan kubawa sekarang.“Antar Papa ke penjara dulu, Nak! Papa mau menemui perempuan busuk itu,” titahnya begitu mobil berjalan pelan dijalan raya yang padat kendaraan. Cara dia menyebut nama istrinya, agak mengagetkan. Penuh kebencian dan dendam.&