Bab 135. Adante di Kontrakan Mesum Fajar“Sonya … ka … mu …!” Deva bergumam tak percaya. Matanya membulat sempurna. Rasa kaget karena tiba-tiba beberapa pria tegap datang membantunya mendobrak pintu hilang seketika. Pemandangan di dalam sana jauh lebih mengejutkan baginya. Sonya dan Fajar tengah bergumul tanpa busana.“Mas De … va?” sergah sang wanita kaget luar biasa. Buru-buru Fajar mencabut bagian tubuhnya yang tadi menyatu dengan tubuh Sonya. Menyambar pakaian yang terjangkau oleh tangannya, lalu buru-buru memakainya.“Mas Fajar, tolong pakaianku!” Sonya menutupi bagian dada dan bawah perutnya. Wanita itu lalu mengesot pelan-pelan ke balik kursi, menyembunyikan tubuh bugilnya dari pandangan para tamu tak diundang.Deva masih membeku di posisinya. Rasa kaget ini membuatnya kehilangan tenaga. Perempuan yang atdi pagi masih berada di dalam pelukannya, dia kecup dnegan begitu hangatnya, perempuan yang dia janjikan cinta dan pernikahan. Malam ini, dia saksikan tengah berada di bawa
Bab 136. Kalimat Mengejutkan Dari RajaDamar menggendong Adante keluar kamar. Perkelahian antara Deva dengan Fajar sudah berhenti. Para anggota Damar sudah berhasil melerai mereka. Sonya juga sudah mengenakan pakaiannya. Wajah pucat wanita itu bertambah pias saat melihat Damar menggendong bocah yang sempat diculiknya.“Papa!” Adante segera melorotkan tubuhnya dari gendongan Damar, begitu melihat sang papa. Damar melepasnya.“Nak, Sayang! dante enggak apa-apa, kan?” Deva menyambut sang putra yang berlari ke arahnya.“Papa, Dante takut! Om itu jahat!” adunya seraya memeluk leher Deva. Tangan mungil Dante menunjuk ke arah Fajar.“Iya, Sayang. Maafkan Papa, ya! Papa terlambat datang. Sekarang enggak usah takut lagi. Ada papa!”“Mau sama Mama!”Deva tercekat. Tatapannya kini mengarah kepada Damar. Dia tau pasti, kalau Alisyalah yang menyuruh pria itu mencari Adante. Kini juga baru sadar, kalau para pria yang tadi sempat menolongnya mendobrak pintu adalah anggota personil Damar. Damar
Bab 137. Alisya Menuntut Deva Masuk Penjara“Oh, iya, aku turut prihatin atas kandungan kamu, Sya!” ucap Raja dengan tatapan pilu. Bu Ainy dan dan Pak Wahyu terkejut. Mereka lupa memberitahu Raja agar merahasiakan tentang keguguran yang di alami Aliasya.“Kandungan aku, kenapa dengan kandungan aku?” Kedua mata Alisya membola.“Maaf, Nak Raja, sebetul istri kamu sakit apa?” Bu Ainy sengaja menyela, agar pembicaraan Raja dan Alisya terhenti.“Kamu … kamu belum tahu kalau ….” Raja tidak menjawab pertanyaan Bu Ainy, dia justru bingung melihat ekspresi Alisya,“Mama …!” Serempak semua menoleh ke arah pintu ruangan. Deva yang menggendong Adante tiba-tiba masuk. Damar mengiring di belakangnya. Bu Ainy dan Pak Wahyu menarik nafas lega. Apa yag mereka khawatirkan tidak terjadi. Adante segera meloloskan diri dari gendongan sang papa.“Mama sakit?” tanyanya sembari setengah berlari ke arah banker.“Iya, Sayang, Anak mama …. sini, Nak! Peluk mama, Sayang!” Alisya mengulurkan tangan ka
Bab 138. Permintaan Raja Mental“Pak Deva, sebaiknya kita keluar! Agar Mbak Alisya bisa menenangkan diri dulu, mari!” Damar memanggil Deva. “Mbak Alisya sedang emosi, kita tunggu di luar saja!” lanjutnya sambil berbalik. Deva mengikutinya.“Kenapa cuma dibawa keluar! Bawa ke kantor Bapak, Pak Damar!” sergah Alisya tidak senang. Tapi Bu Ainy segera menghampirinya. Pak Wahyu dan Raja hanya membisu.“Nak Raja, sebaiknya Nak Raja ikut keluar juga! Biarkan Ica istirahat dulu!” Bu Ainy mengusir Raja secara halus.“Baik, Bu. Saya mau ke ruangan Papa dulu. Sya, kalau ada apa-apa, telpon aku, ya!” ucap seraya mencium kening Adante lalu beranjak pergi.“Kenapa Ibu enggak maksa Pak Damar agar Mas Deva dipenjara? Mas Deva udah ngancam Ibuk kan, Buk!” cecar Alisya begitu Raja berlalu.“Sabar, Ca!!” bujuk Bu Ainy membelai kepala putrinya. Sebaiknya dinginkan dulu hatimu! Deva memang salah. Tetapi tak perlu kau tuntut sampai ke kantor polisi segala. Kalau memang kau tidak mau lagi rujuk
Bab 139. Ayah Mertua Siuman Dengan Sentuhan Alisya“Maksud Ibu, apakah Pak Damar menyukai Alisya?” tanya Raja kaget.“Wah, kalau itu ibu tidak tahu, Nak Raja! Ibu tidak bis amemahami isi hati seseoraang. Yang jelas Nak Damar meminta agar kami menjaga Ica setelah mengalami peristiwa waktu itu. Maaf, ya, Nak Raja, permisi, tolong tutup pintu lifnya!”“Baik, Bu. Saya paham. Pak Damar mungkin hanya mengkhawatirkan Alisya saja. Tapi, ini masalah nyawa, Buk! Papa saya sedang sekarat. Menjelang nafas terakhirnya dia menyebut nama Alisya. Mumpung Alisya masih sada di sini, tidak bisakah kalian luangkan beberapa detik saja waktu kalian untuknya? Tolong, Sya! Sebenci apapun kamu terhadap Mama dan Mas Deva, tolong ingat Papa! Apakah Papa seperti Mama? Pernah Papa menyakiti hatimu? Tolong kamu pikirkan baik-baik!”Alisya dan Bu Ainy saling tatap. Membenarkan apa yang yang dilontarkan oleh Raja. Alisya menghela nafas panjang, lalu berucap pelan.“Baiklah, aku temui Papa sebentar!”“Terima
Bab 140. Pukulan Telak Batin Alina“Pak Damar?” ucapnya dengan bibir bergetar. Tak ada suara yang terdengar. Seorang pria berseragam te;ah berdiri tepat di sampingnya, mengangguk sopan kepada Alina, lalu tersenyum kepada Raja.“Kita pulang sekarang?” tanya pria itu lagi menoleh kepada Alisya. Tangannya sudah tak lagi memeluk bahu wanita itu.“Eem,” sahut Alisya masih sangat terkejut. Sama seperti Bu Ainy, wanita paruh baya itu merasa tak enak kepada Damar. Berharap kalimatnya tadi tak sempat didengar oleh pria ini.“Permisi ya, Bu, Pak Raja!” ucap Damar lagi lalu menoleh kepada Bu Ainy. “Kita pulang, Bu!” ajaknya yang dijawab dengan anggukan oleh wanita itu.Mereka berlalu, menapaki koridor lantai empat rumah sakit itu menuju lif. Pintu lif terbuka, satau persatu mereka masuk.“Maafkan sikap saya tadi, Mbak Alisya. Saya agak lancang. Maafkan saya, Bu, saya tak bermaksud merendah Mbak Alisya saat memeluk bahunya. Saya hanya ingin melindungi Ibu dari hinaan wanita tadi. Tidak ada
Bab 141. Alina Mengamuk“Ya, Bu. Tolong panggilkan Alisyanya ya, secepatnya, jangan sampai pasien drop lagi! Permisi!” sang perawat menutup pintu kembali.Alina dan Raja terpaku, saling tatap tanpa bicara. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Alina yang tak habis pikir denagn sikap dan permintaan Haga Wibawa. Rasa bencinya kepada Alisya semakin bertambah saja. Bagaimana mungkin perempuan itu bisa mempengaruhi semua keluarganya. Semua seolah-olah begitu mengagungkan Alisya, dan semua berubah sangat membenci dirinya.Sedangkan Raja sibuk dengan pikirannya tentang kemungkinan yang akan terjadi. Dilema melanda hatinya. Sang papa ingin bertemu Alisya, sementara Alina pasti tidak suka. Bagaimana cara membujuk sang mama agar bisa menerima kehadiran Alisya? Padahal, andaipun Alina bisa menerima kehadiran Alisya, belum tentu Alisya mau datang setelah kejadian tadi pagi.Alina menghela nafas panjang, Raja berbuat yang sama. Keduanya dilanda kebingungan yang sama parahnya.“Ada-ada sa
Bab 142. Deva Pulang ke Rumah Alisya“Tidak, itu tidak benar!” Raja berusaha menghalangi ibunya. Pria itu menghadang di depan pintu.“Jangan halangi mama!” teriak Alina mendorong bahu kanan putranya. Wanita itu lalu menerobos dan melenggang pergi dengan emosi membara.“Mama! Ini tidak akan menyelesaikan masalah! Siapa yang akan mengurus Papa, Ma! Sedang aku harus mengurus Aisyah! Aisyah juga sakit, Ma!” Raja menjejeri langkah ibunya.“Bukan urusan mama! Terserah! Mama sudah tak peduli!”“Ma!”“Mulai sekarang urus urusan masing-masing saja! Mama udah bosan! Terserah!” Alina mengibaskan tanagn kanannya ke udara, berjalan makin cepat menuju lif. Raja terus saja mengikutinya.Raja menghentikan langkah saat Alina sudah sampai di depan lif. Wanita itu menekan tombol turun. Tak lama pintu lif terbuka. Alina masuk ke dalamnya. Raja menghentak nafas dengan kasar, begitu sang Mama lenyap dari pandangan. Dengan langkah lesu, dia kembali ke dalam kamar.Pria itu kembali menghela nafas, pikiran