Beres...
Anton menyimpan kembali peralatan yang baru saja ia gunakan untuk merusak mobil Elisa, lantas berjalan menghampiri Alina yang masih terlihat sibuk mengawasi sekitar.
"Bagaimana?"
"Sip. Beres," ucapnya sambil mengerlingkan sebelah matanya ke arah perempuan itu, lantas menarik tangan Alina menjauh dari parkiran Bandara.
"Ingat. Ini tidak gratis, sayang."
Anton melajukan mobilnya perlahan meninggalkan tempat itu, sembari terus melirik ke arah Alina yang sudah duduk tepat di sampingnya.
"Iya, iya. Pokoknya semaumu," janji Alina pada pria itu, meski ia sendiri bisa menebak akan seperti apa nantinya.
Pasti Anton akan mengerjainya habis-habisan sampai ia lemas tak berdaya, dan anehnya pria itu selalu terlihat bugar seakan tidak mempunyai rasa lelah.
"Oke, kita ketempat biasa."
Anton terlihat bersemangat, padahal baru kemarin mereka berlibur bersama, bahkan banyak menghabiskan waktu berdua di dalam kamar.
"Apa ti
Setelah sambungan telepon terputus, Elisa mencoba menghubungi laki-laki itu lagi, namun sayangnya sampai panggilan ke tiga Roy sama sekali tidak merespon. Tidak patah semangat, Elisa mengirimkan pesan singkat pada suaminya, yapi tetap saja Roy tak membalasnya, bahkan nomer yang ia gunakan sekarang tidak bisa di hubungi lagi.Elisa beralih menghubungi nomer Mbok Nah, karena ingin tau keadaan di rumah saat ini. Meski Elisa harus berulang kali menepikan mobilnya, karena tidak ingin membahayakan keselamtan dirinya sendiri. Baru panggilan pertama, terdengar suara Mbok Nah di seberang sana, membuat Elisa ingin segera tau bagaimana keadaan dirumah saat ini."Mbok, apa Kak Roy sekarang ada di rumah?""Non...?""Iya, Mbok. Apa Kak Roy...?""Den Rey....?"Elisa menjatuhkan handphonenya seketika, jujur saja sekarang pikiran wanita itu benar-benar buntu. Pantas saja Roy tadi menghubunginya berkali-kali, bahkan laki-laki itu memutuskan sambungan telepon
"K-ak...?" bibir Elisa bergetar. Benarkah apa yag baru saja ia dengar, atau saat ini ia sedang bermimpi. Namun kenapa rasanya sakit sekali."Aku serius, El, bukankah itu yang kamu mau. Mulai sekarang kamu bebas melakukan apapun. Kejarlah, kejar laki-laki itu, jika dia memang bisa membuatmu bahagia."Dan akhirnya Roy memilih menyerah. Ia pikir saat Elisa mendatanginya ke kantor, wanita itu benar-benar ingin dirinya kembali, tapi nyatanya Elisa hanya ingin membuatnya semakin terikat dengan perasaan yang ia miliki."Kak, kumohon...?" tangis Elisa kembali pecah, bahkan suara tangisannya memenuhi lorong sepi itu."Jangan katakan itu lagi," pintany pada Roy.Elisa masih berharap kalau Roy tidak benar-benar mengatakan itu."Bukankah itu mau mu? Kamu sendiri kan yang bilang, Kita Hanya Menikah. Apa kamu lupa?" Roy tersenyum sinis, mengingatkan kembali syarat dari Elisa sebelum pernikahan mereka terjadi."Bahkan kamu tidak pernah sekalipun mel
Seminggu telah berlalu, setelah pertengkaran itu keduanya semakin menjauh. Roy memilih tetap tinggal di apartemen, dan menemui Rey setiap akhir pekan. Sedangkan Elisa yang memang merasa bersalah masih terus berusaha mendapatkan maaf, dari menghubunginya lewat telepon, atau menemuinya langsung ke kantor. Tapi sayangnya Elisa tidak pernah bisa menemui laki-laki itu, entah sengaja atau hanya alasan Roy saja, yang pasti ia selalu tidak ada saat Elisa datang mencarinya. Mau tidak mau Elisa harus pulang dan berusaha menemuinya lagi besok.Dan hari ini saat Elisa datang ke kantor, Roy lagi-lagi menghindar. Laki-laki itu memilih pergi ke sebuah pusat perbelanjaan demi untuk menghindari istrinya.Istri?Mungkin status itu sebentar lagi tidak akan ada, karena Roy sudah bertekad untuk melepaskan Elisa secepatnya.Roy hanya berjalan dan melihat-lihat tanpa membeli satupun barang di setiap toko yang ia lewati, berharap waktu cepat berlalu dan Elisa cepat pergi dari ru
"Siapa...?"Sang perawat tadi diam, sambil mengingat ciri-ciri wanita muda yang tadi datang kerumah, dan membawa pergi majikan perempuannya."Wanita itu cantik, Pak. Mata bulat, kulit putih bersih, dan dia memperkenalkan diri sebagai, Elisa," jawab perawat itu begitu yakin."Elisa, siapa. Apa dia teman ibu?" Wahyu Aditama masih bingung. Seingatnya kalau sang istri tidak mempunyai teman bernama Elisa, apalagi wanita muda seperti yang di ceritan perawat tadi."Saya kira bukan, Pak. Maaf, saya hanya mendengar itu."Karena tidak menemukan petunjuk apapun selain nama wanita yang membawa istrinya tadi, Wahyu Aditama akhirnya menghubungi Alex yang sekarang masih lembur di perusahaan tempat dia bekerja."Ibumu pergi dengan seorang wanita muda, dan Ayah tidak bisa mencegahnya."Yang di seberang sana seketika panik, bahkan pekerjaan yang sedikit lagi hampir selesai terpaksa ia tinggalkan begitu saja.*****
"Nak, sebenarnya kita mau kemana?" Bu Lastri menatap heran Elisa. Mungkin perempuan itu berpikir akan di ajak ke rumah wanita itu, tapi nyatanya Elisa tidak membawanya kesana."Tenang, Bu. Kita akan menemui Kak Roy," Elisa tersenyum, lalu melanjutkan lagi langkahnya menyusuri lorong apartemen tempat Roy tinggal. Setelah sampai di depan pintu kamar, Elisa mengeluarkan kunci lantas segera membukanya."Lho, kalian tinggal disini?" tanya perempuan paruh baya itu lagi, matanya meneliti seluruh ruangan yang ada di depannya."Maaf, Bu. El nggak bisa kasih tau sekarang, Ibu tunggu disini sebentar ya?"Elisa meninggalkan Bu Lastri di ruang tamu sendirian, sedangkan dirinya menerobos masuk begitu saja mencari keberadaan tuan rumah yang sedari tadi belum terlihat."Kak...!" Elisa memekik keras saat ia melihat laki-laki itu baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan menggunakan handuk sebatas pinggang, Roy yang semula santai tak kalah terkejut saat tiba-tiba me
Untung tidak dapat di raih, malang tidak bisa di tolak. Elisa terpaksa pergi meninggalkan parkiran apartemen, dan melajukan mobilnya kembali menuju rumah.Sudah beberapa hari ini ia berusaha mendatangi kantor Roy, tapi tidak pernah sekalipun bisa menemui laki-laki itu disana. Sedangkan malam ini, ia yang semula berniat hanya ingin menemui ibu kandung dari suaminya, harus menelan pil pahit karena lagi-lagi bukan kata maaf yang ia dapatkan, melainkan penolakan dan amarah dari suaminya yang semakin tidak bisa ia pahami. Setelah ia membawa perempuan paruh baya yang kini menjadi mertuanya itu menemuinya di apartemen.Sebenci itu kah Roy kepadanya, hingga ia begitu tega mengusirnya dari apartemennya sendiri. Bahkan sebelum pertengkaran itu terjadi, Roy masih bisa menerima sikapnya yang sejak dulu memang seperti itu.Apa ini mengenai kepergiaannya yang tidak ia ketahui?Jika memang ia, seharusnya Roy menyelidikinya lebih dulu. Atau setidaknya ia menuntut a
Airin panik. Ingin sekali ia mengejar dan membantu temannya yang sekarang masih di paksa oleh laki-laki asing keluar dari cafe. Tapi melihat tatapan tajamnya tadi, ia jadi ngeri sendiri dan memutuskan mencari bantuan lain untuk bisa menyelamatkan Elisa."Jangan-jangan laki-laki itu sindikat penculikan wanita. Nanti Elisa....? Astaga," Airin membekap mulutnya sendiri, membayangkan nasib temannya yang kurang beruntung.Pikiran gadis itu sudah melayang kemana-mana, memikirkan hal terburuk yang akan terjadi nanti."Tapi kalau dia penculik, kenapa tampan begitu....?"Astaga, kenapa ia bisa tidak setau diri ini..."Apa yang harus aku lakukan?" Airin mondar-mandir di depan cafe, sembari terus memutar otak, mencari cara agar ia bisa secepatkan menyelamatkan wanita itu."Nggak mungkin aku kasih tau Kak Roy, nanti malah semakin kacau." Ia menggeleng cepat, dan kembali mencari solusi yang lain.Jika ia perhatikan, tidak mungkin laki-laki i
"Hei, kamu mau aku kemana?" Kini Elisa gantian yang terlihat panik, saat menyadari mobil milik Alex perlahan bergerak meninggalkan parkiran.Laki-laki itu diam, tanpa menghiraukan teriakan Elisa. Ia terus membawa mobilnya pergi meninggalkan cafe itu."Alex...! Sebenarnya kau mau bawa aku kemana?" Pertanyaan itu kembali ia lontarkan. Berharap mendapatkan jawaban yang bisa membuatnya tenang.Hufffff...Meski merasa frustasi karena tidak mendapatkan jawaban akan pertanyaannya, tapi ia yakin laki-laki yang ada di sampingnya ini tidak akan melakukan sesuatu yang buruk pada dirinya.Beberapa saat kemudian, mobil terlihat menepi. Alex segera mematikan mesin mobil dan kembali fokus pada Elisa yang ada di sampingnya.Syukurlah...Elisa lega, setidaknya ia tahu keberadaannya sekarang tidak terlalu jauh dari cafe. Jadi ia masih bisa kembali ke tempat itu, setelah urusannya dengan Alex nanti selesai ."Cepat katakan," ucap Alex tenang. Pan