Layla duduk di ruang tamu setelah membuat pasta. Arsen tidak mengatakan apa-apa tentang lembur, jadi ia berasumsi pria itu akan pulang cepat. Mungkin satu jam dari jam pulang kerja—pukul tujuh, atau mungkin sedikit lebih lama mengingat dia suka bekerja.Layla akan menunggu sampai jam sepuluh untuk makan malam bersama. Ia tidak terlalu berselera makan sendiri, jadi ia memutuskan untuk menunggu Arsen. Tetapi jika sudah lewat jam sepuluh, ia terpaksa akan makan sendiri dan menelepon Arsen untuk menanyakan kepulangannya.Layla mengira bahwa Arsen mungkin juga lebih suka menghabiskan waktunya di kantor, sebab Olivia ada di sana. Ia tahu bahwa Arsen selalu bersikap profesional dalam bekerja, tetapi tetap saja keberadaan sang kekasih pasti akan membuat pria itu lebih bersemangat.Ia meremat jarinya dan menggeleng pelan. Jika ia membiarkan otaknya untuk memikirkan hal itu terus-menerus, ia hanya akan merasa sedih. Dan itu tidak ada gunanya. Akan lebih baik jika ia melakukan hal-hal yang lebih
Pantai telah dipenuhi lautan manusia ketika Arsen dan Layla tiba. Festivalnya dimulai jam enam sore, tetapi para pengunjung katanya sudah berdatangan sejak pukul empat. Sekarang sudah hampir pukul sembilan, sementara peluncuran kembang apinya akan dimulai sebentar lagi.Para pengunjung kebanyakan berkumpul di tepi pantai, duduk berlesehan menggunakan alas piknik yang dibentangkan di atas pasir. Beberapa orang terlihat bermain di tepi laut, bertelanjang kaki dan merasakan gulungan ombak membilas kulit mereka. Ada musik jazz yang diputar dengan volume yang menenangkan di telinga.Stand-stand makanan berjejer di sisi kiri pantai, dikerumuni oleh banyak pengunjung yang antri untuk membeli. Layla tersenyum menatap kumpulan anak-anak yang berlari-lari kecil sambil memainkan lampu led yang berkerlap-kerlip."Apa kau ingin membeli makanan dulu? Atau minuman?" Arsen bertanya seraya menuntun Layla untuk menyeberangi jalan menuju pantai.Keduanya sudah sepakat untuk tidak menonton festival sam
"Oh, kembang apinya akan segera dinyalakan."Para pengunjung mulai bersorak heboh ketika kembang api akan segera diluncurkan. Mereka berbondong-bondong ke pangggung di dekat stand makanan, tempat di mana kembang apinya akan dinyalakan.Suasana pantai yang tadinya tenang oleh musik ballad, kini menjadi riuh karena antusiasme dari pengunjung festival. Mereka seperti semut yang datang bergerombol dan berkerumun pada makanan manis."Ayo cari tempat yang bagus untuk melihat kembang apinya." Arsen tanpa basa-basi meraih tangan Layla untuk digenggam. Ia menatap kerumunan orang di dekat panggung, lalu sisi kanan pantai yang agak sepi."Mm, kau ingin di mana?" Layla bertanya dengan bingung.Ia sebenarnya ingin meminta pada Arsen agar mereka pergi ke tempat yang lebih sepi saja, tetapi bagaimana kalau Arsen ingin bergabung dengan para pengunjung di panggung?Ia tidak mau Arsen mengalah dan memilih menuruti keinginannya. Ia tahu benar itulah yang akan Arsen lakukan jika ia mengatakannya.Layla t
"Kalian datang?" Kata Arsen, tercengang. Ia meneliti wajah sang nenek dan Kiran yang tampak lelah. "Kenapa tidak menelepon? Kami akan langsung pulang jika tahu kalian akan datang."Nenek menggeleng. "Tidak apa-apa, kami juga belum lama tiba di sini, Nak. Saat penjaga gerbang bilang kalau kalian sedang keluar, Kiran memberitahu tentang festival dekat pusat kota dan mungkin kalian pergi ke sana. Jadi, kami tidak ingin mengganggu, benar 'kan?" Nenek tersenyum menatap Kiran yang langsung mengangguk-angguk."Kami memang pergi ke festival tapi—""Hooooooo jadi benar, ya? Kalian pergi kencan ke festival? Coba lihat, Kak Layla juga pakai jaket Kak Arsen! Manis sekali!" Kiran menyahut dengan suara melengking, ia mengedipkan matanya pada Layla yang kontan menggeleng dengan pipi memerah."Tidak, kami hanya pergi melihat kembang api ..." Layla mencoba menjelaskan, tetapi nenek meraih tangannya dan menepuk-nepuknya."Tidak perlu malu, Nak. Memang begitu, 'kan? Pengantin baru harus sering menghabis
Layla terbangun sendirian di kamar Arsen pagi itu, ia mengira kalau Arsen mungkin tidur di ruang kerjanya. Layla bukannya berharap mereka tidur bersama, tetapi ia tidak mau pria itu tersiksa dengan tidur di sofa, sementara ia tidur dengan nyaman di kasurnya.Ia tahu benar tidak ada apa pun yang akan terjadi di antara keduanya, dan mereka bisa menaruh guling di tengah sebagai batas.Pagi itu, ia minum teh bersama nenek dan Kiran sebelum membersihkan rumah. Kiran berencana untuk mengajaknya ke mall demi membeli beberapa dekorasi pesta ulang tahun Arsen.Ulang tahun pria itu memang selalu dirayakan tiap tahun dan yang hadir hanya anggota keluarga. Kemudian, tahun ini, ditambah dengan keluarga Layla. Tidak ada orang lain yang diundang. Kiran menekankan kalau Olivia tidak akan pernah bisa datang ke perayaan ulang tahun Arsen.Mungkin mereka akan merayakan di tempat lain, pikir Layla. Tetapi ia tidak menyuarakan pendapatnya dan hanya mengangguk pada adik iparnya itu."Apa Arsen masih tidur?
"Aku dan kak Layla ingin pergi berbelanja di mall pagi ini," sahut Kiran ketika semua piring telah dibereskan. Ia menatap Layla yang sedang memberikan teh pada nenek dengan senyum lebar."Kalian ingin diantar?" Tawar Arsen."Tidak usah, biar Pak Surya yang mengantar kami.""Bukannya kau ingin ke kantor?" Tanya Layla, menatap Arsen. Ia duduk di samping nenek dan memperhatikan wajah suaminya yang tampak lelah karena kurang tidur."Ya, walaupun sudah terlambat. Sebenarnya tinggal menyelesaikan beberapa hal." Arsen mengangkat bahu dan tersenyum tipis. "Aku akan mengambil cuti mulai besok sampai beberapa hari ke depan. Mungkin sampai seminggu.""Baguslah, kau memang perlu mengambil istirahat sebentar," kata nenek."Iya, itu juga sebagai ganti cuti pernikahan sebelumnya."Nenek mengangguk. "Walaupun bukan cuti pernikahan, kalau kau lelah, beristirahatlah. Jangan terlalu memaksakan diri.""Aku mengerti.""Kalau begitu, selama cuti, habiskanlah waktumu bersama istrimu." Nenek mengusap pelan p
Layla terdiam dan melirik suaminya.Jika diingat-ingat, Arsen selalu terlihat seperti itu ketika Layla memujinya atau menatap ke dalam matanya dan tersenyum. Kemudian, dia akan memalingkan wajah, lalu berdeham.Aneh.Layla tidak mengerti, tetapi di sisi lain ingin tahu apa yang Arsen pikirkan ketika berekspresi seperti itu.Mobil kembali berhenti karena lampu merah. Layla beralih menatap tangannya, lalu memainkan gantungan sepatu bayinya. Arsen memperhatikan hal itu, ekspresinya seketika berubah. Ada rasa bersalah yang melintas di matanya sebelum dia mengontrol ekspresinya menjadi datar kembali.Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya saling diam. Sampai kemudian, Layla melihat mall di mana seharusnya ia turun. Tetapi Arsen tidak menghentikan mobilnya dan terus melaju dengan kecepatan sedang.Apakah Arsen lupa kalau ia harus turun di sana?"Arsen, mall-nya sudah lewat." Layla kontan menyentuh lengan Arsen, siapa tahu pria itu tidak fokus karena lelah.Tetapi Arsen justru menggeleng.
'Direktur Muda Arsen Sergio dan Istrinya'.Olivia membaca judul dari halaman utama majalah yang ia beli. Senyum sinis menghiasi bibirnya, ia mendecih dan merobek-robek majalah itu dengan kesal.Sialan.Benar-benar sialan.Rasanya, semakin hari, semakin menjengkelkan.Mood Olivia sudah hancur sejak pagi, tepat ketika Arsen memberitahukan perihal cuti yang akan dia ambil selama seminggu atau mungkin lebih. Menjelang ulang tahunnya, keluarganya akan datang dan dia ingin menghabiskan waktu dengan mereka.Dia tidak bisa menemui Olivia dan juga tidak akan sering menelepon.Lalu pagi ini, Olivia malah tidak sengaja melihat majalah itu, terpampang di etalase depan salah satu mall milik Sergio Industri.Olivia kira, itu hanya pemotretan biasa. Sekalipun itu foto bersama, ia yakin ia hanya akan tertawa jika melihatnya. Tetapi di luar dugaan, fotonya ternyata sangat mesra.Arsen memeluk gadis itu dan mencium puncak kepalanya. Tatapannya pada Layla tampak manis dan lembut.Rasanya amarah telah men