Assalamualaikum guys,
Hai semua. Maaf ya, lama banget ya nunggu bab-bab selanjutnya. Well, sorry guys, been busy and yeah, got sidetrack here and there.
So, maaf ya. Sesuai janji, buku pertama saya dan mungkin satu-satunya di GN ini tidak akan lebih dari 65 bab. Dan, setelah beberapa pertimbangan terutama setelah mendapat email teguran, xoxoxo... akhirnya saya memutuskan, let's end it here. Ya, jadi saya sudah memutuskan bahwa buku ini tamat sampai disini. Tapi jangan khawatir, yang berminat boleh cek buku saya di WP. Akun saya moonbhakushan. Xoxoxo. Promo nggak papa ya.
Gimana-gimana? Ada pendapat soal cerita ini?
Sejauh ini saya memang... well, cukup kecewa karena tidak mendapat respon yang baik, maksud saya, bahkan setelah hampir satu tahun, baru sekian dari user di GN yang mau mampir kesini. Ya, pardon, saya masih amatiran, so dont blame me for seeking attentions. Apalagi ini buku pertama dan harapannya bisa... you know... kind of wow... book and all.
But, to you guys and i disappointment, we shall stop, yeah? Lets not waste our time here.
Well, saya benar-benar senang dan sangat amat berterima kasih kepada pembaca yang setia dan mohon maaf kalau saya kurang setia, apalagi for keeping a promises. We are human, and breaking a promise is human right, right? Okay, sorry guys. Dont take my words to heart.
Jadi disinilah mari kita berpisah, well its goodbye but not goodbye.
Masih ada satu bab lagi dan InshaAllah epilog.
Okay, lets stop talking nonsense.
Well, lastly... I was really.. so grateful for GN, thanks for the offer to let my book displayed on your apps. For my editor, thank you so much. For my readers, you are the best of the best. Hopefully our connection didnt end here.
Kak, editor. Maaf ya, bahasa indonesia saya memang kacau. Mohon dimaklumi. Hehehe...
Alya terpaku di tempatnya duduk, mamandang Caster yang tengah berteriak seperti orang kesurupan. Tidak. Seperti orang hilang akal. Apa ia sudah gila? Sebesar itukah rasa tidak sukanya kepada Leo hingga mau merusak kebahagian saudaranya sendiri. Alya merasa dunia berhenti berputar. Semua orang membeku. Duduk kaku di tempatnya masing-masing, menatap Caster horor. Tunggu apa yang dilakukan Caster di sana? Apa yang ia bicarakan? Bukan, kah, semua orang sudah sepakat? Leo sudah menandatangi surat kontrak itu, bukan? Atau ada yang tidak Alya ketahui? Apakah itu jebakan? Caster melempar sesuatu yang berbentuk seperti kertas foto ke udara. Kertas foto itu melayang-layang di udara sebelum berhamburan di depan matanya. Puluhan kertas itu berjatuhan tepat di depan matanya. Menampilkan sesosok laki-laki yang sudah sangat ia kenal dan seorang perempuan asing yang sedang bermesraan. "He is a cheating bastard !" Caster kembali be
Siska berdeham saat ia meletakan segelas lemonade pesanan Alya di meja. Dengan hati-hati ia mengawasi dua orang yang saling meneliti itu sebelum berbalik dan mengamati dari jauh. Alya masih dibuat pangling oleh laki-laki itu, juga keadaan. Jadi, siapa laki-laki itu? Bule? Turis miskin yang datang ke kafenya satu minggu yang lalu? Apakah ia benar-benar memberi tawaran kepada orang asing itu? Begitu saja? Oh, ia pasti terlalu stress memikirkan naskah novelnya hingga ia kehilangan akal. Apa yang membuatnya menawarkan posisi pelayan kepada laki-laki tampan yang tak mungkin menjadi pelayan itu? ia pasti sudah gila. Sialan mas Hendra! "Have you eat dinner?" "NO!" Alya mendapati laki-laki itu mengangkat alis, ia pasti terkejut dengan nada kasarnya. "Pardon, can you tell me, what's exactly did I told you a week ago?" Tanyanya berhati-hati. Ia sudah cukup gila dengan k
Tiga tahun kemudian. Pagi itu sangat cerah. Langit biru membentang di atas Jakarta, menjanjinkan keceriaan. Cuaca yang bagus untuk berpiknik di taman atau sekadar berjemur di tepi kolam renang di halaman belakang rumah. Tetapi Alya merasakan hal yang berbeda. Ia merasa begitu tersiksa. Lahir dan batin. Oke. Mungkin kedengarannya sedikit berlebihan, tetapi itulah yang ia rasakan saat ini, rasa mual itu benar-benar membuatnya nyaris gila. "LEO!" pekiknya dengan suara alto yang ia tidak sadar dirinya memilikinya hingga detik itu. Ia meronta di dalam kamar mereka berdua, di atas ranjang besarnya yang sangat lembut dan tentu saja sangat nyaman. Leo yang sedang berada di dapur yang untuk mempersiapkan sarapan mendesah pasrah. Ia merasa hidupnya semakin sulit setelah Alya hamil anak pertama mereka. Ia merasa telah kehilangan harga dirinya sebagai laki-laki macho. Tidak! Bukan berarti Leo tidak menyukai atau bahkan membencinya. Ia hanya berharap kehidupan pernikahannya akan tetap manis s
Dua tahun kemudian Di gedung Omar Corp. ada beberapa gosip yang beredar santer di kalangan karyawan. Entah siapa yang memulainya dan bagaimana gosip itu tersebar. Kenyataannya, kini Omar Corp. memiliki nama lain selain biro arsitek, yakni, tempat berkumpulnya 'Hot Daddy'. Mungkin, gosip itu berawal dari pemilik gedung itu sendiri yang dalam beberapa kesempatan membawa buah hatinya ke kantor, atau mungkin ketika nyaris semua laki-laki yang awalnya single tiba-tiba menikah dan membawa buah hati mereka ke kantor dalam beberapa kesempatan. Tidak ada yang tahu pasti. Seperti hari ini. Karyawan sedang disibukkan dengan gosip yang sebenarnya bukan hal hangat lagi, tetapi selalu menjadi topik hangat."Iya, aku dengar bos AHA Architect itu memang tipe suami takut istri!" Seseorang di lobby berbisik kepada rekannya. Mereka baru saja menyaksikan salah satu bos mereka, Leo, datang bersama bayinya yang berusia kurang dari dua tahun, lengkap dengan sebuah tas besar yang biasanya dibawa oleh ibu-
Lima tahun yang lalu... Sejak mimpi aneh itu, Alya tidak lagi berani untuk tidur setelah Ashar atau maghrib. Jika sangat mengantuk, Alya akan memaksakan diri untuk membantu Reno di dapur alias memata-matai Reno. Atau Alya akan meluangkan waktu sekitar satu jam untuk tidur siang setelah jam makan siang berakhir. Namun, Alya paling tidak berani menunjukkan wajahnya saat jam-jam sarapan, makan siang atau makan malam. Ia akan berdiam diri, di ruangan kecil yang terletak di lantai dua, ditemani oleh laptop miliknya dan cemilan khusus yang disiapkan Reno. Setelah, dengan cerobohnya ia mengundang laki-laki asing untuk bekerja di kafe dan bahkan memimpikannya, Alya dengan jiwa pengecutnya berharap laki-laki itu tak akan pernah datang lagi ke kafenya. Ia terlalu malu, lebih dari itu ia sangat cemas. Cemas dengan mimpinya. Selama seminggu pertama sejak hari itu, hari Alya berbicara dengan laki-laki tampan berkunjung ke dalam mimpinya, Alya selalu datang terlambat. Ia baru akan tiba di kaf
Sejak saat itu, Alya selalu menemukan dirinya bersama Leo. Tidak, bukan berarti mereka berkencan atau semacamnya. Sama sekali tidak. Hanya saja. Entah bagaimana, mereka selalu bertemu. Baik itu saat acara keluarga, atau hanya Leo yang sedang mengunjungi kafe untuk makan, acara kumpul-kumpul dengan saudara sepupunya. Alya menemukan laki-laki itu selalu ada di mana-mana dan menghantuinya. Awalnya Alya hanya berani melempar senyum sopan yang kurang tulus, tetapi kemudian mereka saling mengirim pesan meski hanya sekali dalam sehari. Itu pun, karena laki-laki bernama Leonardo itu sering menerornya melalui pesan-pesan singkat. Tak lama, kurang dari tiga bulan, Leo mulai berani mengajaknya pergi makan malam. Bukan di kafe miliknya, bukan juga di restoran mahal dengan suasana romantis, bukan juga di hotel dengan masakan kebarat-baratan, bukan pula restoran jepang. Dan tentu saja bukan warung tenda, meski sebenarnya Alya tak akan keberatan jika Leo yang mengajak. Sayangnya, tidak. Leo
Tiga Bulan Kemudian "Aaalll!!!" Rara dengan histeris memeluk Alya yang tengah tenggelam dalam lamunannya. Di benaknya, Alya memutar ulang semua kejadian sejak pertama kali ia melihat Leo di kafenya hingga detik ini. Saat ia menunggu di ruang tunggu pengantin. Di hotel saudaranya di pulau Bali. Proses Ijab kabul sudah dilaksanakan di Jakarta Jumat lalu, dan resepsi dilakasanakan dua kali. Pertama di Jakarta yang bersifat terbuka. Ada lebih dari seribu tamu undangan. Alya sendiri tidak tahu siapa saja tamu di pesta pernikahannya itu. Ia hanya mengenal beberapa wajah, tidak lebih dari dua seratus orang. Mereka adalah sahabat, rekan kerja, karyawan di kafenya, dan beberapa teman sekolah termasuk juga teman kuliah. Selebihnya adalah orang asing, tamu dari kedua keluarga besar yang menyatu itu. Dan sekarang, seminggu setelah pesta di Jakarta mereka, Leo dan keluarganya lebih tepatnya, mengadakan pesta kedua yang bersifat lebih private. Hanya keluarga, sahabat dan kerabat dekat yang diun
"Was it good?" Tanya Leo sambil menyuapi Alya sepotong cheesecake. Mereka sudah tiba di kamar hotel. Ranjang mereka dihiasi mawar merah yang membentuk hati, sayangnya hal itu sia-sia. Tetapi Alya cukup tersentuh dengan usaha sang suami untuk membuat malam mereka romantis. Alya duduk bersila di atas ranjang lembut berwarna putih itu, mengangguk puas, sambil tersenyum disaat mulutnya penuh dengan hidangan legit itu. Alya baru saja menghabiskan semangkuk yogurt dan segelas air putih. "Coba saja, ini sangat enak dan lembut. Mmm..." Ucap Alya setelah makanan di mulutnya lenyap, ia kembali membuka mulutnya. Leo mengangguk puas, "Kau yakin tidak ingin makan yang lain?" Tanya Leo seraya mengangkat garpu ke mulut sang istri. "Tidak. Ini saja sudah cukup. Mmm..." Alya mengerang kegirangan. Makanan manis membuat moodnya membaik seketika. "Can I try?" Tanya Leo lembut, menatap lekat mata sang istri yang berbinar-binar. Lalu pandangan turun ke arah bibir Alya yang sibuk mengunyah dengan an