PRAANK!!Zahera menjatuhkan semua barang di kamarnya secara membabi buta. Berteriak histeris meluapkan seluruh perasaan yang menekan hatinya. Sejak melihat Sanjaya dipeluk Alea di teras rumah sakit tadi, Zahera sudah menahan dirinya untuk tidak bereaksi berlebihan karena tahu ada Abimanyu di sana. Tapi setelah Abimanyu dibawa pergi Alena dengan diantar oleh Bram, Zahera tidak bisa lagi menahan emosinya. "Ma, tolong jangan begini. Dengerin penjelasan papa dulu," bujuk Sanjaya yang berada di balik pintu kamar mereka. Zahera memang sengaja mengunci pintu kamar dan mengamuk sendiri di sana. Logika memintanya untuk tidak melakukan hal bodoh apapun yang memperlihatkan sisi lemahnya di depan sang suami. Tapi dadanya sudah tidak bisa lagi menampung rasa sesak yang kian membuncah."Ma, tolong biarin aku masuk. Aku gak mau kalau kamu sampai menyakiti diri sendiri," bujuk Sanjaya lagi."DIAM! BUKAN AKU YANG NYAKITIN, MAS! TAPI KAMU!" bentak Zahera dari dalam kamarnya. "Kamu yang udah bikin ak
Zahera menatap langit-langit kamar yang putih bersih dengan lampu di tengahnya saat pertama kali membuka mata. Rasa nyeri di pergelangan tangannya membuat Zahera sadar jika saat ini dirinya tengah dimasuki cairan infus. Ditambah dengan aroma obat dan suara hening di sekitarnya. 'Aku dirawat di rumah sakit.'Ingatannya kembali ke beberapa waktu yang lalu saat dirinya sedang menghancurkan kamar seperti orang gila. Juga saat terpaksa telinganya harus mendengar mencekamnya pengakuan Sanjaya atas perselingkuhannya selama ini termasuk penjelasan penyebabnya. Sampai kemudian Alvino datang dengan ambulan dan tim medis untuk membawa mereka pergi ke rumah sakit untuk merawat luka goresan barang pecah di tubuhnya. Meski luka hatinya tidak bisa ikut tersembuhkan."Aku mau jujur sama kamu, Ma. Aku akan jelaskan semuanya dari awal. Kasih aku waktu sebentar saja," ucap Sanjaya lirih, nyaris berbisik sambil memeluknya dari belakang. Energi Zahera habis untuk menghancurkan kamar mereka, hingga kini
Zahera sudah boleh pulang minggu siang karena lukanya memang tidak serius. Bahkan Zahera juga sudah sempat melakukan konseling dengan psikiater rumah sakit yang diminta Alvino. Keputusannya untuk menggugat cerai Sanjaya sudah bulat. Bahkan diam-diam Zahera juga sudah menghubungi pengacara Zio untuk membantunya. Tentu saja pria itu dengan senang hati membantu Zahera mengurus berkas perceraiannya dengan Sanjaya. Zahera juga sudah yakin dengan niatnya meninggalkan Sanjaya tanpa pamit dan membawa Abimanyu pergi. Dia tidak bisa meneruskan rumah tangga yang akhirnya hanya akan saling menyebabkan luka satu sama lain."Ma, kita pulang tanpa papa?" "Iya, Sayang. Abi gak apa-apa kan pergi berdua aja sama mama?""Gak apa-apa, Ma. Tapi Abi belum say good bye sama papa," lirih Abimanyu merasa sedih.'Maafin mama, Abi.'Zahera mencoba mencari alasan jika papanya sibuk sehingga mereka tidak perlu berpamitan pada Sanjaya. "It's Okay, Ma. Abi ngerti kok. Nurut mama aja." Zahera tersenyum senang d
Zio: [Za, Kamu lagi dimana?][Kira-kira kapan kita bisa ketemu buat bahas lebih lanjut tentang pengajuan gugatan cerai dari kamu buat Sanjaya]Zahera membaca pesan singkat dari Zio dengan hati yang kosong. Meskipun perceraian ini dirinya sendiri yang menginginkan, tapi membahasnya tetap membuatnya sakit. "Aku gak bisa lari dari masalah. Aku harus kuat menghadapinya, seperti jalan yang sudah kupilih. Aku dan dia berhak untuk bahagia setelah terlepas dari pernikahan tidak sehat ini." Setelah pengakuan Sanjaya tentang orientasinya, Zahera semakin yakin tidak bisa mempertahankan hubungannya dengan Sanjaya. Katakan lah Zahera egois karena tidak berusaha membantu suaminya untuk sembuh, tapi justru memilih untuk pergi dan meninggalkannya.Tapi bagi Zahera, menjaga kewarasannya juga penting terlebih masih ada tanggungan Abimanyu yang membutuhkan Zahera tetap hidup dengan sehat lahir batin. "Aku gak bisa bergantung lagi pada orang lain. Kebahagiaanku menjadi tanggung jawabku sendiri. Dan a
"Mas Zio? Sudah nunggu lama ya?" Zahera terlihat sedikit tergesa saat datang bersama Abimanyu di ruang privat sebuah restoran yang sudah direservasi Zio untuk pertemuan mereka. Arah tempat tinggal Zahera yang cukup jauh membuatnya terlambat beberapa menit meski sebenarnya itu tidak membuat Zio terganggu sama sekali. Bahkan mungkin Zio juga tidak akan masalah jika Zahera terlambat berjam-jam sekalipun, asal mereka bisa tetap bertemu.Sengaja Zahera tidak memberitahukan dimana dirinya dengan Abimanyu tinggal untuk sementara ini untuk alasan ketenangan. Sehingga Zio tidak bisa menyesuaikan dengan restoran terdekat dari tempat Zahera. "Gak kok, Za. Santai aja. Kita pesan makanan dulu ya? Setelah makan baru kita obrolin pemberkasannya." "Baik, Mas."Zio, Zahera dan Abimanyu memesan makanan mereka bergantian. Selama menunggu makanan, Zio lebih banyak bertanya tentang Abimanyu dan hal lain yang sifatnya lebih umum. Hal itu supaya tidak mengganggu Abimanyu yang masih terlalu kecil untuk
Seminggu setelah keluar dari rumah sakit, Sanjaya sama sekali belum menyadari jika kepulangan Zahera dengan Abimanyu memiliki tujuan mengajaknya berpisah. Pengakuan Alena yang mengatakan jika dirinya diminta Zahera menemani Sanjaya selama di Balikpapan dianggap sebagai persetujuan Zahera untuk menjadikan Alena yang kedua. Begitu percaya dirinya Sanjaya jika Zahera tidak akan meninggalkannya setelah pengakuannya saat itu. Apalagi setiap Sanjaya menghubungi, masih diterima dengan baik oleh Zahera meski ujungnya diberikan kepada Abimanyu karena Zahera tidak mau berbincang terlalu lama dengan Sanjaya. "Jadi Mas Jaya udah bilang sama Mbak Zahera tentang hubungan kita?" Alena berpura-pura tidak tahu. Sedangkan Sanjaya mengangguk mengiyakan. Sanjaya baru menceritakan tentang pengakuannya pada Zahera perkara orientasinya yang sempat menyimpang, termasuk soal kedekatan mereka yang memberi efek positif di hidup Sanjaya."Mungkin karena itu Zahera minta kamu nemenin mas di sini. Aku pun bers
"Bram, tolong carikan penerbangan ke Jakarta buatku secepatnya hari ini juga," titah Sanjaya dengan suara bergetar. Sama seperti tangannya yang gemetar setelah menjatuhkan kipas anyaman yang tadi dipakainya untuk membakar ikan bersama Alena. Sesuai dengan dugaan Alena, Sanjaya langsung kalang kabut begitu mendengar Zahera menggugat cerai dirinya. Sanjaya sampai tidak bisa berpikir jernih karena di pikirannya hanya ada Zahera dan Abimanyu yang harus segera ditemuinya. Alena yang berpura-pura simpati, tentu saja tidak berbuat apa-apa meski jiwanya ingin sekali menertawakan Sanjaya yang terlihat menyedihkan. Penyesalan memang hanya datang setelah kesempatan untuk memutar waktu tidak bisa dilakukan oleh siapapun. Meski Alena masih ragu jika Sanjaya benar-benar telah menyesali perbuatannya. "Penerbangan yang masih tersisa hari ini jam 18.00, Pak."Sanjaya mengangguk pelan menyetujuinya. Dia seperti sudah kehilangan kata-kata sampai tidak bisa bersuara apapun pada siapapun setelahnya. B
"Ini gimana ceritanya sih, Jay? Kok bisa Zahera sampai berani gugat cerai kamu?" Mama Anita yang berkunjung ke rumah Sanjaya pagi ini, membuat si tuan rumah semakin didera kepusingan. Semalam Sanjaya baru kembali dari Balikpapan, sudah mendapati rumahnya kosong tanpa keberadaan anak dan istrinya. Bahkan dia baru tahu jika selama Zahera kembali ke Jakarta, mereka sudah tidak lagi tinggal di sana. Mama Anita kembali mengoceh karena Sanjaya tidak juga merespon pertanyaannya. Dia sama sekali tidak melihat putranya sudah sangat stres dengan keadaan rumah tangganya yang di ujung tanduk. "Coba kamu lacak penggunaan kartu debit milik kalian terakhir digunakan Zahera dimana? Selama balik ke Jakarta dia pasti sering pakai kartunya buat penuhi kebutuhannya sama Abi kan?"Seharusnya memang seperti itu, tapi sayangnya Zahera sangat berniat untuk menghindari mereka dengan mematikan ponselnya sejak kemarin. Selain itu, dia juga tidak melakukan aktivitas perbankan apapun selama di Jakarta, baik da