Memasuki sebuah tempat dengan lampu berwarna sedikit gelap, karpet berbulu yang ia pijak membuat Arum sedikit merasa senang. Tidak lama teman wanitanya mempersilahkan Arum untuk duduk di mana saja. “Kamu ingin membicarakan Eka Saputra bukan?” “Ya.” Tatapan sendu, meratapi kematian temannya yang dirasa itu menyakitkan. Eka tewas mengenaskan, bagaimana bisa ia mempercayai hal itu dengan mudah? Dan lagi Detektif Jean menuding Arum sekaligus Julvri atas tewasnya Eka.“Lalu, apa yang ingin dibahas? Pertama, aku tahu dia suka dengan siapa dan makanan atau minuman favoritnya apa. Bahkan aku juga tahu kebiasaannya setiap detail.”Teman Arum yang merupakan pemilik tempat ini, orangnya tidak terbilang ramah namun bisa diajak kerja sama. Dengan gaun hitam favoritnya, potongan rambut pendek dengan jepit kecil yang menghiasi adalah ciri khas Yuna. Tampang terlihat sombong tapi beginilah ia sebenarnya. “Hei, setidaknya berbicaralah walau hanya sedikit.” Yuna berucap lagi, lantaran Arum tak meng
Seseorang yang menyukai tindakan kasar atau sejenisnya, seringkali disebut sebagai masokis. Arum terkejut ketika mendengar kata itu keluar dari mulut temannya Yuna. Belum lagi dua pria kembar ini selalu menempel pada Arum, bahkan sampai memeluk kakinya seolah enggan lepas dari sana.“Tolong! Lepaskan aku!” teriak Arum, takut juga jijik. Yuna tertawa bahak-bahak mendapati sosok Arum yang tidak berdaya.“Mungkin ada baiknya jika kamu temani mereka sebentar saja,” ucap Yuna memberikan pilihan supaya tidak diganggu lagi.“Mana mungkin!” tolak Arum mentah-mentah, teriakannya membuat pita suara bergetar, mungkin sebentar lagi suaranya akan jadi serak.“Aku ini bukan wanita lac*r!” ungkap Arum mendelikkan matanya dengan tajam.Yuna kembali tertawa, entah yang ke berapa kalinya pemilik klub ini kerap mengejek Arum. Padahal Arum sebagai tamu di tempat ini, tapi malah diperlakukan tidak sopan seperti sekarang ini. Tentu saja Arum sangat marah. “Pesona-mu memang tidak ada duanya. Aku yang seba
Berdiri diam dan bersembunyi dalam kerumunan orang-orang yang sedang sibuk berbelanja buku murah. Bazar setempat yang tak lama lagi akan tutup setelah angka tujuh pada jarum pendek melewatinya. Arum seolah sedang menahan napas, bola matanya terpaku pada tiga orang pria yang tampak kesal karena kehilangan jejak. "Sedikit lagi," batin Arum, menelan ludah. Suara riuh di sekitar meredam suara teriakan para lelaki yang geram di seberang jalan. Arum merasa bersyukur saat mereka akhirnya pergi meninggalkan jalanan ini. Seketika wanita muda itu pun menghela napas panjang. “Ya ampun. Seperti sedang dikejar malaikat maut saja,” gumam Arum. Secepatnya ia berlari meninggalkan kerumunan, mumpung jalanan raya begitu sepi entah ada apa, Arum kembali ke jalan sebelumnya guna menunggu Detektif Jean datang. Sembari menunggu lagi ia ingin mengabari sesuatu pada Julvri, namun Arum nampaknya baru saja sadar bahwa dirinya sedang kehilangan tas. “Astaga!” Dengan panik, ia bergegas mencarinya. Belum cu
Malam hari ini terasa begitu dingin, alunan musik yang tenang di dalam mobil membuatnya hampir terlelap. Sudah lebih dari 20 menit mereka melakukan perjalanan, Arum tersadar dirinya tidak sedang pulang menuju ke rumah.“Kita mau ke mana?” tanya Arum.“Maaf, hari ini aku ada urusan sebentar. Tidak apa-apa 'kan?”Arum hanya mengangguk pelan sebagai tanda setujunya.Mereka pergi menuju ke sebuah gedung hotel yang terlihat mewah. Nampaknya sangat berkelas hingga Arum dibuat tak berkedip di sana. Pandangannya mencakup hingga ke sisi belakang gedung, seolah sedang mengintai, ia pun terkagum-kagum melihatnya.“Ada apa? Ayo masuk. Aku akan mengajakmu.”“Bukankah kamu yang ada di urusan? Aku takut jika menganggu, jadi mungkin lebih baik aku di luar gedung saja.”“Di luar gedung berbahaya. Ayo ikut denganku saja.”Menerima ajakan Julvri, keduanya lekas menuju ke lantai paling atas. Di sana ada seorang pria dan wanita yang berduduk berdampingan. Lantai ini cukup luas dan nyaris tidak ada seorang
Baru saja makan malam dihidangkan, Julvri pergi keluar dengan alasan seseorang menghubunginya namun entah mengapa Julvri harus sampai keluar dari hotel.“Apa sinyal di sini buruk?” celetuk Arum.Merasa gelisah dan tidak begitu menyukai kesendirian ini, Arum pun beranjak pergi dari sana. Berniat untuk mengikuti suaminya itu.Begitu melangkah keluar dari gedung hotel, awalnya Arum tidak menemukan Julvri ke mana pergi. Namun ia nekat pergi mencarinya dan berjalan ke sembarangan arah sembari berharap dapat menemukannya.“Rasanya tidak mungkin jika dia sampai jauh dari hotel?”Arum berhenti setelah belasan langkah ia maju ke depan. Lantas menoleh ke kiri, melihat kendaraan berlalu-lalang. Kecepatan roda empat maupun dua terbilang sama seolah mereka sedang terburu-buru. Di jalan yang ramai itu tanpa sengaja Arum melihat punggung Jul
Kepercayaan yang tidak mudah didapat. Kepercayaan yang sulit dibina dengan baik. Sebuah kepercayaan yang sekarang dikhianati dalam sekejap. Arum bagai batu terkikis oleh air laut karena Julvri telah mengkhianati berbagai kepercayaan yang telah diberikan kepadanya.Bagaimana tidak mungkin, selama ini Arum selalu berusaha menyangkal akan keburukan pada Julvri yang merupakan suaminya. Berharap semua hal-hal buruk karena didengar atau dilihat hanyalah omong kosong belaka namun sekarang malam itu telah mengungkap siapa sosok sebenarnya.Noda darah yang tidak biasa, sudah jelas terlihat itu bukan darahnya sendiri melainkan darah dari orang lain. Melihatnya sedikit saja sudah membuat tubuh Arum bergetar. Rasa takut yang ia pendam karena kecurigaan, sedikit demi sedikit mulai runtuh namun sekarang dinding kembali menghalangi jalan di antara mereka berdua.“Jahat! Kejam! Menakutkan!”
Terjadi dalam satu malam, Julvri dapat mengendalikan perasaan Arum yang terkekang. Hanya satu patah kata ia dibuat tunduk tak berkutik, Arum sepenuhnya terperangkap dalam jaring laba-laba sama seperti seekor kupu-kupu.Rembulan malam menampakkan dirinya di balik awan berkabut. Cuaca dingin menyeruak, tubuh Arum semakin bergidik terlebih setelah dibisiki olehnya.“Mari kita pulang,” ucap Julvri sembari menarik tubuhnya berdiri.Arum hanya bisa menurut dan masuk ke dalam mobil. Sekarang tidak lagi bernafsu untuk makan malam, bayangkan saja setelah melihat semua kejadian itu, bagaimana mungkin Arum bisa tahan? Bahkan sekarang saja Arum sedang menahan mual.“Aku ingin duduk di belakang saja.”Klap!Pintu mobil tertutup, pendengaran Arum memudar begitu pula dengan penghilatannya. Sesaat ia berkedip lalu menundukkan kepala.
Sosok wanita berparas cantik terlihat bersenandung lagu dengan raut wajah bahagia seraya menjemur beberapa pakaian miliknya. Ibu dari wanita itu melihatnya dengan cemas seolah akan terjadi sesuatu pada satu-satunya putri kesayangan itu.“Nak, bukankah kamu terlalu terburu-buru untuk menikah?” pikirnya dengan kening mengerut, menatap punggung wanita itu.“Ibu, aku sudah bilang bahwa aku benar-benar jatuh cinta padanya. Jadi apa salahnya kalau aku menikah dengannya entah cepat atau lambat.”Sayang putrinya itu menanggapi biasa saja seolah pernikahan adalah hal lumrah yang terjadi namun apa yang dikhawatirkan oleh Ibu sungguh berbeda dengan perkiraannya.“Arum. Tidak peduli seberapa besar dia mencintaimu, ataukah dia kaya, penyayang dan lain sejenisnya secara positif. Tetaplah berhati-hati karena tidak semua pria akan selamanya bersikap baik.”