Peluk sayang buat Giselle-Giselle yang lain di luar sana <3
Awalnya Akira berfikir jika Giselle akan bersikap canggung di pagi ini setelah pembicaraan yang serius dan cukup berat di malam hari. Apalagi ditambah dengan tetesan air mata yang membasahi pipi Giselle saat menceritakan kehidupan masa kecilnya yang sukses membuat hati Akira ikut tersayat. Jika Akira urutkan dari awal, kini Akira mengerti mengapa sikap Giselle bisa menjadi keras kepala seperti sekarang. Hal-hal keras dan menyakitkan yang membentuk pribadi Giselle untuk bertahan serta melindungi hatinya. Itu merupakan konsekuensi logis dari kekacauan yang terjadi dalam kehidupan si Giselle kecil. Hal ini justru membuat Akira semakin menyayangi gadis ini. Ketika pagi tiba, Akira dengan gentle mempersilakan Giselle mandi terlebih dahulu. Akira juga tak menyentuh atau menggoda gadis itu sejak semalam. Akira membopong Giselle yang tertidur pulas dalam pelukannya di sofa ruang tamu. Memindahkan gadis itu untuk tidur di kamar utama, dan dia sendiri memilih untuk tidur di kamar tamu. Aki
“Eh Giselle, nanti habis ini ke ruangan saya ya,” ujar Mas Teddy kepadanya disela-sela kegiatan Giselle mereview dokumen yang tempo hari diserahkan oleh Raka di kantor Danudihardjo Enterprise. “Oh, ada masalah apa Mas Teddy?” Giselle mengerutkan dahinya bingung. Sebenarnya sejak dahulu dia sedikit tidak nyaman kalau meeting berdua dengan Mas Teddy. Makanya selama ada Mas Dirga, mereka suka sekali meeting bertiga atau berempat dengan beberapa junior konsultan. Mungkin bisa dihitung jari juga berapa kali Giselle dan Teddy meeting empat mata di kantor. Karena kebanyakan kasus yang mereka tangani seringkali berbeda, dan itu sebenarnya membuat Giselle merasa sedikit bersyukur. Tapi sejak Mas Dirga resign, Mas Teddy kini sering kali mampir ke ruangannya dan mengajak Giselle pulang bareng. Untung saja dia punya mobil sendiri, jadi dia selalu ada alasan juga kalau diajak pulang bareng. Dahulu juga Giselle menggunakan nama Tristan sebagai tameng untuk menolak ajakan Mas Teddy makan bare
“Ck… Begini sikapmu terhadap senior? Gue ngerasa kalau lo juga nggak punya relasi yang baik ya dengan rekan kerja sebelumnya.” Teddy melemparkan tuduhan kepada Akira.“Saya tidak butuh validasi darimu, Teddy. Jadi saya nggak peduli dengan pendapatmu terhadapku. Kita langsung masuk ke pokok pembicaraan saja!” Akira mengedikkan bahunya dengan santai. Seakan tak peduli dengan ucapan miring yang baru saja diucapkan oleh Teddy.“Mau bicara tentang apa dengan Giselle? Ayo percepat, karena saya dan Giselle masih perlu meeting dengan agenda lain yang lebih jelas dan penting, tentu saja.”Akira memarkir tubuhnya di sofa, dengan isyarat tangannya meminta Giselle untuk duduk di seb
Akira berjalan gusar, mondar-mandir di ruangannya sendiri selepas meeting tidak jelasnya dengan Teddy. Dadanya bergemuruh ketika melihat dengan jelas bagaimana Teddy memandang Giselle di hadapannya. Ingin rasanya dia meninju wajah sengak pria itu di tempat. Tapi tentu saja dia tak mengikuti emosinya dan bersikap tenang serta mengedepankan kepala dinginnya. Tak lama kemudian, Giselle masuk ke dalam ruangannya dan menutup rapat pintunya. “Akira… ” Gadis itu membuka suara, namun dia juga bingung mau berkata apa setelah interaksi mereka bertiga. “Give me a moment, Giselle.” pinta Akira. Dia butuh waktu beberapa saat untuk menenangkan ego-nya yang meronta penuh rasa cemburu. Giselle hari ini tidak banyak membantah, dan dia menuruti permintaan Akira. Akhirnya gadis itu memilih untuk duduk di sofa, seraya memperhatikan dirinya yang sibuk mondar-mandir untuk mengeluarkan ekses energinya. Setelah dirasa dia bisa mengendalikan dirinya dan bisa berbicara secara logis bersama Giselle, barul
Setelah kemarin dirinya dan Akira ngebut menyelesaikan beberapa review dokumen untuk proyek merger Danudihardjo, Giselle akhirnya bisa bernapas sedikit lega di Jumat malam.Dia menuntaskan pekerjaannya minggu ini serta beberapa pekerjaan yang tenggat waktunya minggu depan sampai dia lembur hingga jam 10 malam.Akira dan Giselle sudah beberapa kali berpindah tempat, mulai dari The Black Guard Cafe yang ternyata memang kopinya begitu fresh dan premium. Sampai, makan siang bersama di sebuah restoran Bebek Perdikan dengan interior dan juga suasana asri menemani sepanjang makan siang mereka.Lalu sorenya mereka berdua kembali ke kantor. Dan untungnya Teddy tidak ada di kantor sehingga gesekan antara Akira dengan Teddy
Mobilnya akhirnya sampai di depan rumah orang tuanya. Dia mengklakson sekali, dan tak lama kemudian adiknya, Akito membuka pagar rumahnya seraya tersenyum lebar. Dia melirik sekilas ke arah Giselle. Meskipun dia tahu jika gadis itu sangat grogi, namun itu semua tak terlihat di raut wajahnya. Mungkin karena seringnya perempuan itu menyembunyikan perasaannya sendiri. Tapi karena Akira sudah paham dengan raut wajah Giselle, makanya dia bisa membaca gadis itu dengan mudah. Akira bermanuver untuk memarkir mobilnya masuk di dalam pekarangan rumah. Giselle menghembuskan napasnya untuk menghilangkan kegugupannya. “Sudah siap?” tanya Akira dengan sabar. “Ayo,” ujar Giselle sambil mematut wajahnya sekali lagi di depan cermin. Memastikan kalau make-up dan rambutnya tetap dalam keadaan prima. Akira menghentikan mesin mobil, mengambil cheesecake dan juga buket bunga buah tangan dari Giselle, lalu berlari sebentar untuk membuka pintu dari sisi Giselle. “Oh, makasih.” Giselle tersenyum dan te
“Ayo Giselle, dicicipi hidangannya. Ini salah satu menu yang Akira suka dan selalu minta dibuatkan kalau pulang ke rumah.” Giselle mengulas senyumnya saat centong nasi berisi nasi pulen khas Jepang dituangkan ke dalam piringnya oleh Mama Akira. Tak lama, masuk juga secentong kare daging, lalu ada juga teriyaki daging ditambah dengan sepiring tempura seafood, kemudian di sisi satunya ada sepiring kecil telur dan juga salad dengan dressing wakame atau biji wijen, dan terakhir disuguhkan pula satu mangkuk kecil berisi miso soup. Masakan Jepang lengkap yang penuh. Membuat Giselle gelagapan karena dia bingung menolaknya. Entah bagaimana dia menghabiskannya nanti. Akira sepertinya melihat Giselle dengan sedikit rasa iba, hingga akhirnya dia berkata kepada mamanya, “Mama, yamete yo–hentikan… Giselle porsi makannya bukan porsi tukang gali seperti Akito!” celetuknya. Di sudut matanya, terlihat Akito ingin protes tapi diurungkan niatnya karena melihat betapa canggungnya mamanya dan Giselle s
Setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya, mereka berdua akhirnya pergi melajukan mobilnya menuju The Swordfish. Dalam perjalanan, Giselle tak banyak berkata-kata. Akira memberikan gadis itu ruang agar dia bisa menata hati dan pikirannya sejenak. Akira merasa pertemuan antara Giselle dan keluarganya hari ini membawa dampak yang signifikan dalam hubungan mereka. Meskipun Akira tak bisa mengejanya keras-keras, namun dia merasakan dari tatapan yang Giselle berikan tadi di rumahnya setelah dia menelpon Leo. “Giselle, a penny for your thoughts?” Tapi lama kelamaan, Akira penasaran dengan apa yang ada di dalam pikiran gadis yang sedari tadi menatap kerlap kerlip lampu sepanjang perjalanan. Giselle tersentak dari lamunannya dan menatap Akira. “Aku suka dengan keluargamu,” Hanya itu jawaban yang diberikan Giselle. “Apa kamu menyesal bertemu dengan mereka? Kulihat dari tadi kamu diam saja selepas dari rumah.” tukas Akira, langsung kepada pokok persoalan. Tapi Giselle menggeleng