Richard sudah pergi setelah memaksaku makan. Sepertinya marah padaku. Karena apa? Aku tidak merasa melakukan ataupun mengatakan sesuatu yang salah. Semua yang kukatakan padanya adalah fakta yang coba dibantah semua orang. Entah kenapa.
Makan sudah, minum obat sudah. Dan kini semua pekerjaanku untuk hari ini selesai. Tak ada lagi tersisa untuk kulakukan. Seharusnya aku beristirahat. Tapi mataku nyalang enggan terpejam. Aku berusaha tidak memikirkan apapun tentang kerajaan dan tentang keluargaku. Mencoba menjadi salah satu materi yang beterbangan di alam semesta dan memerhatikan materi lain yang ada di sekitaran.
Aku berhasil setelah tiga kali percobaan dan setelah berkali - kali menghela nafas dalam dan panjang. Duduk dengan tenang, kaki bersila dan dengan punggung bersandar pada bantal di belakangku, perhatianku kini tertuju pada bentangan langit di luar jendel
"Dan lagi, things go so much hard for me karena bahkan sampai sekarang aku tak tahu siapa ayah kandungku. Alors, Mira, aku sedikit banyak tahu apa yang kau rasakan. Kau tidak sendirian. Serius, kau bisa berbagi padaku jika kau mau." Aku menatap Corrine lama, tanpa berkedip. Gadis ini… kenapa dia mendadak menceritakan hal ini padaku? "What makes you?" Bisikku pelan. Gagal memahami kenapa dia mengatakan hal ini padaku. "Mungkin karena dari awal aku ingin sekali dekat denganmu, tapi tak bisa karena kau selalu menarik diri dan seperti tak ingin memiliki hubungan dengan keluarga ini." Hei! "Bukannya terbalik?!" Aku berseru tak terima. Corrine tertawa melihat wajah
Richard’s Cedric menelpon, mengabarkan bahwa Pak Tua tak akan pulang ke rumah malam ini. Padahal aku beberapa hari kemarin secara spesifik memintanya untuk meluangkan waktu agar bisa menghabiskannya bersama Mira. Putrinya itu membutuhkannya saat ini. Kesal tapi aku bisa apa? Aku baru saja kembali masuk ke dalam rumah setelah briefing singkat dengan para penjaga di depan saat aku melihat Corrin menarik Mira dari dalam kamarnya dan membawanya ke sebuah ruangan yang berada di sebelah ruang kerja Pak tua. Ruang apa itu? Selama bekerja dengan pak Tua, ada beberapa ruangan yang belum pernah kumasuki. Karena tidak perlu dan tidak pernah di suruh, dan tidak diperbolehkan. Ruangan yang baru saja dimasuki oleh Corrine dan Mira masuk dalam kategori ruangan yang belum pernah kumasuki karena tidak perlu dan tak pernah d
Kepalaku pusing luar biasa. Sensasi berputar sekaligus digedor di waktu bersamaan yang membuat kedua mata seakan tertarik keluar secara paksa dan membuat perut seakan teraduk.Aku kembali memejamkan mataku dan berniat menunggu beberapa saat saat suara dengkuran halus terdengar dari arah kanan atasku. Penasaran, aku mendongak dan mengintip dengan sebelah mataku."Astaga!!"Seseorang yang awalnya tidur dengan lelap di sampingku itu langsung terbangun dan duduk. Matanya dengan sigap memindai sekitar. Setelah yakin dia tak menemukan apapun yang mencurigakan, dia berbalik padaku yang kini beringsut sambil memegangi masing - masing selimut di depan dada, meskipun aku yakin aku masih berpakaian, dan tangan yang lainnya memegang Kepala bagian kiriku yang terus saja berdentan nyeri.
Richard'sTawaku menghilang begitu pintu kamar Mira tertutup di belakangku. Segera aku menuju ke belakang untuk membersihkan diri dan bersiap memberikan instruksi hari ini kepada para penjaga di depan.Hari ini jadwal masih lumayan padat untukku. Aku harus melapor keadaan maison ini kepada Pak Tua di Istana dan mengecek keadaan Monsieur Laurent fi rumah sakit. Kondisinya mulai membaik, walaupun aku ragu dia akan masih bisa bertugas seperti semula atau tidak.Aku bertemu Corrine di akhir koridor yang akan memasuki dapur."Bonjour," sapanya enteng mengucapkan selamat pagi padaku. "Tidurmu nyenyak?" Tanyanya sambil tersenyum.Aku tak tahu apa maksudnya, tapi, bagiku terasa seperti sindiran saat ini.
Corrine menemaniku sebentar pagi ini untuk sarapan sebelum dia harus pergi ke istana tadi pagi. Setelahnya, karena masih agak lemas, meskipun sudah tak sakit lagi, aku hanya berdiam diri di kamar. Menonton saluran disney dari TV. satu - satunya saluran yang masih tersambung dengan TV di kamarku, membaca buku atau berkutat dengan penpad ku untuk mencoba melukis suasana menyambut musim semi di luar. Cuaca pasti sedang sangat indah di luar. Tapi di sinilah aku. Hanya bisa menikmatinya dari balik jendela. Meskipun jendelanya terbuka, tapi ada dua penjaga berjaga di halaman depan kamarku. Dan mereka akan langsung berlari menghampiri untuk menegur dan menyuruhku kembali ke dalam kamar saat melihatku mencoba keluar.Yang menyenangkan adalah, adanya ponsel! Sungguh, betapa aku berterima kasih pada mereka para penemu ponsel pintar. Hampir segala fitur ada, dan itu membuat hari - hari sepiku di sini tak terlalu memb
Selama aku di sini, ada beberapa orang yang aku harap tak akan pernah berurusan dengan mereka. Dan orang ini adalah salah satunya. Malah, orang ini menempati daftar paling atas dalam list tersebut.Abraham Villich. Mantan tunangan mendiang Arlaine.Semua yang bernama belakang Villich pada dasarnya ada dalam list hitamku. Aku sama sekali tak ingin berurusan dengan mereka.Aku sendiri bukan orang yang suka mencari keributan. Meskipun kesan awal orang - orang padaku, adalah sebagai trouble maker. Tapi aku lebih memilih menghindari masalah daripada menghadapinya langsung. Ya, aku sebisa mungkin lari dari masalah dan menghindarinya hingga saat aku tak bisa lagi menghindar.Tapi dengan Villich, aku merasa tak pernah ada urusan. Sehingga menghindarinya adalah sesuatu yang
Richard'sAku langsung buru - buru keluar dan mencari penjaga, di saat yang sama, aku sudah mengeluarkan ponselku dan terus menghubungi Abe Villich."Monsieur Berrardi.""Di mana Abe Villich?" Tanyaku tanpa basa basi. Di telingaku nada dering masih terus berbunyi, belum diangkat.Ketakutan dan kekhawatiran mulai melandaku. Dan membuat akal sehatku sedikit demi sedikit tersingkir."Tadi sore beliau membawa Nona muda yang pingsan dengan terburu - buru. Pergi bersama Brigitte. Tapi beliau tak mengatakan apapun pada kami."Aku meninggalkan mereka dan segera berjalan ke mobilku."Angkat, s*alan!" Makiku saat panggilanku ta
Richard’sKarena belum diperbolehkan menjenguk Mira, akhirnya kami semua menunggu di lorong rumah sakit. Aku dan Brigitte di satu sisi, dan Abe Villich di sisi lain. Bagus karena dia tak berusaha mendekatiku. Aku tak akan bisa menahan diriku untuk tak menghajarnya jika itu terjadi.Mira tak mungkin collapse tanpa alasan. Pasti ada pemicunya. Memang keadaannya semalam cukup mengkhawatirkan, tapi tadi pagi dia sudah baik - baik saja. Aku seakan tak terima pada kenyataan bahwa collapse nya Mira adalah lanjutan dari episodenya semalam.Brigitte bersandar di bahuku dan merangkul lenganku. Selain untuk menenangkanku, dirinya juga memang butuh seseorang untuk bersandar bukan dalam arti kiasan.“Apa yang terjadi Brigitte?” Aku bertanya pelan.