Richard lebih banyak diam sepanjang perjalanan. Dia hanya membukakanku pintu dan menyetir, membuatku hampir tenggelam dalam keheningan. Rasanya hampir seperti saat pertemuan pertama kami dulu saat dia mengantarku ke ARBA. Huh, mengingatnya saja membuatku sebal.
“Ada apa?” Tanyanya tiba - tiba.
“Kau yang ada apa.”
“Kenapa aku?”
“Kau yang mendiamkanku selama perjalanan! Sebenarnya kau mau menculikku kemana?” Dia tersenyum mendengarku merajuk.
“Maaf, tidak bermaksud mendiamkanmu. Hanya saja, mengunjungi tempat ini selalu menjadi sesuatu yang emosional bagiku.” Jawabnya pelan.
“Jadi?”
Richard’sKami sampai villa sekitar jam tiga sore. Dan Mira langsung beranjak naik sejak saat itu tanpa berkata apapun. Dia bahkan tidak turun untuk makan malam. Dia sudah melewatkan makan siangnya dan sekarang dia tidak turun untuk makan malam.Gadis itu sungguh - sungguh menguji kesabaran dan kewarasanku!“Dans sa chambre. Dia bilang nanti akan menyusul.” Kata Pak Tua saat dia sampai di bawah, mengabarkan bahwa Mira masih berada di kamarnya. “Ada yang terjadi di cemetery?”“Tidak ada hal khusus yang aneh. Hanya menceritakan sejarahnya seperti yang anda minta. Mungkin dia jadi emosional setelahnya.” Aku meletakkan piring steak di depannya, disambut dengan helaan nafas panjangnya.“
Richard’sSetelah menemukan travel kit berisi obat - obatannya, dan kali ini aku memastikan sebelum keluar bahwa yang kuambil benar adalah kantong berisi obar, aku tidak langsung keluar. Alih - alih, aku bersandar di salah satu pintu wardrobe dan menghembuskan nafas gusar. Menenangkan diri.Tentu saja aku tau barusan itu apa! Aku pria dewasa, demi Tuhan. Perasaan yang tadi bukan sesuatu yang asing kurasakan sejak aku beranjak puber. Aku hanya kaget, mengetahui aku memiliki ketertarikan seperti itu pada Mira. Aku tidak pernah berpikir ke arah sana tentangnya sebelum ini.Dia gadis yang menarik, aku tak akan mendebatnya. Cantik, cerdas, pemalu kadang - kadang, polos meskipun memang mulutnya pedas bagaikan senapan. Dan Mata besar yang berkilau polos serta senyumnya yang menawan. Kombinasi yang luar biasa.
Daddy masih menungguiku di kamar hingga aku selesai sarapan. Tidak habis, tapi lumayan lah, perutku tidak kosong lagi. Setelahnya, dia pamit turun dan mungkin tidak akan ada di rumah sampai malam. Dia diundang makan malam di tempat Monsieur Arnaud. Akan ada beberapa teman pensiunan pegawai kerajaan yang akan hadir di sana juga. Sebenarnya aku juga diundang, tapi karena kondisiku sedang tidak terlalu baik sekarang ini, Daddy bilang akan mencarikan alasan untukku. “Richard ada di Villa jika kau membutuhkan sesuatu.” Katanya sebelum pergi meninggalkan kamarku. “Okay.” “Jangan kunci pintumu, dia mungkin akan mendobrak masuk jika kau tidak menjawab saat dia memanggil. Hanya untuk memastikan kau baik-baik saja.” Dia terkekeh di akhir kalimatnya. Seandainya D
“Corrine pernah bilang tentang penculikan Mamaku? Saat hamil besar?” Aku agak kaget Corrine menceritakannya. Dia masih inget tentang kejadian itu? Setauku, dia yang paling trauma atas semua tindak kekerasan yang diterima oleh keluarganya. Dia bahkan sampai harus mengunjungi profesional dan memodifikasi ingatannya dengan Hypnotherapy. “Okay, ini juga cerita yang aku dapat dari orang-orang kerajaan. Dan beberapa dari membaca catatan arsip Ayahmu.” Saat itu Raja sedang sakit. Dari awal dinobatkan, Raja memang sering sakit - sakitan, sehingga Ratu lebih berperan di pemerintahan dan lebih sering muncul di public. Raja Masih memiliki seorang sepupu laki - laki, yang menurut hukum dan undang - undang pemerintahan, sah - sah saja naik tahta jika Raja terdahulu mangkat dan tidak memiliki penerus laki-laki.
“Nanti lagi. Kau tenangkan dirimu. Aku akan menyiapkan sesuatu, lalu kita bisa keluar untuk bersantai.”“Non. Lanjutkan.” Kataku keras kepala. Bukan tanpa alasan, aku hanya tidak ingin kepikiran sesuatu yang menggantung. “Lanjutkan ceritanya. Dan kenapa Daddy masih memakai benda itu disini, padahal dia sedang bebas tugas?”“Ayahmu memikirkan perasaanmu, makanya dia memutuskan untuk tetap memakai benda sialan itu.” Aku berjengit saat Richard memaki. Sepertinya dia juga tidak terlalu suka pada teman kecil Daddy yang satu itu. “Kau yakin ingin aku melanjutkan? Keadaanmu…. sedang tidak terlalu baik.”Aku mendengus. membenarkan dudukku. “Keadaanku buruk, tapi terimakasih untuk tidak mengucapkannya secara terang-terangan. Ya, aku ingin kau melanjutka
Entah kebetulan, atau memang sudah diatur sedemikian rupa, kamarku lagi - lagi berada di sebelah kamar Richard. “Di mana kamar orang tuamu?” “Di bawah. Kenapa?” “Kenapa kamar kita harus selalu berdekatan?” Aku protes. “Lebih mudah mengawasimu jika kau berada di dekatku. Dan itu memang kamar tamu.” Tambahnya sambil mengedikkan bahu seolah itu bukanlah sesuatu yang besar yang patut dikhawatirkan. “Aku akan bebers lalu menyusul Pap ke ladang. Kau beristirahatlah, mukamu pucat.” Ya, aku masih lemas, dan sekarang kepalaku pusing luar biasa. Tapi aku merasa sungkan jika tidak berbaur. Sedang bertamu, masa di dalam kamar saja. Mama pasti akan menegirku jika beliau masih ada. “Aku akan turun sebentar, lalu naik lagi untuk istirahat.” Richard menahan tanganku yang akan menutup pintu kamar. Tatapannya mengunci mataku dalam - dalam hingga membuat jantungku mulai menggila berdetak tak karuan. Aku harus ingat untuk selalu
Still Richard’s Kami turun agak telat. Mira memaksa untuk ikut makan malam di bawah, berdalih tidak enak pada Mam dan Pap jika tidak turun. Jadi kubiarkan dia bersiap sementara aku memakai baju. Melihatnya yang salah tingkah karena melihatku separuh telanjang tentu saja suatu hiburan, tapi wajahnya yang terus menerus memerah dan gerakan tangannya yang menekan dadanya membuatku agak iba. Dia sudah berjuang keras malam ini. “Maaf, aku membuat kalian telat makan malam. Terimakasih sudah menunggu.” Dia meringis pada Mam sesampainya di bawah. “Tentu saja kami harus menunggu. Apa sudah enakan? Tadi siang wajahmu pucat sekali.” Mam menyambutnya dan mendudukkanya di sampingku. “Masih menyesuaikan dengan cuacanya. Ternyata panas sekali.”
Badai semalam membuat kandang di belakang berantakan. Beberapa rumah jerami pakan sapi perlu dibenahi atapnya. Dan beberapa petak jagung yang mulai berbuah tumbang. Richard dan orang tuanya sibuk sedari pagi. Aku yang tidak melakukan apa-apa sebenarnya berniat membantu. Tapi mereka melarangku turun ke ladang dan membuatku sibuk di rumah menyiapkan kudapan dan minuman. Sebenarnya ini ideku sendiri, bukan permintaan mereka. Aku bingung hendak melakukan apa, karenanya aku turun dan menginspeksi dapur Ibu Richard. Dan voila, es teh lemon dan brownies kukus andalanku kini sudah siap. Semoga mereka tidak sakit perut setelah mencicipinya. Aku tidak pandai memasak. Tapi aku bisa membuat beberapa kue dan snack karena dulu sering membantu Oma membuat pesanan untuk tetangga. Biasanya jika tidak ada pesanan yang terlal