"Baiklah guru, jika itu keinginanmu. Kami akan segera pergi!" ucap Tanu dengan posisi tubuh masih membungkuk.
Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Tanu dan Karin saling menatap. Kemudian mereka berdua pergi begitu saja dari kamar Sadarga.
"Ada apa dengan mereka berdua? Apa mereka pikir aku ini masih kanak-kanak. Padahal yang aku butuhkan hanyalah penjelasan tentang ayahku. Bukan berlaga bodoh dan menjadikan aku bahan candaan," batin Sadarga menggerutu.
Pria itu merasa sedang di permainkan, karena pertanyaan tentang ayahnya seakan tak ada yang menanggapi.
Setelah terdengar suara pintu kamar tertutup kembali, Sadarga malah bangun dari tempat tidurnya dan mengambil kotak kayu.
"Kitab? Apa yang sebenarnya kakek dan bibi maksud? Kenapa mereka memeriksa buku tua ini?" tanya Sadarga pada dirinya. Sepertinya rasa penasaran nya tumbuh karena ulah Tanu dan Karin.
Dan kali ini Sadarga dibuat terkejut. Entah mengapa ini terjadi? Karena yang dili
Bugh!Setelah terkilir dan mengguling, dengan keadaan tersungkur kepala Sadarga membentur lantai papan kayu.Saking kerasnya benturan itu. Suara benturan Sadarga sampai terdengar ke kamar Ningrum. Hingga akhirnya wanita itu terkejut dan menghampiri sumber suara,"Apa itu?"Dalam benak Ningrum saat ini, dipenuhi banyak pertanyaan. Kemudian setelah sampai di tujuan, ia melihat Sadarga sedang meringis kesakitan. Tanpa menunggu lama Ningrum segera menghampiri Sadarga, lalu ia menanyakan bagaimana kejadian yang dialami anaknya itu.Mendengar penjelasan Sadarga, Ningrum menjadi sedikit bingung. Apa benar semua yang dikatakan Sadarga itu? Pikir Ningrum.Sesaat setelah Sadarga memberikan penjelasan, tiba-tiba Tanu datang menghampiri. Mungkin istirahatnya sedikit terganggu dengan kegaduhan di ruang utama rumah.Mau tak mau, Tanu pun akhirnya ikut mendengarkan penjelasan Sadarga mengenai peristiwa yang baru dialaminya.Setelah tahu a
Pikir Tanu, Sadarga merupakan jelmaan leluhurnya. Keyakinan itu didapat Tanu berdasarkan kitab Azura yang berada di kotak kayu milik Sadarga."Tidak! Apa aku keliru?" gumam Tanu dalam hatinya. Tiba-tiba ia memikirkan sesuatu, kemudian pandangannya mengarah pada kotak kayu milik Sadarga."Guru! Apakah aku di-ijinkan jika sekali lagi membuka kotak kayu itu?" Tanya Tanu pada Sadarga yang tengah berbaring di tempat tidurnya."Jangan! Aku tak mau hal buruk tadi terjadi lagi!" timpal Sadarga kemudian ia bangun dari tempatnya berbaring."Tidak apa-apa guru, aku yang akan bertanggung jawab jika sesuatu buruk terjadi lagi.""Kakek! Bukankah aku sudah bilang berkali - kali, jangan panggil aku guru! Memangnya aku pernah mengajari apa?" gerutu Sadarga menyahuti Tanu. Sepertinya ia mulai tak nyaman dengan panggilan guru, yang telah di pakai Tanu sebagai kata ganti untuknya."Baiklah, jika tak berkenan dengan sebutan guru. Aku panggil saja tua
"Jadi, ini alasannya!" bisik Tanu sembari mengarahkan pandangan dengan penuh ketelitian, pada sebuah kitab yang berna Azura tersebut."Hmp! Maksud kakek?" celetuk Sadarga yang tak sengaja mendengar bisikan kakek angkatnya itu.Mata Tanu akhirnya ditujukan pada Sadarga, karena sedari tadi ia belum sempat menatap wajah pria itu. Mungkin rasa hormatnya pada sosok tak terlihat di balik tubuh Sadarga; ruh sang leluhurnya."Baiklah, jika aku tak di ijinkan memanggil dirimu dengan sebutan guru, maka bersediakah jika mencarikam aku seorang guru?" Tiba-tiba Tanu melemparkan pertanyaan yang membuat Sadarga bingung.Ya, bagaimana tak bingung?Sebab dirinya merupakan orang tua yang berusia sangat lanjut. Lantas untuk apa mencari seorang guru?Dan apa tujuan utamanya mencari seorang guru?Bukankah untuk menambah kemampuan? Pikiran Sadarga begitu penuh dengan pertanyaan.Lalu jika benar Tanu berniat melipat gandakan kemampu
Di saat Ningrum ingin mengejar Tanu, tiba-tiba saja Karin menghalanginya,"Sudahlah! Jangan kejar Paman Tanu. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu yang benar-benar serius.""Maksudmu?""Aku merasakan inti energi dahsyatnya sedang mengalir pada satu titik dan itu diluar dari kendalinya. Tapi ia sedang berusaha menahan ledakan energi itu, karena dari tadi energi itu terus memaksa untuk segera keluar dalam jumlah tak terhingga," Karin mencoba memberikan sedikit penjelasan pada Ningrum, mungkin wanita itu sedikit mengerti tentang inti energi dari pada Ningrum.***Semenjak kejadian di malam pertama yang terasa panjang, Tanu menghilang entah kemana.Sadarga, Ningrum dan Karin terus mencari di mana Tanu berada. Namun sudah hampir satu pekan mereka tak kunjung menemukan kakek tua itu.Akhirnya Karin memutuskan untuk kembali ke kediamannya, sebab ia harus menyelesaikan tugas yang teramat penting.Setelah kepergian Tanu dan Karin. Sadarga hany
Blaaaar!Terdengar suara ledakan dari arah sayap kanan istana. Nampaknya suatu keributan telah terjadi di tempat itu.Suara orang-orang menjerit yang terdengar dari kejauhan, menandakan ada sesuatu tak beres tengah terjadi.Sadarga yang berada di dalam kereta kuda, bisa mendengar suara keributan itu dengan jelas. Kemudian dengan kemampuan seadanya Sadarga mencoba membuka ikat tali pada lengan dan kakinya.Namun usaha Sadarga belum juga membuahkan hasil, ikatan tali yang melilit tubuhnya ternyata sangat kuat. Akhirnya Sadarga mencoba berteriak meskipun ikatan kain masih membekam mulutnya,"Hmmmmmp! Hmmmp!"Entah apa yang dikatakan Sadarga, sepertinya ia ingin berteriak sejadi-jadinya. Atau sekedar memberi isyarat supaya ikatan pada tubuhnya segera di lepaskan.Melihat pemandangan di sekitar istana yang mulai carut-marut beberapa orang yang berada di dalam kereta kuda, memutuskan untuk memastikan keadaan dan mencari tahu apa yang sebenarnya ter
Seiring waktu berlalu, Sadarga mendapatkan beberapa informasi dari Utar. Pertemuannya dengan sang kusir tersebut bisa dikatakan banyak sekali mengandung manfaat.Dari perbincangannya dengan Utar, Sadarga menjadi lebih tahu tentang beberapa kebiasaan yang mulai membudaya di kerajaan Labodia. Selain itu Sadarga mulai tahu, bahwa seorang raja yang bernama Gantara itu memiliki kekejaman dan selalu memaksa semua orang untuk menuruti keinginannya.Akibatnya, Gantara telah membalikan keadaan seseorang. Ditangannya orang baik bisa menjadi jahat, atau siapa pun yang memusuhinya akan segera menemukan mala petaka."Mendengar semua cerita Paman, rasanya ingin sekali aku menghajar raja itu!" geram Sadarga sembari mengepal kedua tangannya."Haha, tak usah buru-buru. Sebab akupun ingin melakukan hal itu," kata Utar menyahuti Sadarga. Dari bibirnya terlukis niat untuk mengkudeta kerajaan. Namun sepertinya Utar sedang menyusun rencana dalam melakukan hal itu.
Apa yang Sadarga lakukan? Mengapa tiba-tiba menyuruh Utar melakukan hal itu? Untung saja Utar baik hati, sang kusir itu sedikit pun melemparkan pertanyaan pada Sadarga. Setelah Utar menggulungkan lengan baju sebelah kanan, Sadarga tak menemukan sesuatu yang hendak dicarinya. "Hmp, ternyata bukan ya," celetuk Sadarga mengiringi kekecewaannya. Meski samar, Utar bisa mendengar dengan baik. Bisikan Sadarga itu membuatnya sedikit penasaran. "Sepertinya ada sesuatu yang sedang kau cari?" "Ya, benar Paman. Aku pikir kau merupakan pemilik tanda busur panah, tapi ternyata bukan." Begitu terkejutnya Utar, setelah ia mengetahui jika Sadarga mencari sebuah tanda rahasia. Lambang busur panah yang digores pada kulit seseorang, merupakan pertanda seorang pendekar husus. Kemudian tanda itu tidak boleh diketahui oleh siapa pun. Andai saja seseorang ingin mengetahui tanda busur panah milik orang lain, maka tidak a
"Baiklah, terima kasih tuan!" pungkas seorang pria yang sampai saat ini terlihat menjadi juru bicara, orang-orang dari desa Lanangjagat tersebut.Kemudian pria tersebut memerintahkan kelompoknya, supaya membuka beberapa gulungan kain.Ternyata gulungan kain tersebut bukanlah kain biasa, melainkan rangkaian kain yang bisa digunakan untuk dijadikan tenda atau alas tidur di tanah lapang.***Tiga hari berlalu dengan begitu saja. Sadarga menghabiskan waktunya di Padang rumput yang saat ini seakan berubah menjadi tempat pengungsian.Setiap harinya, Sadarga membantu mengambilkan air dari sungai yang berada tak jauh dari tempat pengungsian itu. Kemudian setiap malam hari Sadarga melakukan pemburuan, menangkap ikan dan memasak hidangan makanan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang dari Desa Lanangjagat.Kepiawaian Sadarga dalam menangkap ikan di sungai, menjadikan ia dikenal sebagai si juru penyelamat. Begitupun dengan Utar. Mereka berdua tak henti-hen