Share

JILID 2 | DUEL

Berita tentang pertarungan antara si Raja Iblis dan Jiu Long cepat menyebar ke seluruh penjuru. Pertarungan yang akan berlangsung pada bulan dua hari ketujuh di Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān itu, benar-benar menggemparkan rimba persilatan!

Hampir seluruh tokoh-tokoh persilatan baik dari golongan putih maupun golongan hitam, berdatangan menuju Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān. Mereka ingin menyaksikan pertarungan yang sangat jarang terjadi pada masa itu. Di mana dua orang tokoh sakti dari aliran yang berbeda akan mempertunjukkan ilmu-ilmu tingkat tinggi yang jarang ada duanya di dunia persilatan.

Boleh dikatakan, tidak ada seorang pun tokoh persilatan yang rela melewatkan kesempatan itu. Baik pendekar-pendekar ternama maupun orang-orang yang hanya memiliki ilmu pas-pasan. Semuanya ingin menimba pengalaman dari kedua tokoh sakti yang sudah pasti akan mengeluarkan ilmu-ilmu tingginya. Beberapa hari sebelum waktu yang ditentukan tiba, desa-desa yang berada di sekitar Puncak Gunung Agung Barat, Huà Shān sudah banyak dikunjungi orang.

"Wah...! Pertarungan itu pasti akan seru sekali. Ini benar-benar sebuah tontonan yang sangat menarik," ujar seorang berkepala botak kepada teman seperjalanannya. Wajah orang itu kelihatan berseri-seri. Sepertinya ia lupa bahwa pertarungan itu adalah sebuah pertarungan antara hidup dan mati.

"Tentu saja akan ramai dan seru! Eh, menurutmu siapakah yang akan menang?" tanya temannya juga gembira.

"Apakah kau ingin mengajak bertaruh?" tanya orang itu lagi. Rupanya orang berkepala botak itu termasuk orang yang gemar berjudi. Tak mengherankan kalau ia selalu menggunakan setiap kesempatan atau apa saja untuk berjudi.

"Huh! Dasar otak judi!" bentak temannya yang mengenakan ikat kepala hitam sambil mencibir. "Eh, memangnya apa yang hendak kau pertaruhkan?" biarpun semula mencemooh, tapi akhirnya ia tertarik juga pada usul kawannya.

Salah seorang dari tiga laki-laki yang berjalan di belakangnya melangkah maju. Wajahnya yang bulat menjadi merah ketika mendengar perkataan kedua orang didepannya. "Hei! Apakah tidak ada pikiran lain dalam otak kalian selain judi?" bentak laki-laki itu sambil menuding ke arah dua laki-laki yang hendak bertaruh itu.

Tentu saja dua orang itu menjadi marah mendengar teguran lelaki itu yang terdengar kasar dan menyakitkan itu. Keduanya menggeram penuh kemarahan.

"He, muka bakpau! Apa pedulimu dengan urusan kami? Kalau kau tidak suka mendengarnya, ya sudah! Urus saja wajahmu yang seperti bakpau itu!" bentak orang yang berkepala botak tak mau kalah gertak. Sambil berkata demikian, tangannya meraba gagang golok yang tersembul di balik bajunya.

"Keparat! Kau kira aku takut melihat golok dapurmu!" sahut lelaki yang merasa tersinggung karena digertak lawan bicaranya itu. Tangan kanannya tahu-tahu sudah terulur menjambret leher baju orang itu.

Krep!

"Hekh...!" Entah karena gerakan tangannya yang terlalu cepat, atau memang orang berkepala botak tidak memiliki kepandaian, tahu-tahu tubuh orang itu sudah terangkat. Sepasang tangannya telah mencekik lehernya.

"Hm..., tikus busuk! Rupanya kau mau bertingkah di hadapanku!" geramnya yang sudah siap meremukkan batang leher orang berkepala botak itu.

"Adik, tahan!" tiba-tiba saja kakak seperguruannya yang sudah berdiri di sampingnya. Tangan Ranjalu segera mencekal tangan adik seperguruannya. "Sabarlah, jangan turuti emosimu."

Guntara berpaling sejenak memandang wajah kakak seperguruannya. Sinar matanya yang semula tajam, pelahan kembali lembut. Jari-jari tangannya mengendur. Tubuh orang berkepala botak itu lalu didorongnya hingga terjerembab di tanah. "Hm..., kali ini kau kuampuni. Tapi ingat! Sekali lagi kau membicarakan soal perjudian di depanku, akan kuremukkan batok kepalamu!" ancamnya bengis.

Setelah berkata demikian, ia pun berlalu. Tinggallah si botak dan kawannya terpaku dengan wajah pucat. Keduanya hanya dapat memandangi punggung ketiga tokoh persilatan yang telah melanjutkan perjalanannya.

"Untunglah orang itu dapat dijinakkan kawannya. Kalau tidak, kepala botakmu pasti sudah diremukkan orang galak itu," ujar kawan si botak seraya menarik napas lega.

"Ah, sudahlah!" sahut laki-laki yang berkepala botak sambil menggerakkan tangannya seperti orang mengusir lalat yang mengganggunya. Tanpa banyak cakap lagi, ia pun segera melanjutkan perjalanannya.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status