POV Ray
Setelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala.
"Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa Joseph
Kedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju.
“Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan.
POV Ray Setelah Agni pergi, Bapa Joseph berdiri menghadang March dan teman-temannya. March lalu berusaha mendorong tubuh Bapa Joseph, namun pukulan tangan kanan yang cukup keras dari bapa Joseph bersarang di wajah March hingga membuat dia terhuyung. Untuk sesaat March menggeleng-gelengkan kepala. "Pendeta kurang Ajar," sungut March, lalu dia memerintahkan kedua temannya untuk menyerang bapa Joseph Kedua orang itu mengangguk lalu menyerang Bapa Joseph secara bersamaan. Bapa Joseph yang mantan petinju, dia sudah siaga untuk menyerang balik kedua orang itu. Pukulan-pukulan tangan kanan bapa Joseph yang dilakukan dengan penuh tenaga dan perhitungan yang matang, dengan mudah merubuhkan kedua orang itu. Ternyata kemampuan Bapa Joseph sangat luar biasa, dia masih punya stamina yang stabil dalam bertinju. “Jangan anggap remeh karena aku hanya seorang pendeta, Aku mantan petinju,” ujar Bapa Joseph dalam posisi bertahan. Melihat ked
POV RAY Waktu berputar begitu cepat, sebulan sudah berlalu sejak kepergian bapak Joseph. Aku menjalani kembali rutinitasku di panti, berangkat ke sekolah juga mulai aktif di gereja. Meski terkadang pada kesempatan tertentu hatiku belum bisa menyingkirkan rasa sakit kehilangan bapa Joseph. Tak ada seorangpun yang dapat menggantikan posisi bapa Joseph di hatiku. Suster kepala mulai mengambil tangung jawab urusan panti dan sekaligus menjadi pimpinan di panti kami, waktu yang dia punya untukku pun semakin sedikit. kami jadi jarang bertemu karena kesibukkannya, walau aku tahu suster kepala masih tetap mengawasi perkembanganku, perkembangan emosiku. sejak kejadian yang menimpa bapa Joseph, aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak lagi menggunakan kekuatanku, cukup sudah apa yang sudah aku lakukan pada saat itu. Aku bukan pembunuh dan aku juga tak mau menyakiti orang-orang di dekatku. aku tak ingin lagi kehilangan orang-orang yang aku sayangi.
POV RAY Begitu sampai di panti, dengan menutup wajahku, aku buru-buru masuk kamar lalu memcuci bersih wajah dan badanku. Kutatap wajahku di cermin, ada lebam bekas pukulan pemuda preman itu. Baru saja aku keluar dari kamar mandi, Agni sudah menghadangku. Agni terkejut saat melihat lebam yang ada diwajahku, dia pun marah."Kamu kenapa Ray?" tanya Agni, walau suaranya pelan namun aku tahu dia menyimpan kemarahan. "Aku tak apa-apa kok Ni," jawabku, aku tahu bila aku katakan Agni pasti langsung mencari pelakunya. "Apaan tidak apa-apa, siapa yang berani melakukan ini, cepat bilang padaku!" kata Agni penuh emosi. "Sudahlah Ni, aku nggak apa-apa kok," kataku sambil melangkah melewati Agni. "Apanya yang nggak apa-apa, emang kamu nggak bercermin tadi," kata Agni semakin marah. aku hanya diam sambil meraih baju dan memakainya. "Kamu tuh Ray, kayak nggak punya kekuatan saja masa sama cecunguk kampun
POV RAYMelihat aku yang berhasil mengatasi bola apinya, Agni kemudian memberikan lemparan bola api yang lebih besar ke arahk, bahkan lebih panas dari yang dia lemparkan tadi. Aku tak banyak berpikir, bola api ini pun aku tangkap dan melenyapkan lagi dengan kekuatanku. Namun Agni kembali melemparkan yang lebih besar hingga kejadiannya berulang beberapa kali. Setiap aku menangkap bola api dan mengatasinya, agni akan mengirim bola api yang lebih besar dan kuat."Cukup Agni, hentikan!" Teriakku dengan nada sedih.Agni seperti tak mau mendengar, aku berusaha untuk lebih mendekat, namun selalu dihadang oleh pijar api yang semakin besar."Jangan banyak bacot kamu Ray, cepat lawan aku. Bukan cuma bisa menghindar!" Ejek Agni dengan kasar."Ni, hentikan! Ini bisa berbahaya untuk kita dan juga sekeliling ...," belum sempat aku menyelesaikan ucapanku.Duaarrrr....Ledakan bola ap
POV RAY Aku masih menunduk lesu di atap gedung panti, kisah dari masa laluku seakan kembali mengguncang batinku. Disini..., di atap gedung ini, tempat aku dan Agni menikmati malam dan bercerita tentang hari yang kami lewati, bahkan rencana indah yang kami susun berdua, kami bicarakan di sini. Sejak saat itulah aku memilih menutup diri, menghabiskan waktu dengan membaca dan sembunyi-sembunyi melatih kekuatanku. Alex dan Troya setelah lulus SMP, memilih untuk tidak melanjutkan sekolah dan keluar dari panti. Alex dan Troya menyadari kalau mereka bisa membahayakan penghuni panti lainnya kalau terus tinggal. Aku sempat mendengar kalau Alex dan Troya membuat sebuah yang beranggotakan anak-anak yang punya kemampuan mengendalikan elemen seperti kami. Setelah kematian Agni dan aku yang terus berduka, Empat sekawan pun bubar dengan sendirinya. Tak adanya Alex dan Troya, membuatku enggan untuk dekat dengan siapapun. Aku
POV DETEKTIF JOHANPenyelidikan yang aku lakukan terpaksa tertunda untuk beberapa hari, anak buah Robert selalu membuatku mati langkah dengan terus mengikuti setiap gerak-gerikku. Pengejaranku terhadap wanita yang benama Tina Einsburgh terpaksa aku lakukan secara online dengan memakai jasa seorang informan.Aku menyadari kalau pencarianku tentang Tina Einsburgh bisa diibaratkan seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Apalagi kini aku yakin kalau pihak SDI yang dipimpin oleh Robert juga sedang menyelidiki orang yang sama, atau lebih tepatnya Robert sedang memburunya. Setiap info yang aku dapat, aku selalu berusaha untuk secepatnya sampai di lokasi, namun ketika sampai, orang-orang Robert sudah berada di sana dan membungkam setiap sumber yang ditemui.Melihat sepak terjang yang dilakukan pihak SDI membuatku bertanya-tanya, Siapa sebenarnya mereka? Bagaimana SDI bisa berada di divisi kepolisian, hingga mempunyai ak
POV DETEKTIF JOHANAku memandangi pintu kamar bernomor 307 untuk beberapa saat, tangan kananku bersiaga dipinggang di mana pistol berada. Suasana yang sepi membuat aku curiga, perlahan aku bergeser ke samping pintu lalu mengetuk.Tok Tok Tok.“Permisi,” kataku sedikit keras.Terdengar suara langkah kaki yang mendekati pintu, aku langsung bersiaga menghadapi kemungkinan terburuk. Namun ketika pintu di buka, mataku terbelalak. Seorang perempuan cantik berambut panjang lurus dengan wajah oriental menyambutku, dia tersenyum ke arahku. What the heck?“Masuklah tuan detektif,” suaranya begitu lembut di telingaku.Merasa tak salah masuk, aku pun melangkah ke dalam kamar. Perempuan itu menutup pintu dan sebelumnya dia memasang tag Do Not Distrub di bagian luar daun pintunya. Aku langsung duduk di sofa besar yang ada di dalam kamar, perempuan itu
POV RAY Angin malam bertiup cukup kencang, hawa dingin mulai menyusup ke pori-pori kulitku. Alex terlihat tenang, sedikit pun tak terpengaruh dengan keadaan sekitar. Dia begitu memperhatikan setiap detail dari ceritaku tentang sekte Dark Lantern. Tak lupa aku juga menceritakan bagaimana kejadian saat aku di hadang oleh orang-orang Dark Latern atau yang mereka akui sebagai agen SDI hingga terpaksa mereka aku membekukan dan menghancurkannya berkeping-keping. Aku melihat ada senyum puas dari wajah Alex. "Gila Bro, aku tak menyangka kamu bisa sekejam itu pada agen -agen sialan itu, memang sudah sewajarnya mereka merasakan hal itu," kata Alex sambil tersenyu puas. “Sebenarnya aku tak bermaksud sekejam itu, tapi keadaan yang membuatku tak ada pilihan lain." "Yaa mau gimana lagi Lex, aku berharap kamu lebih berhati-hati dalam setiap langkah yang kamu ambil ke depannya,” lanjutku setelah menceritakan semua yang aku ta