Aciel melangkah mundur, menjauh dari perempuan bermata hijau di depannya. Wajah cantik perempuan tersebut semakin terlihat senang, ketika dia menyunggingkan senyuman miringnya pada pria bersurai merah yang terlihat bingung.
“Aciel … lari!” seru Rayzeul dari belakang mereka berdua.
Perempuan bersurai putih itu tertawa licik. “Kenapa kau menghindariku? Bukankah kau cinta padaku Aciel?” Aredel melangkahkan kakinya maju, semakin dekat dengan pria bersurai merah tersebut.
“A-aredel, b-bisakah k-kau menjelaskan apa yang terjadi?” tanya Aciel gugup dengan bibirnya yang bergetar.
“Bagaimana ya … um apa kau tidak bisa melihat apa yang sedang aku lakukan? Aku mengacaukan semuanya, agar kau pergi menjauhi kerajaan agar rencanaku terlaksana dengan baik. Karena aku tahu, jika kau berada di sekitar istana pasti akan sulit.” Aredel tersenyum miring, kemudian menggenggam tangan Aciel yang kini bergetar hebat d
Perempuan bersurai putih itu menangkupkan pipinya di pipi Raja Adelard, dia tersenyum manis memberi semangat pada pria bersurai emas di hadapannya ini. “Tidak usah marah lagi, dia sudah masuk penjara sekarang.”Raja menganggukkan kepalanya setuju kemudian memeluk erat perempuan mungil tersebut membawanya ke dalam dekapan hangatnya. “Tapi aku khawatir, adikku belum pulih.”Aredel menyembulkan kepalanya menghadap wajah Raja, kemudian berkata, “Mau menjenguknya ke rumah sakit?”Raja bersurai kuning keemasan itu tersenyum manis, kemudian menganggukkan kepalanya seraya mengusap halus surai putih perempuan bermata hijau di depannya. “Ayo kita jenguk adikku ke rumah sakit.”Raja Adelard menggandeng tangan Aredel dengan lembut, kemudian membawanya masuk ke dalam kapsul terbang miliknya. Mereka berdua duduk di belakang kursi supir yang berada tepat di depannya. “Tolong bawa kami ke rumah sakit.” Supir ter
“Felix … s-si-siapa dia?” tanya Rayzeul takut-takut ketika melihat tubuh seorang perempuan cantik bersurai putih tengah terbaring lemah di rerumputan hijau.Felix mendekati tubuh perempuan tersebut, berjongkok di samping wajah cantiknya kemudian, mengelus pelan pipi perempuan itu. “Dia benar-benar Aredel?”Cahaya bulan yang terang tersebut, menerpa wajah cantik milik perempuan bersurai putih yang kerap disapa Aredel. Pantulan sinar bulan itu membantu, memperlihatkan dengan jelas wajah perempuan tersebut membuat Rayzeul semakin yakin, bahwa perempuan yang tengah terbaring lemah di hadapannya ini adalah Aredel.Felix berkicau kecil, kemudian menyenggol-nyenggolkan kepalanya ke lengan Aredel, berusaha membuat perempuan bersurai putih itu terbangun. Namun, usahanya nihil tak membuahkan hasil. Rayzeul yang masih bingung, berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Dia termenung kecil, sambil mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali
Felix menengokkan kepalanya ke arah Rayzeul, seakan menatap pria bersurai putih tersebut bingung. Rayzeul kembali mengeluarkan lingkaran sihirnya, kemudian mengambil pedang yang keluar dari lingkaran sihir tersebut. “Lepaskan Aredel!” Rayzeul menghunuskan pedang tersebut ke arah ular raksasa berwarna hijau.Tanpa di sangka-sangka, ular tersebut menurut kemudian melepaskan lilitannya. Rayzeul bingung, kemudian dengan segera menarik tubuh mungil Aredel ke dekatnya.ClingCahaya putih bersinar terang, keluar dari tubuh ular tersebut. Tubuh ular yang berwarna hijau, perlahan memudar, dan lama-kelamaan berubah menjadi tubuh manusia dengan telinga runcing nan panjang.“Elf?” Rayzeul tampak bingung.Rayzeul mengerjap-ngerjapkan matanya yang berwarna hijau itu berkali-kali, memastikan apa yang dia lihat di depannya ini benar-benar nyata. “Elf hutan?”Elf laki-laki berbadan sedikit lebih besar dari Rayzeul
Perempuan bersurai putih itu menatap mata Rayzeul dalam kemudian menyunggingkan senyumannya kecil, “Aku ibunya Aredel.” Rayzeul menganggukkan kepalanya paham, kemudian duduk di kasur Aredel.“Jadi, kekasih anakku sedang berada di Kerajaan Cartenzeul?” tanyanya lalu dibalas anggukkan kepala oleh Rayzeul. “Sayang sekali, padahal aku ingin melihat laki-laki seperti apa yang bisa meluluhkan hati anakku yang sedikit keras kepala ini.” Ibunya Aredel mengelus pelan kepala anaknya tersebut.“Dia orang yang baik, pintar, dan ya … sedikit menyebalkan mungkin karena usianya yang baru saja 22 tahun,” jawab Rayzeul disertai tawa kecilnya.“Masih muda sekali, aku tidak menyangka anakku menyukai laki-laki yang lebih muda darinya, terlebih lagi dia ternyata seorang manusia” ujar Ibu Aredel dengan senyuman kecil.“Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita mulai penyembuhan Aredel?” tanya Rayz
Tuan Owen berlari keluar dari kapsul mininya, berlari kecil menuju gerbang istana. Pria paruh baya bersurai coklat itu dijegal oleh robot penjaga, melarangnya masuk ke dalam istana kerajaan. “Maaf Tuan ada keperluan apa di sini?”Dengan napasnya yang terengah-engah, Tuan Owen menjawab, “Aku sudah ada janji dengan Tuan Putri Aurora! Tolong ijinkan saya masuk ini benar-benar gawat!”Robot penjaga tersebut tetap menghalangi Tuan Owen untuk masuk. “Maaf Tuan tetapi Putri sedang sakit, dia berada di rumah sakit sekarang.” Pria bersurai coklat itu terkejut lalu berkata, “Tuan Putri sakit apa?”Robot penjaga itu mendorong Tuan Owen menjauh lalu menjawab, “Dia diracuni oleh seseorang, dan sekarang sedang koma di rumah sakit. Hanya itu informasi yang bisa saya katakana, silahkan anda menjauh dari kawasan istana.”Tuan Owen masih diam mematung, membiarkan surai-surai coklatnya yang basah karena peluh terti
Rayzeul terbang kembali menuju rumah Aredel, setelah dia mendengar kabar dari salah seorang elf mengatakan bahwa Aredel telah sadar. Dia terbang cepat, meninggalkan Felix burung gagah besar, yang tadi dia cari-cari itu bermain bersama elf-elf kecil di padang rumput.Sesampainya di rumah Aredel, langkah Rayzeul tergesa, masuk ke dalam kamar perempuan bersurai putih tersebut. “Hai Rayzeul sudah lama kita tidak bertemu.” Pria yang sering kali dibilang mirip dengan Aredel itu menyunggingkan kecil senyumannya, kemudian duduk di ujung ranjang Aredel. Aredel mendudukkan dirinya di ranjang, bersandar di pinggiran kasur.“Rayzeul … kau sudah kembali,” ucap seseorang dari ambang pintu kamar Aredel.“Iyah, aku cepat kembali setelah mendengar kabar kalau Aredel siuman,” ujar pria bersurai putih itu ramah dengan senyuman kecil.“Kau terlihat lelah, tidurlah sejenak … aku akan mengurusi Aredel mandi dan makan dulu
Setelah mereka menyelesaikan makan malamnya Aredel mengajak Rayzeul ke sungai dekat istana kerajaan elf cahaya. Mereka berdua tampak tenang, seakan lupa dengan masalah yang akan mereka hadapi.Malam itu terasa sangat indah, dan damai. Cahaya bulan sabit yang menerangi air sungai yang jernih, suara jangkrik yang memanjakan gendang telinga, serta kunang-kunang malam yang berterbangan di sekitar sungai membuat Aredel serta Rayzeul menyunggingkan senyumnya kecil.“Habis semua ini selesai, aku rasa Aciel akan membunuhku.” Rayzeul tertawa kecil, sambil melemparkan kerikil kecil ke dalam sungai.“Kenapa?” tanya Aredel, lalu mendudukkan dirinya di tepi sungai.“Aciel itu mudah cemburu, pasti dia tidak akan suka kalau melihat kita berduaan seperti ini.” Rayzeul kembali melemparkan kerikil kecil ke sungai, lalu mendudukkan dirinya di sebelah perempuan bersurai putih itu. Aredel tertawa, kemudian ikut melemparkan kerikil ke dalam
Zenila tersenyum senang seraya memotong wortel dan kentang menggunakan pisau dapur. Perempuan bersurai putih tersebut tampak lihai dan fokus, memotong sayur panjang berwarna jingga itu, sampai-sampai tidak menyadari ada pria bersurai hitam yang mengawasi dia dari belakang. Zenila memasukan sayur-mayur yang telah di potong tadi ke dalam panci kecil, mengaduknya, dan memberinya sedikit bumbu-bumbu.“Selamat pagi istriku yang cantik,” ujar pria bersurai hitam tersebut seraya memeluk erat tubuh istrinya yang kini mulai membesar.“Selamat pagi juga untuk anak ayah,” lanjut pria tersebut sambil mengelus perut besar Zenila.Zenila tersenyum senang, mendengar sambutan hangat dari suaminya Arlo di pagi hari, membuat moodnya membaik. “Duduklah, sarapan akan segera siap.”Arlo menggelengkan kepalanya dengan dagu yang berada di atas pucuk kepala istrinya itu. “Aku tidak mau, aku ingin bermanja-manja dulu dengan istriku.&rdquo