“Kau elf muda yang sangat pintar. Tapi aku ingin memperkenalkan diriku terlebih dulu wahai anak muda, sebelum kau memujiku lebih lagi. Namaku, adalah Lufhie.”
Tauriel menyunggingkan senyuman sinisnya, menatap Ketua bajak laut yang sangat percaya diri ini di depannya. “Aku tidak bilang itu untuk memujimu. Aku berkata seperti itu untuk menghinamu, karena kau sungguh menyeramkan.”
“Hahahaha, walaupun begitu aku tetap suka!”
Pria berbadan besar itu tertawa keras, dengan tangan kanan yang menusuk kubah pelindung Tauriel. Perempuan bersurai putih itu berdecih pelan, lompat mendur kebelakang menghindari serangan mematikan dari pria menyeramkan itu.
Klang
Seperti gelas yang jatuh ke lantai. Kubah pelindung yang dibuat oleh Tauriel pecah, menghilang dari hadapan mereka. Ketua bajak laut itu tersenyum senang sambil berlari cepat menghampiri Tauriel. Perempuan bersurai putih itu sigap, dia terbang ke langit memperhatikan pria berbadan besar, dengan istana yang terbakar dari atas.
“Kacau sekali, kalau bajak laut yang lain datang kita pasti akan kalah.”
“Sungguh pemikiran yang bagus Nona elf kecil,” ujar seseorang dari belakang.
Tauriel tersentak kaget. Dia membalikkan badannya ke belakang, melihat Ketua bajak laut tersebut yang terbang dengan senyuman miringnya. “Kau terbang?!”
Bugh
Tak sempat membuat kubah pelindung, Tauriel terpental ke belakang akibat tendangan keras yang diberikan oleh sang Kapten.
Dugh
Perempuan bersurai putih itu meringis kesakitan, menyipitkan kedua matanya menatap ke atas langit. Pria berbadan besar itu turun ke bawah, mulai mendatangi Morie dan Zayn.
“Dasar bajak laut sialan!” teriak perempuan bersurai hitam.
Dengan rasa marah yang menggebu-gebu, elf bersurai hitam itu mengepalkan tangannya ke atas berusaha membekukan badan pria besar itu.
“Oh, ternyata ada yang mirip denganku.”
Tauriel menautkan alisnya bingung, mendengar ucapan Ketua bajak laut tersebut. “Mirip?”
“Aku tidak mirip denganmu dasar manusia kejam!”
Morie meluncurkan tombak-tombak esnya pada badan pria besar yang membeku. Pria besar itu tersenyum miring, seperti menerima apapun yang akan datang padanya. Mata merahnya mulai menyala, dalam hitungan detik.
Boom
Es yang menutupi tubuhnya pecah, beserta juga tombak-tombak es yang meluncur ke arahnya.
“Aku ini bukan manusia biasa, aku ini adalah manusia yang telah dianugrahi.”
Manik hijau perempuan bersurai hitam itu bergetar, dia berdecih kasar, terbang menghampiri bajak laut yang kuat itu.
“Ini gawat, aku harus memikirkan cara lain.” Tauriel menatap ke sekitarnya, memandangi Zayn yang terbaring lemah di atas puing-puing istana.
Dia terbang, menghampiri pria bersurai kuning tersebut. Dengan tangan yang terjulur, dia membuat lingkaran sihir, menempelkannya pada peta ajaib yang terletak di kantung Zayn. “Tauriel, apa yang kau lakukan?”
Zayn membuka matanya perlahan, menatap perempuan cantik yang tengah konsentrasi. “Membuat perlindungan untukmu.” Dia tersenyum singkat, sambil terus menyalurkan energi sihirnya pada peta ajaib.
Kedua tangannya bercahaya terang. Semilir angin sejuk, terus berputar di sekitar mereka. Zayn mengerjapkan matanya takjub, tatkala menatap surai putih Tauriel yang menari-nari membuat perempuan cantik tersebut tampak lebih menawan.
“Kau cantik,” ujar Zayn tak sengaja keluar begitu saja dari mulutnya.
“Apa?” tanya Tauriel kaget.
Pipi pria tampan itu menghangat. Dia dengan segera menggelengkan kepalanya sambil berdeham-deham kecil.
“T-tidak. Kau salah dengan,” ucap Zayn sedikit gugup.
Tauriel mengangguk kecil lalu kembali fokus pada pekerjaanya.
“Selesai.”
Tauriel menarik tangannya, membuat kesiur angin dan cahaya di tangannya padam. Dia tersenyum pada Zayn, membelakangi pria tersebut. “Tolong diam di situ, jangan kemana-mana.”
“Tapi aku ju---“
Clang
Manik biru permata Zayn bergetar takjub. Ucapannya terputus, ketika melihat pedang besar yang terlempar ke arahnya namun terhempas begitu saja karena terdapat kubah pelindung.
Bukan Tauriel yang membuatnya, melainkan peta ajaib itu.
Tauriel menyalurkan energi sihirnya pada benda sihir tersebut, membuat sebuah tameng pelindung bagi siapa saja yang membawa peta itu. Karena Tauriel menggunakan benda tersebut untuk penyalur sihir pelindungnya Zayn, tentu hal tersebut tidak akan bertahan lama.
Ketika energi sihirnya habis, maka peta tersebut tidak bisa melindungi Zayn lagi.
“Aku pergi dulu, tolong jangan lepaskan peta itu darimu!”
Perempuan bersurai putih itu terbang, berdiri berdampingan dengan Morie yang tengah berhadapan dengan sang Ketua bajak laut. Pria berbadan besar itu tersenyum sinis, menatap tak ramah kedua elf di depannya.
“Rupanya kalian baik hati sekali. Hingga rela melindungi manusia rendahan yang tidak bisa apa-apa itu,” ujar ketua bajak laut sinis.
Tauriel tertawa sinis, menatap remeh manusia yang berlagak sok hebat di depannya itu. “Kau juga tidak ada apa-apanya, jika dibandingkan dua roh alam hebat yang diberkati oleh Dewa.”
Perempuan bersurai putih itu menodongkan tangannya, membuat lingkaran sihir kecil dari tangan kanannya.
Cling
Lingkaran sihir berwarna putih itu terbang, melesat kencang bagaikan piring terbang yang terbawa angin kencang. Tauriel menajamkan matanya, fokus menyerang pria berbadan besar yang gesit menghindar.
Pria itu benar-benar gesit. Seperti tupai yang mahir melompat di antara batang pohon.
“Wah unik juga,” puji pria berbadan besar itu.
Tidak mau kalah dengan Tauriel, Morie juga telah bersiap dengan lingkaran sihirnya.
Splash
Morie mulai mengeluarkan tombak-tombak es tajamnya. Pria berbadan besar itu tertawa, dia menghindari dengan lihai semua serangan yang terus menghujamnya. Tak mau kalah dengan pemiliknya, burung berbalut api itu juga ikut menyerang.
Seburan bola api besar telah di keluarkan oleh burung phoenix tersebut. Morie dan Tauriel lincah menghindar, membiarkan bola api besar itu mengenai langit kosong. Burung tersebut mengeluarkan suaranya yang melengking, menatap marah para elf kecil yang sulit di serang.
Cling Cling
Tauriel mulai menyerang kembali. Kali ini, dia menambah kecepatan piring terbangnya, membuat pria berbadan itu sulit menghindar. Tauriel tersenyum senang, terus meluncurkan serangannya bertubi-tubi hingga membuat Ketua bajak laut yang kerap disapa Lufhie itu kewalahan.
Cratt
Salah satu piring terbang Tauriel berhasil mengenai leher sang Ketua. Dia berteriak kesakitan, sambil memegangi lehernya yang terus berlumuran darah. Burung peliharaannya marah, suaranya melengking keras, lalu kembali menyerang Tauriel dengan bola-bola api yang seperti meriam.
Boom
Boom
Boom
Elf kecil bersurai putih itu lincah, terbang kesana-kemari menghindari bola api yang mirip dengan meriam. Burung itu kesal kemudian menambah kecepatan dan ukuran bola apinya. Hewan terbang itu fokus, sambil terus menyerang Tauriel yang sedang terbang menghindar.
“Burung ini hebat juga, kalau aku terkena bola api itu bisa gawat. Apalagi sihir kubah pelindungku sedang dipakai oleh peta ajaib untuk melindungi Zayn,” batin Tauriel dengan mata yang terus jeli melihat kemana bola api itu meluncur.
“Hebat sekali kau elf cahaya, aku jadi semakin ingin menjadikanmu sebagai istriku,” ujar Lufhie dengan senyuman sinisnya.
Tauriel bergidik ngeri kemudian meluncurkan serangannya pada pria badan besar tersebut menggunakan piring terbang. Manik indah perempuan tersebut terbelalak kaget, ketika melihat luka sayatan yang cukup dalam pada pria itu kian menutup.
Aura-aura hitam gelap keluar dari tubuh Ketua bajak laut. Tauriel merasa ini tak aman. Dia pun terbang mendekati Morie. “Kita harus segera mengalahkannya, aku merasakan hawa tidak enak keluar dari tubuhnya.”
Morie menganggukkan kepalanya setuju, kemudian mulai meluncurkan serangannya. Tauriel menapakkan dirinya di tanah. Dia mengangkat tangannya ke atas, mengeluarkan lingkaran sihir besar berdiameter tujuh meter. Dengan teriakan keras, lingkaran berwarna putih itu menyala lalu mengeluarkan tornado angina yang sangat besar.
Morie panik, ketika merasakan tubuhnya yang mungil ikut terombang-ambing oleh angin kencang tornado tersebut.
“Aku akan menyerangnya, Morie menjauhlah dari sana!”
Setelah mengatakan hal tersebut, Tauriel pun langsung melemparkan tornado itu pada pria berbadan besar yang tengah terbang di atas langit.
Laki-laki itu refleks menghindar, terbang menjauh. Meskipun usahanya sedikit sia-sia karena tornado tersebut telah menyeretnya ke dalam bersamaan dengan burung peliharaannya. Tubuh besarnya terus berputar, pria berjanggut itu mendengus sebal, berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang terombang-ambing.
“Dasar elf sialan!”
Dia berteriak keras, dengan kedua tangan yang direntangkan ke kanan dan kiri. “Rasakan ini dasar elf kecil kurang ajar!”
Sebuah kabut hitam gelap, tiba-tiba saja memenuhi tubuhnya. Kabut tersebut sangat menakutkan, dengan aura hitam dan semilir angin yang membawa bau busuk. Tauriel jatuh ke tanah, menutup lubang hidungnya.
“B-bau busuk,” lirihnya.
“Tauriel!” Zayn berteriak, ketika melihat perempuan bersurai putih itu terjatuh di depannya. Dia berusaha keluar dari kubah pelindung, namun dengan cepat Tauriel menodongkan tangannya ke hadapan Zayn. “Tolong tetaplah di dalam sana. Itu cukup aman untuk melindungimu.”
Perempuan bersurai putih itu kembali berdiri, mendongakkan kepalanya ke atas melihat pria berbadan besar dengan aura hitam yang menyeramkan. Mata pria tersebut merah menyala, dia mengangkat tangannya membuat puing-puing istana terangkat.
Morie dan Tauriel terkejut, menatap pria berbadan besar yang ternyata juga bisa melakukan telekinetis. “Dia manusia, kenapa bisa melakukan hal seperti itu?”
Tauriel menggelengkan kepalanya bingung, menjawab pertanyaan Morie. “Ada yang salah dengan dirinya, aku rasa dia seperti sedang kerasukan sesuatu.”
“Kerasukan? Apa maksudmu?” tanya Morie dengan satu alis yang terangkat.
“Jangan menghiraukanku!”
Dugh
Dugh
Dugh
Puing-puing istana itu telempar secara brutal mengenai mereka bertiga. Morie sigap, membuat lingkaran sihirnya untuk melindungi dirinya dan Tauriel.
Seakan tak memberi jeda untuk istirahat, Lufhie terbang mendekati mereka dengan pedang tajam.
Crat
Kubah pelindung itu sobek, seperti gunting yang mengenai kertas. Morie dan Tauriel lincah. Mereka berdua terbang menghindari pria berbadan besar itu.
“Kalau begini terus, kita semua bisa tewas,” batin Tauriel.
ClingTauriel mulai membuat lingkaran sihirnya lagi. Dia membuatnya yang lebih kecil, dengan jumlahnya yang empat buah. Dengan rahang yang terkatup rapat, dan mata yang tajam, Tauriel membidik pria berbadan besar itu dengan keempat lingkaran sihirnya.Syuuh SyuuhAngin-angin tajam berbentuk seperti siluet dengan jumlah ribuan menghujam tubuh Ketua bajak laut. Dia menggerakan badannya lincah, terbang berusaha menghindari ribuan silet tersebut.“Fokus Tauriel, jangan biarkan manusia itu berhasil lolos,” gumam Tauriel, menyemangati dirinya sendiri.Morie juga tak mau kalah, dia mengeluarkan lingkaran sihir hitam yang sangat besar. Dengan kedua tangan yang dia angkat ke atas, lingkaran sihir itu membentuk bola besar, menahan Lufhie di dalamnya.Tauriel tersenyum, terbang menghampiri bola besar tersebut. “Morie tolong bantu aku!”Seakan mengerti ucapan perempuan bersurai putih tersebut, Morie membu
Manik coklat Tauriel berbinar-binar. Dia lega, karena Morie datang membantunya. Dan lebih dari itu, ternyata perempuan bersurai hitam yang jatuh ke laut itu masih bisa selamat.“Syukurlah kau selamat,” gumam Tauriel.Morie tersenyum sinis, sambil turun menuju Zayn yang tengah diserang oleh burung phoenix. Tauriel menatap tak percaya, ketika melihat aura-aura sihir hitam yang membungkus temannya itu.Wajah Morie sangat dingin, dan dalam sekejap membekukan burung berlapiskan api itu dengan satu tangan kanannya. “Terlalu mudah.”Bagai kerasukan, perempuan bersurai hitam itu tertawa pelan, terbang menuju Tauriel dan Lufhie. Tubuh mungil perempuan bersurai putih itu bergetar, tatkala merasakan energi sihir kejam yang dikeluarkan oleh Morie.“Apa ini benar Morie?” bantin Tauriel.“K-kau, pasti ada sesuatu yang merasukimu,” ujar Lufhie gugup ketika merasakan aura yang tak biasa dari elf bersurai hitam
Konsentrasi perempuan bersurai hitam itu terganggu, membuat es-es yang membeku di tubuh Felix pecah. Burung gagah itu bebas, lalu kembali menyerang perempuan bersurai hitam tadi.“Aredel ayo kita harus membantu mereka!”Perempuan bersurai putih itu menganggukkan kepalanya mantap, berusaha kembali menyerang elf kegelapan itu.“Aku harus bisa mengalahkannya, sebelum Aciel datang membantu!” seru Aredel dalam hati.Karena perempuan cantik tersebut takut. Ketika Aciel datang namun Morie masih berada di sini, dia takut kalau Morie akan mencelakai kekasihnya itu.Seluruh elf yang berada di sana datang menyerbu Morie. Dengan segala kekuatan yang mereka miliki, mereka berbondong-bondong membantu Rayzeul yang sedang berhadapan langsung dengan perempuan bersurai hitam itu.SplashSplashMorie sangatlah cepat. Bahkan para elf muda yang menyerangnya itu kesusahan untuk menyerangnya. Seakan sudah san
TapTapTapLangkah kaki besar benda berbadan besi itu cepat. Mereka berlari, membuat elf di sekitar mereka bergidik ngeri. “Ayo Rayzeul!”Aredel bergerak cepat, terbang menjauhi robot-tobot besar berzirah kuning tersebut. “Mau kemana?”“Cari Raja! Sepertinya aku mengerti apa yang dikatakan Tuan Owen,” ujar Aredel setengah berteriak.CtaarCtarrHalilintar-halilintar, tiba-tiba saja keluar dari lengan dan mulut besar robot raksasa tersebut. Aredel berdecih sebal, menatap penuh amarah pada ketiga robot besar tersebut. “Ternyata robot ini belum dikalahkan oleh elf elemen tanah.”“Kita harus mengalahkannya terlebih dulu,” saran Rayzeul.“Aku takut tidak akan cukup waktunya, lihatlah!” ujar Aredel dengan tangan yang menunjuk ke arah Morie.Perempuan bersurai hitam itu tengah tidur, dengan kubah h
ClingSplash splashPerempuan bersurai putih dengan tubuh mungilnya itu melesat cepat ke arah robot berzirah kuning. Dia mengacungkan tangannya ke depan, menarik napasnya dalam-dalam sebelum meluncurkan tornado air.“Argh!”Aredel berteriak kencang, seiring dengan derasnya air yang menyerupai tornado itu. Robot besar berbadan besi itu diam, tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah terkena hamparan air tersebut.“Dia tidak mengeluarkan petirnya,” batin Aciel.Aredel tersenyum senang, kemudian mundur mendekari Aciel yang berdiri di bawah pohon besar. “Kita harus mencari Raja segera!”“Tapi kita harus mengalahkan robot besar itu dulu,” sanggah Aciel.“Tidak bisa. Elemen dia petir, jika bercampur dengan airku akan sangat berbahaya.” Aredel menjelaskan, sambil terus mengamati robot besar yang nampaknya tengah kesusahan.“Kau benar, bisa-bisa k
“Kakak ….” Aurora menangis. Dia menatap pilu, tubuh kakaknya yang berada di dalam robot tersebut. Irimie menghampirinya, menepuk-nepuk pelan baju perempuan bersurai kuning tersebut. “Dasar tidak berguna! Kau harusnya menuruti perintahku!” Morie marah, dia memperbanyak serangan tornado airnya, hingga membuat kubah pelindung api ini kian menipis. Tiiit Tiiit Robot tersebut berkedip-kedip. Cahaya yang berada di tubuhnya mulai memudar. Tubuhnya mulai terhuyung ke belakang, bersamaan dengan pudarnya kubah api yang dia ciptakan. Brukh “Kakak!” Auro menghampiri robot besar tersebut. Dengan tingkah bar-barnya yang tidak mencerminkan Tuan Putri, Aurora pun menggedor-gedor bahkan menginjak-nginjak kaca hitam yang memenjarakan tubuh Kakaknya itu. “Dasar Kakak tidak berguna, bangunlah atau ku bunuh Kau!” “Dia benar-benar tidak terlihat seperti Tuan Putri,” cibir Rayzeul sambil menggeleng tak percaya. “Haha
Sepuluh menit telah berlalu. Pertarungan semakin sengit, ketika Morie kembali mengeluarkan awan-awan hitam yang dipenuhi oleh petir. Aredel, Rayzeul, dan Ratu sigap langsung membuat kubah pelindung untuk para manusia.Setelah awan-awan badai itu berlalu, tanpa basa-basi lagi Tauriel langsung menyerangnya. Dia terus mengeluarkan cambuk-cambuk tajam anginnya. Hingga tak sengaja mengenai badan perempuan bersurai hitam tersebut.“Kena?!” kaget Rayzeul.“Morie, hanya bisa mengeluarkan satu kali badai petir itu selama lima menit. Setelah itu juga gerakannya melambat. Aku harus menyerangnya sehabis dia menggunakan badai petir atau saat dia melalukan sihir badai petir itu. Karena sihir itu terlihat menggunakan konsentrasi yang sangat tinggi.”“Ayo Aredel kita harus bisa!”Rayzeul kembali melesat cepat, di susul dengan Aredel di belakangnya. Perempuan bersurai putih itu tidak ikut menyerang, melainkan memperhatikan
Mereka berdua tentu saja terkejut. Manik kedua mata mereka bergetar, ketika melihat seorang perempuan bersurai putih tengah terdampar di pinggir pantai. “Tolong,” lirih perempuan cantik bermata hijau itu. Tubuh Raja Morie membeku. Melihat betapa cantiknya perempuan di depannya itu membuatnya terpana. Mata hijaunya yang menawan, surai putih lembutnya yang basah karena laut, serta wajah putih cantik membuat desiran darah di dalam badannya bereaksi sangat cepat. “Nona tidak apa?” tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar. Dia gugup. Bahkan kedua pipinya sudah berubah warna menjadi merah muda. Dia benar-benar merasakan seperti apa jatuh cinta pada pandangan yang pertama. “Sepertinya kau bukan orang sini. Dari mana?” tanya Riemora khawatir. “Namaku Aredel. Aku berasal dari Kota Bayaist,” ujarnya dengan wajah sedih. Orang yang mengaku Aredel itu tersenyum kecil. Dia menatap manik biru laut Adelard dalam. Berusaha untu