"Mungkin lima menit lagi Rosie sampai, sayang. Kau tidak perlu kuatir. Ibu lihat juga Damian itu anak baik." Eliza adalah yang paling menentang perjodohan ini awalnya namun semua itu berubah sejak negara api menyerang. Tidak! Ketika melihat Damian Marley pagi ini, dengan wajah ahli surga, sikap ramah dan sopan, suara semerdu burung beo tetangga sebelah yang suka menyanyi tiap pagi, Eliza langsung berubah pikiran.
"lya, 'kan sayang? Dah aku katakan Damian itu terbaik! Cocok sekali jadi mantu kita. Untung saja Edward itu seorang pria, kalau gadis pasti Edward yang aku jodohkan dengan Damian," sambar Tuan Lewis lagi sangat amat bersemangat kalau sudah membahas pemuda bernama belakang Marley itu.
"Sayang! Jangan buru-buru begitu kenapa sih? Rosie kan masih tahap kenalan, belum tentu mereka saling suka dan benar berpacaran." Sang istri menasehati suaminya yang justru kelihatan paling kebelet dalam perjodohan ini.
"Iya betul itu! Ayah jan
Dalam momen itu Edward mengambil kesempatan untuk kembali bicara. Dengan suara rendah supaya orang tua mereka tidak mendengar, Edward bertanya, "Jadi kau akan melanjutkan perjodohan ini?""Aku tidak punya alasan untuk menolak. Toh, Kak Damian juga orang yang baik." Rosie angkat bahu dengan santai. Padahal tahu pasti bahwa kalimat santainya itu berpengaruh tidak santai bagi Edward."Kau seperti ini hanya untuk buat aku cemburu, 'kan? Aku tahu kau tidak tertarik dengan pria macam Damian," bisik Edward sembari bergeser mendekat pada Rosie."Kau hanya tertarik dengan aku," suara Edward makin terdengar gelap seiring dengan seringai yang ia tampilkan.Sekilas keterkejutan di wajah pucat Rosie karena omongan Edward menumbuhkan rasa percaya diri bagi sang kakak. Dari situ Edward yakin tebakannya tepat. Rosie hanya menyukainya. Damian Marley yang malang hanya pelarian saja. Edward tahu itu.
"Harusnya kau tahu, Edward. Ini semua salah kau!" bentak si gadis di seberang sambungan. Nada suara Alice tidak kalah sinis dengan Edward barusan.Nah, Edward pernah diceritakan oleh kedua sahabatnya, Axel dan Jackson, bahwa perempuan itu merupakan mahluk paling menyebalkan di muka bumi. Mereka paling ahli membuatnya kaum adam berada di posisi yang pelik. Salah satu contohnya yakni selalu bilang 'pikir aja sendiri!' atau 'harusnya kau tuh mengerti!' ketika ditanya kenapa?- seperti Alice barusan.Edward akhirnya merasakan sendiri betapa frustasi ketika di suruh mencari tahu sendiri apa yang ada di pikiran manusia lain tanpa orang tersebut menjelaskan.Memangnya ia bisa membaca pikiran orang lain? Oh, tentu saja tidak."Aku mana tahu kalau kau tidak bilang, Sayang? Aku—""Dasar kau tidak peka!"Tut Tut Tut.***"Sabar!" dengus Rosie setelah menempelkan ponsel pintar yang s
"Kenapa Kak Damian bohong pada Tristan?" tiba-tiba Rosie bersuara setelah diam, berpikir sejak tadi."Apa? Oh... Aku hanya menyimpan kebenaran. Tristan dan kebanyakan anak lain di panti pasti belum bisa menerima bahwa mereka di tinggalkan orang tuanya. Hati mereka terlalu lembut dan lugu untuk mencerna hal kejam seperti itu. Setidaknya mereka belum siap. Kalau mereka sudah lebih besar, pasti kami akan mengatakan yang sebenarnya." Damian menjawab tanpa menoleh. Matanya berfokus pada jalan."Apa yang akan terjadi ketika mereka tahu yang sebenarnya? Bahwa orang tua mereka...meninggalkan...mereka...." Rosie bertanya lagi. Menyuarakan kekuatiran di benaknya meski dia tidak ada hubungan dengan para bocah itu."Karena mereka sudah cukup besar untuk mengerti, kebanyakan akan menerima keadaan. Lagi pula saat itu mereka sudah terbiasa bersama dengan anak panti dan pengurus, jadi tidak akan terlalu merasa sendiri.""Tapi..teta
Gadis itu merebahkan tubuhnya di balik selimut tebal. Meringkuk seperti janin dalam kandungan. Ocehan Claire setelah itu mulai sayup di telinga Rosie. Kesadaran perlahan pergi, meninggalkan Rosie terlelap di balik selimutnya. Hangat dari selimut lembut mengurungnya dalam tidur yang tidak bertahan lama.Sudah beberapa hari ini Rosie mampu tidur nyenyak tanpa mimpi, tapi tidak malam itu. Mimpi buruk itu kembali datang, mengusik ketenangan si gadis remaja hingga dia terpaksa bangun di tengah malam. Tubuh mungil Rosie mengejang, gemetar ketakutan. Nafas memburu layaknya dia telah berlari jauh karena dikejar hantu. Peluh membasahi wajah hingga sekujur tubuhnya. Matanya membelalak kaget menemukan kegelapan yang membuatnya makin cemas.Rosie baru sadar ada seseorang yang tengah merengkuhnya dalam pelukan saat dia gagal menggerakkan tubuhnya. Orang itu, dia pasti siapa yang menempelkan dadanya pada punggung Rosie, mengunci kedua tangannya di perut R
Susah sekali menemukan Annette sendirian. Si cantik tidak penah memberikan kesempatan bagi Rosie dan Claire bicara dengannya. Jangankan bicara, menyapa saja sulit sekali bagi Rosie dan Claire. Itu sebabnya kedua gadis nekat 'menculik' Annette di sela pergantian mata pelajaran.Tubuh kurus Annette tiba-tiba diseret saat dia baru keluar dari toilet. Tangan mungil Claire di mulutnya untuk mencegahnya teriak, lalu Rosie menariknya masuk ke kelas kosong di pojok. Setelah menutup pintu, Rosie memaksa Annette duduk di salah satu bangku. Kedua gadis juga duduk di samping kanan dan kiri Annette."Lihat wajahnya! Bonyok, persis maling ayam baru dikeroyok massa," komentar Rosie pada Claire sambil memperhatikan wajah yang penuh memar.Kondisi wajah Annette memang sudah lebih baik dari tiga hari lalu, tapi belum bisa di sebut sembuh. Masih ada memar yang mulai memudar di pipi kanan, pelipis, juga ujung bibir dan luka gores di pipi kiri dan pangk
"Kak Damian, mau tidak jadi pacarku?" Rosie bertanya dengan suara halus tapi mantap. Mata hazel-nya menatap Damian kian lekat. Gadis itu menopang wajahnya yang menghadap Damian dengan tangan yang bertumpu pada meja.Damian langsung saja terperangah mendapat pertanyaan seperti itu. Matanya membelalak kaget dan mulutnya sedikit terbuka. Rosie adalah gadis cantik penuh percaya diri dan Damian menyukai sikap itu dari Rosie. Namun dia tidak pernah mengira akan merasakan langsung efek dari rasa percaya diri milik Rosie. Itu mengagetkan tapi juga...menarik."Ro-Rosie, a-aku....""Aku bercanda..." celoteh Rosie sambil cekikikan. Dia tidak tega melihat wajah merah dan gelagapan karena pertanyaannya. Mungkin dirinya terlalu frontal. Mengajak seseorang untuk jadi pacarnya di depan orang lain mungkin terlalu berlebihan. Tapi tadi sejujurnya dia serius mengajak Damian pacaran. Sikap Damian yang dewasa, selalu bisa menyayomi sikap kek
Jika Rosie ingin Edward berhenti menyukainya maka itu yang akan dia dapat. Bukan hanya berhenti, Edward bisa lebih dari sekedar itu. Dia akan melakukan lebih dari sekedar itu. Edward akan membenci Rosie. Semoga gadis itu puas. Toh ini pilihannya. Mudah saja untuk Edward menghempaskan perasaan tidak berguna yang dia rasakan untuk sang adik.Gadis tersebut dengan baik hati membantunya. Dengan sengaja berciuman dengan Damian Marley di taman malam itu supaya Edward memergoki mereka, bermesraan di depan Edward hari-hari berikutnya, bahkan tak sungkan mengumumkan hubungan mereka secara resmi."Aku dan Kak Damian sudah resmi pacaran."Dia mengatakannya di pagi hari berikutnya, setelah Edward menyaksikan pemandangan menyakitkan itu. Tidak punya belas kasih memberi jeda dari rasa sakit bekas kemarin malam, Rosie langsung menggempur Edward dengan rasa sakit lebih dahsyat. Hatinya patah.Edward diam. Layaknya patung pajangan t
Claire bilang padanya untuk tidak ikut. Datang ke pesta ulang tahun Edward yang notabene membencinya adalah ide buruk plus idiot. Persetan dengan Jinyoung yang baik bak malaikat. Gadis itu bodoh dan naif, membawa Rosie ikut dalam kekacauan besar tanpa dia sadari.Apa lagi waktu Damian bilang dia tidak bisa ikut tepat satu hari sebelum mereka berangkat. Damian mendadak harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting dan dia harus tetap bekerja saat akhir pekan.Claire hampir merobek lembaran tiket itu supaya sahabatnya tidak bisa pergi ke Bali dan acara sialan. Claire punya insting yang kuat. Hampir selalu tepat. Atau bisa kalian bilang sembilan puluh sembilan persen tepat. Kecuali saat dia bilang akan lulus audisi, biasanya itu salah. Tapi kalau untuk hal lain, selalu tepat."Pokoknya kau tidak boleh ikut, Rosie." Claire berkata dengan tegas. Dia memegangi tiket erat-erat supaya Rosie tidak bisa merebutnya."Tapi Kak