“The truth is rarely pure and never simple.”
-Unknown-
Marvel mendekati Marshella yang mengigau. Keringat dingin membasahi pelipis wanita muda itu. Bahkan kerah kemejanya sudah sangat basah. Bibirnya bergetar.
“Hei, hei! Nona Wood, bangun!” Ia mengguncangkan bahu penulis muda itu dengan khawatir. Kepala Marshella bergerak ke kiri dan kanan dengan cepat.
Si penulis masih terus mengigau, tubuhnya menegang. Marvel menangkupkan kedua tangannya dan mengusap berkali-kali. Ia menduga, Marshella mengalami gejala hipotermia. Seraya melepaskan jaket tebal dari tubuh dan hendak menyelimuti wanita muda itu.
Saat itulah, Marshella terbangun. Ia terkejut akan kehadiran Marvel yang begitu dekat dan menarik diri ke belakang.
“Jangan mendekat!” bentaknya. Matanya mengeluarkan air mata.
Marvel terkejut mendapatkan reak
Hm, kira-kira Marvel benar-benar akan kembalikah? Happy reading! Silakan simpan di pustaka serta tinggalkan banyak komentar dan ulasan ya jika suka dengan cerita ini. Bisa follow ig penulis juga @tanechan01 untuk lebih saling mengenal. Terima kasih. Big Love, All!
”The trust is rarely pure and never simple.”-Unknown-Marvel mengamati dari balik badan kapal yang sedang diperbaiki dan terparkir di pinggir dermaga. Ia merapatkan jumper beludru sambil setengah meringkuk.Tak lama kemudian, sosok yang ditunggunya terlihat tak jauh dari 76-77 Baxtergate, tempat perjanjian mereka. Ujung bibir Marvel terangkat. Ia segera menegakkan tubuh dan berjalan mendekati Steve. Namun, baru beberapa langkah, matanya menangkap ada sosok lain yang mengamati dari balik jendela kaca salah satu bar di seberang jalan itu.Bukan hanya di sana, tetapi juga di pingir dermaga. Pria itu memasang gestur sedang bicara dengan seseorang melalui gawainya. Di sudut lainnya, ada Robert yang juga sedang mengamati Steve dari salah satu jendela kaca bar di seberang Gale.Mereka semua—di mata Marvel—seperti sedang mengamati Steve. Seolah-olah tahu kala
-Mimpi Marshella/Masa Lalu Kelly-Marshella terbangun dan mendapati dirinya masih di tepat yang sama saat melihat Keith memerintahkan Gale dan kawanannya untuk memenggal kepala Lyana Wood. Namun, saat Gale mengayunkan pedangnya dan mengarahkannya ke leher nenek moyangnya itu, Marshella seperti terdorong sesuatu yang baru saja lewat sekelebat.Asap hitam itu bergerak cepat dan membungkus tubuh Gale, mengangkatnya setinggi kepalanya lalu menghempaskan pria itu dengan sangat keras ke padang rumput yang mereka injak. Tiga orang anak buahnya saling memandang dan bergerak takut-takut. Sementara itu, Keith mendekap Kelly dengan jubahnya begitu asap hitam itu mengarah padanya. Namun, saat hampir dekat asap hitam itu justru menggumpal lalu bertiup ke atas dan berputar-putar di sana.Keith tidak terlihat takut. Wajahnya tegang karena waspada. Di sisi lain, Kelly justru terlihat takut karena melihat darah segar men
“Kau baik-baik saja?” Marvel berusaha membantu membangunkan Marshella yang berkeringat dingin. “Mimpi buruk lagi?” Marvel terkejut saat tangan gadis itu menyentak, sama seperti malam sebelumnya. Ia pun menarik diri. Marshella mengedarkan pandangannya. “Kita di salah satu rumah warga, Sir Rodrigo. Kurang dari setengah jam dari York.” Marshella menunduk dan memejamkan mata. Napasnya terengah-engah. Ia ingat akan suara tembakan saat Marvel kembali. “Aku mendengar suara tembakan.” “Tembakan?” tanya Marvel mengernyitkan dahi. Marshella mengangguk. “Tidak ada yang menembak. Mungkin kau salah dengar antara suara petir dengan tembakan. Saat aku datang dan menyuruhmu lari, kau terlihat sempoyongan. Apa yang terjadi?” Marvel memegang pinggangnya yang terselip pistol di sana. Pistol itu ia temukan di laci mobil milik Ste
Saat bangun dan mendapati Marvel di depannya, ia terkejut bukan main. Bayangan Keith membunuh Lyana, ibunya begitu jelas. Sesuatu yang sama sekali tidak ia duga. Karenanya, wanita itu menjadi lebih berhati-hati dan menjaga jarak dari Marvel.Begitu Marvel menutup pintu, ia bergegas ke jendela, melongok ke luar. Seperti halnya rumah-rumah di desa-desa Yorkshire, rumah ini terlihat memiliki jarak dari tanah. Ada bebatuan yang menopang sebagai pondasi. Meskipun begitu, itu tidak cukup tinggi sehingga Marshella mempertimbangkan untuk melompat.“Tidak. Kalaupun aku melompat dari sini dan keluar dari sini, bagaimana caraku kabur?” gumamnya. Ia lantas ingat kalau Marvel membawa mobil ke sini—kendaraan milik Steve.“Benar. Aku harus mencuri kunci mobil. Mungkin bisa kulakukan setelah Marvel tidur!”Marshella pun bergerak ke pintu dan bermaksud untuk membukanya sedi
Marvel terbangun dan mendapati dirinya di tempat yang tidak biasa. Udara lembab dan pengap. Ia menyadari bahwa dirinya berada di dalam gua begitu mendengar tetesan air dari langit-langit. Pria itu ingat bahwa dirinya sedang bicara dengan Sir Thomas Rodrigo sebelum semuanya terasa menyakitkan dan akhirnya tidak sadarkan diri. “Kau sudah bangun?” Suara dari bagian gua yang lebih gelap mengagetkan laki-laki itu. Matanya menyipit, mencoba mencari siapa yang berbicara. Dibantu oleh semburat cahaya matahari yang menerobos dari celah-celah langit goa, seseorang muncul dari bagian yang gelap. “Sir Rodrigo?” Marvel mengernyitkan dahinya. Laki-laki tua itu mengenakan pakaian yang sangat asing, seperti pakaian jaman dulu. jauh berbeda dengan saat mereka bertemu pertama kalinya. Dan lagi, Sir Rodrigo terlihat lebih muda meskipun keriput masih terlihat jelas dan janggutnya le
York, Tahun 1488 [Setahun sebelum Perang Saudara Berakhir] Marvel terlempar ke momen lainnya. Kali ini, ia berada di depan sebuah rumah yang cukup megah dengan lukisan bunga mawar merah di pintunya. “Ah, mimpi ini benar-benar membuatku gila.” Marvel bergumam sendiri. Lalu, ia merasa menyatu dengan tubuh dan pikiran orang lain. Ada kenangan yang sebelumnya tidak ia ingat sama sekali—dan sekarang justru terpatri dengan jelas. Seraya menekan kepalanya yang terasa sakit. Saat itulah, Marvel melihat seorang gadis dengan rambut dikepang dan mengenakan penutup kepala menoleh padanya sebelum masuk ke dalam sebuah rumah di seberang jalan bertuliskan, “Toko Roti Ann”. “Marshella?” Otak Marvel mengenalinya sebagai Marshella. Namun, nama lain juga muncul di saat bersamaan. “Kelly?” Marvel menoleh mendengar suara itu. Namun,
“Jadi kau yang dikirim Rodrigo untuk tugas ini?” Seorang pria setengah baya berdiri di depan Marvel yang masih berada di tubuh yang sama dengan Keith. Pria itu adalah Lord Frederick yang namanya berulang kali disebut oleh geng Gale dan Marshella sendiri. Perawakannya tidak semenakutkan yang ia dengar. Bahkan pria ini sudah cukup ringkih untuk dikatakan sehat. Tulang pipinya menonjol dengan keriput di mana-mana. Bahkan, jalannya pun tidak segagah Sir Rodrigo. Lalu kenapa sepertinya semua orang takut padanya? Marvel tidak habis pikir. Untunglah sepertinya hanya dirinya yang menyadari ada jiwa dan ingatan yang lain dalam satu tubuh ini. Keith sepertinya tidak bingung dengan ingatannya sendiri, berbeda dengan Marvel yang harus berulang kali menahan diri untuk tidak menunjukkan jati dirinya sebagai Marvel dan bukannya Keith. Ia masih belum sepenuhnya bisa
Marvel membuka matanya. Kali ini, ia berada di sebuah tempat yang mirip barak pelatihan. Suara desing pedang saling berbenturan dan juga suara ringkikan kuda terdengar di luar ruangan ini. Laki-laki itu berdiri dari tumpukan jerami. Seraya menyingkirkan beberapa helai jerami yang menempel di pakaian sembari berjalan keluar. Tepat saat pintu dibuka, sebuah pedang melayang ke arahnya. Dengan sigap, Marvel menerimanya. “Kudengar kau pandai bermain pedang,” ucap seorang pria yang sepertinya seumuran dengannya. Marvel sedikit terkejut karena orang itu adalah Gale, ketua geng yang memburu dirinya dan Marshella beberapa hari ini di kehidupan yang berbeda. Marvel berusaha menebak posisinya di sini. “Tidak juga.” Pemuda itu menjawab tanpa menunjukkan ekspresi yang berarti. Ia mulai bisa menerima dirinya adalah Keith. Marvel bisa merasakan bahwa secara perlahan, ke