Fanya sudah berhasil melewati masa kritisnya meskipun dia kembali tidak sadarkan diri, tapi dokter mengatakan kalau kondisinya sudah mengalami banyak perubahan.
Pagi ini, hanya Akbar yang berada di sana. Atmaja sudah kembali ke kantor, begitu pun dengan Regan dan Kaisar. Tak jarang juga pria itu mengecek keadaan Fanya hingga rasanya sudah terjadwal setiap menitnya.
Saat wanita itu mulai mengerjap, Akbar dengan cepat bangkit dari sofa dan menghampirinya. "Nona, akhirnya anda sadar juga," ujarnya lega.
"Regan mana?"
"Dia pergi ke kantor dengan Kaisar tadi. Sebentar ya, saya akan memanggilkan dokter."
"Aku benar, kan, kalau dia sudah kembali? Rasanya seperti mimpi, aku sempat mengobrol dengannya."
"Wajar jika itu terjadi Nona, anda sudah tertidur selama enam hari ini."
"Enam?" tanyanya sekali lagi seolah tidak percaya. Bersamaan dengan itu, dokter yang menangani Fanya masuk dengan langkah cepat.
Akhir-akhir ini, apa yang terjadi too much. Hingga aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menghibur diri sendiri. Aku hanya ingin menepi, menjauh dari semua hal di sekelilingku yang semakin gila.Aku hanya ingin menghela napas, dan tidak selalu menyalahkan diri sendiri. Aku ingin sehari saja mencintai diri ini. Karena aku tahu, aku layak mendapatkan yang terbaik.Untuk diri ini, terima kasih sudah menjadi orang yang kuat.***Akbar kembali duduk di sisi Fanya. Dia hanya diam, dengan memandangi waanita itu. Mungkin untuk saaat ini lebih baik bagi Akbar untuk tidak membuka suaranya."Akbar," panggil Fanya lirih tanpa menoleh ke arahnya."Iya.""Aku benar, 'kan?""Anda tidak bersalah dalam hal ini. Anda memang berhak marah, bahkan anda boleh menampar Tuan Muda tadi."Dia terlihat tersenyum tipis dan kembali diam. "Iya, ya. Seharusnya aku menamparnya tadi."Baru juga Akba
Sudah satu minggu ini Regan tidak bertemu sama sekali dengan Fanya. Bukan tidak ingin menemui, tapi itu memang kesepakatannya.Pria itu hanya mendengar kabar setiap harinya dari Akbar. Meskipun dirinya kini tinggal dengan Manda, tapi nyatanya mereka hanya satu atap. Tidak pernah sekalipun untuk satu kamar.Regan menegak, saat ia mendengar ponselnya yang berdering atas nama Kaisar. Pria itu dengan cepat menyahutnya dan menarik tombol hijau ke atas setelah memastikan pintu kamarnya terkunci rapat."Halo Kai."" .... ""Aku mengerti, aku juga sudah siap."Setelahnya, kedua bibir Regan tertarik ke atas. Dia melirik ke arah jam dinding kemudian merapikan setelan jasnya tipis-tipis.Langkahnya antusias, menuju kamar Manda dan menggedor pintu itu keras-keras."Masuk saja Re," sahut Manda dari dalam.Sepertinya wanita itu memang sengaja memacing Regan. Bagaimana bisa dia menyuruh R
Manda justru tertawa lebar mendengar perkataan Regan. Wanita itu seperti orang tidak waras yang tertawa heboh sendiri."Re ... Re. Jadi kamu bertingkah aneh sejak tadi hanya untuk ini? Apa kamu lupa, kalau kamu tidak akan pernah lepas dariku?""Menjijikkan," lirihnya. "Tapi sekarang tidak lagi, kamu tidak punya apa pun untuk menahanku."Manda meraih tas dan menyahut ponsel dari dalam sana. Matanya melotot saat dia tahu video itu terhapus bahkan setelah ia mencadangkannya."Cepat sekali kamu melakukannya?"Regan berdiri, mencondongkan tubuhnya hingga kepala mereka sangat dekat dengan berkata, "Sekarang, pergilah dari hidupku. Aku tidak sudi untuk melihat wajahmu lagi."Tepat saat Regan baru saja memutar tubuhnya, Manda berkata, "Aku hamil anakmu."Regan berhenti sejenak dan berkata, "Aku tidak akan percaya lagi dengan mulutmu itu.""Kamu hanya mengambil ponselku tadi, tapi ka
Mendengar itu, Regan berdiri dengan berkata, "Jangan bercanda, Kai!""Tidak, saya tidak bercanda. Jika sampai ke tahap ini, saya tidak akan mampu lagi untuk berbohong pada Nona Muda."Kemudian Akbar pun ikut menyahut dari dalam dapur. "Saya juga tidak akan membohonginya lagi, Tuan. Lebih baik anda mengatakannya sendiri. Dan apa pun yang akan dilakukan oleh Nona Muda nanti, saya pikir itulah yang terbaik."Regan kembli terduduk dengan lemas dan mengusap wajahnya. "Aku tidak mampu lagi untuk menyakitinya. Aku yakin, Manda tidak mengandung anakku.""Bagaimana anda bisa seyakin itu?" tanya Kaisar."Aku sangat yakin, dan aku akan mencari tahunya nanti. Aku sering mendengar dia mengangkat telpon tengah malam dan sepertinya dia memang menyembunyikan sesuatu dariku.""Kalau anda bisa seyakin itu, sebaiknya anda melakukannya dengan cepat. Karena jika Nona Muda tersakiti lagi, maka saya yang akan membawanya juh dari anda."Regan kembali berdiri
Regan tersentak, saat melihat Fanya yang membuka matanya lebar. "Nya, kamu ... kamu terbangun?"Wanita itu menelentangkan tubuhnya dengan menghela napas panjang. Matanya berkaca-kaca menatap langit-langit kamar dan kemudian dia berkata, "Re, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mengerti harus mengatakan apa, aku lelah dengan ini semua.""Tidak Nya, aku ingin kamu tetap bertahan untukku. Aku yakin, kalau aku bisa membuktikanya.""Apa yang mau kamu buktikan? Kalau kamu tidak menghamili dia dan kamu hanya berpura-pura dalam video itu? Memangnya siapa yang akan percaya, Re?""Kamu. Aku tau kalau kamu percaya padaku.""Dan dunia akan tau kalau Manda mengandung anakmu. Lalu, apa gunanya lagi suaraku?""Karena aku tidak butuh suara dunia, aku hanya butuh mendengar suara istriku yang mengatakan kalau dialah satu-satunya.""Aku satu-satunya?" Fanya tersenyum miring dan membelakangi Regan. "Kamu tau, ba
Sengaja sekali Fanya menurunkan baju tidurnya hingga menampakkan bagian pundak. Dia membuka pintu dan berkata, "Manda? Kenapa sepagi ini? Kami baru mau mulai ketiga kalinya."Ada Akbar juga di sana. Dan pria itu sempat tersentak, karena belahan itu hampir menyembulkan kedua barang sensitifnya. Dia mengerjap, dan menundukkan kepala dengan berkata, "Maaf Nona, saya sudah mengusir dia dari tadi. Tapi wanita ini memang tidak waras." Begitu saja, dan dia berbalik meninggalkan mereka.Bisa-bisa matanya meminta lebihdan lebih lagi nanti. Bisa dipastikan, mungkin air liurnya juga akan menetes jika dia tidak berbalik dari sana."Mana Regan?" tanya Manda dengan sedikit mengintip ke belakang tubuhnya."Dia gak mau bukain pintu, soalnya dia belum pakek baju. Bagaimana jika kamu menunggunya satu jam lagi? Nanggung, baru juga mulai.""Menjijikkan," cibir Manda."Menjijikkan?" Fanya melipat kedua tagannya di dada dengan
Manda pulang dengan membawa sebongkah kekesalannnya. Hari ini dia melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata dengan sesekali menggebrak setir mobilnya, menuju studio seperti biasa. Tas selempang berwarn merah itu ia lempar dengan membanting tubuhnya ke kursi."Manda!" teriak Ganesha, pria yang menjabat sebagai fotografer yang memegang Manda selama ini. Pria itu mendekat dengan membawa kamera yang ia gantungkan di leher. "Kamu sudah lewat tiga puluh menit untuk pemotretan kali ini. Dan kamu masih bersantai di sini? Pulang saja kamu. Kamu pikir karena kamu terkenl kamu bisa seenaknya sendiri seperti in?""Baru juga sampai.""Itu bukan urusanku. Cepat ganti baju dan selesaikan ini."Baru juga dia hendak bangkit, seorang wanita datang dan mendekat ke arahnya. Dia membungkuk dengan berkata,"Selamat siang, Nona"Manda memandangi wanita yang berdiri dengan memakai blezzer berwana hitam dengan warna span yang senada da
"Benarkah, siapa dia?""Dia, kan, model terkenal? kalau tidak salah namanya Juan. Aku kenal dia karena aku pernah stalking dia dulu.""Dasar!" Fanya tersenyum miring dengan melirik ke arah Almira yang tersenyum-senyum sendiri. "Eh, bagaimana hubungan kamu dengan jihan?""Syukurlah sudah lebih baik. Ternyata kita hanya salah paham selama ini. Bukan dia yang sudah nyebar foto itu.""Terus, apa yang ngirim foto itu ke Kaisar juga kamu?""Engaklah. Gila aja. Sebenci-bencinya aku sama teman, aku gak mungkin juga ngelakuin itu. Lagian aku kurang baik apa, sih? Aku yang nyuruh Kaisar deketin dia, aku yang nyuruh Kaisar buat respon dia, kurang apa coba?"Dengan santinya Fanya menjawab, "Aku baru tau, kalau Kaisar mau disuruh seperti itu.""Tau, ah."Sebelum Mira berdiri dan kembali menghindar darinya, Fanya sudah terlebih dulu mencekal tangan gadis itu dengan berkata, "Dan aku baru tau, k