“Zeus harus mencari dewa angin baru untuk bertugas di selatan,” canda Leon.
“Ini hanya sebuah permainan, Leon!” seru Claire sambil tertawa. Meskipun ia sedang bercanda, ia tetap tidak bisa mengendalikan nada ketus yang keluar dari mulutnya.
“Ayo, kita tidak bisa buang-buang waktu,” kata Claire lagi sambil berjalan mendahului Leon.
“Seberapa jauh lagi?” tanya Leon.
Claire membuka peta dari tangan kirinya, dan layar digital berkelip di hadapan mereka. Jarak antara dua titik hijau yang menandakan lokasi mereka berdiri saat ini dengan panah merah yang menunjukkan lokasi yang mereka tuju masih cukup jauh.
“Perkiraanku, masih satu malam lagi kita harus bermalam di hutan,” kata Claire.
“Kali ini kita harus mencari tempat yang nyaman,” jawab Leon sambil tersenyum. Claire membalas senyum Leon dan menahan sebisa mungkin keinginannya untuk mengutuki pria itu. Sambil berjalan, Leon
Claire kecil mengangguk, ia melangkahkan kaki-kaki kecilnya menuju kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya. Dari tangga ia melihat ibunya berdiri sambil menghela napas, ia terlihat gugup.“Elena!” teriak pria itu lagi, membuat baik Elena maupun Claire terkejut.Claire tidak menyukai pria asing itu. Ia datang beberapa bulan yang lalu, tapi ia sering berbuat kasar. Meskipun ibunya selalu menyembunyikan, tapi Claire sering mendengar pertengkaran. Claire sering mendengar suara ibunya dipukul, memekik kesakitan, kemudian bagian tubuhnya membiru karena memar.Setelah ayah Claire meninggal, Elena kesulitan membesarkan Claire sendirian. Ia harus bekerja dan juga mencari pengasuh untuk menjaga Claire selama ia pergi bekerja. Claire masih ingat ketika ibunya pulang kerja dengan mata berkaca-kaca, mengatakan semua akan baik-baik saja. Claire tahu beberapa tahun kemudian bahwa ibunya ternyata dipecat. Terlalu banyak yang harus dilakukan Elena sendirian, ia
“Bagaimana cara mendaratkan benda ini?” tanya Claire.“Hmmm... Mendaratlah wahai Angin Notus?” ujar Leon dengan nada tidak yakin.Mereka menunggu beberapa saat, namun tidak ada yang terjadi.“Tadi itu sangat menggelikan,” ujar Claire sambil tertawa dengan nada menyindir. Karakter Eris membuatnya tak tahan untuk tak menyindir.Namun tiba-tiba, awan yang mereka naiki turun perlahan menuju tepian jurang. Suara gemericik air mulai terdengar saat mereka sudah berada di mulut jurang, meskipun tidak terlihat dari mana. Jurang itu terlihat begitu dalam dan gelap, tidak ada yang tahu seberapa dalamnya jurang tersebut. Awan dari angin Notus itu tiba-tiba menghilang setelah mereka mendarat.“Mereka bilang kebun buah milik Hera berada di balik air terjun yang ada di dalam jurang ini, kan?” tanya Claire.“Betul,” jawab Leon.“Lalu bagaimana cara kita masuk ke dalam jurang ini dan me
Guncangan terasa semakin kuat dan bebatuan mulai jatuh entah dari mana. Claire mulai panik, begitu pula Leon. Pria itu hanya berpegangan pada serabut halus awan tempatnya berada. Claire berkonsentrasi, ia tidak punya banyak waktu. Ia kemudian merasakan kekuatan Notus mulai mengaliri dirinya dan seketika tubuhnya terasa lebih ringan.Claire membuka matanya yang kini bersinar kehijauan. Ia kemudian terbang melesat bagai angin ke arah air terjun. Ia berputar-putar mencari ke sekeliling air terjun itu ke arah atas dan bawah, namun ia tidak melihat sedikitpun ruangan yang dimaksudkan para Graeae. Ia mencoba mencari lebih ke bawah dan tiba-tiba ia merasakan angin dari balik air terjun itu.Claire menemukannya! Ada sebuah lorong gelap kecil di balik air terjun itu. Ia mencoba melesat kembali ke arah Leon berada. Namun bebatuan mulai berjatuhan ke bawah. Leon sedang menghancurkan bebatuan yang menghujani dirinya dengan pedang Perseus. Pedang itu berwarna keemasan bersinar dala
“Leon, jangan bercanda!” seru Claire.“Percayalah, Claire, aku sama sekali tidak berminat bercanda,” jawab Leon.“Shit! Gambar apa saja yang ada di sana?” tanya Claire.“Gambar tameng, cermin, pedang, sepatu, dan yang terakhir gambar baju zirah,” jawab Leon“Tameng dan cermin sudah terpilih tadi. Tidak mungkin dua kali, kan?” tanya Claire.“Kamu benar, coret tameng dan cermin. Berarti tinggal pedang, sepatu, dan baju zirah,” jawab Leon.“Pedang... Perseus sudah punya pedang andalannya, bukan? Apakah mungkin dia menggunakan pedang lain?” tanya Claire.“Masuk akal... Jika kita mencoret pedang, berarti pilihannya tinggal sepatu dan baju zirah,” jawab Leon.“Sepatu dan baju zirah... Keduanya Perseus juga sudah punya. Ah sial!” seru Claire mengumpat.“Tunggu... sepatu itu modelnya sedikit aneh, tapi bukankah baju
Claire berteriak saat tubuhnya terjun bebas ke tanah. Leon berusaha menggapai tangannya, tapi percuma saja sebab Leon juga sedang terjun bebas bersama Claire. Mereka bersiap kehilangan satu nyawa lagi sebelum tiba-tiba sekelebatan cahaya putih bergerak cepat di bawah mereka. Claire dan Leon merasakan tangan-tangan halus memeluk mereka dari belakang lalu mereka dibawa melayang dan melesat cepat di udara.“Hesperides... Jangan halangi aku!” kata seratus kepala Ladon bersamaan. Suaranya yang berat, dalam, dan sedikit serak bergema di seluruh taman.Saat mereka berhenti melayang dan mendarat ke tanah, Claire dan Leon baru menyadari kalau mereka telah diselamatkan oleh empat wanita cantik berkulit putih dengan tubuh harum bunga-bungaan. Mereka semua bergaun putih tipis melayang dengan aksen floral yang indah.“Mereka berdua adalah tamu kami, Ladon!” seru salah seorang dari mereka. Rambutnya coklat gelap sewarna dengan tanah, matanya hijau sewa
“Stop it!” seru Leon sambil menghindar dari serangan pedang empat Hesperides yang mendendam itu.Namun nampaknya, para Hesperides itu tetap menyerang Leon yang masih dalam keadaan birahi. Leon melompat ke belakang sofa sambil mengumpulkan konsentrasinya dan mengambil pedangnya. Entah apa yang dilakukan Perseus pada mereka sebenarnya, Leon tidak pernah membaca sesuatu seperti itu dalam mitologi Yunani.Seperti yang diduga Leon, para Hesperides itu melompat dan menghunuskan pedangnya ke belakang sofa. Leon sudah bersiap sekarang. Ia menangkis empat pedang itu sekaligus dan membuat para Hesperides terjatuh mundur.“Kita bisa bicarakan semua ini dengan baik-baik!” seru Leon.Tapi, ini sebuah game. Negosiasi tidak bisa dilakukan semudah itu. Terkadang Leon melupakan hal penting seperti itu sebab semuanya terasa dan terlihat nyata. Para Hesperides mengepungnya dari empat penjuru dan mereka menyerang secara bersamaan. Leon melompat tinggi
Leon benar-benar melihat mata salah satu kepala Ladon mengikuti gerak tubuhnya. Jantung Leon berdebar kencang ketika Ladon mulai membuka mulutnya dan menyemburkan api ke arah Leon. Leon tahu, ia tidak akan bisa menghindari api itu dan sudah terlalu terlambat untuk mengeluarkan tameng yang seharusnya ia persiapkan sedari tadi.Namun tiba-tiba, Leon merasakan hembusan angin kencang datang hampir bersamaan dengan semburan api. Angin itu berasal dari arah yang berlawanan dengan kepala Ladon. Meskipun angin membuat api semakin besar, tetapi ia meniupnya kembali ke arah kepala Ladon, memberikan sedikit kesempatan untuk Leon menghindar.Leon sempat menoleh dan melihat Claire yang sudah terbang melesat. Leon bisa menebak siapa yang membuat hembusan angin kencang tadi. Sambil berlari, Leon membuka kotak peralatan digitalnya dan mengambil tameng. Dalam sekejap, tameng itu sudah berada di tangannya. Dengan tangkas ia berlari, namun tidak mudah melewati naga dengan kepala seratus.
Seketika setelah teriakan Leon terdengar mengalahkan bisingnya badai. Petir besar turun dari langit dan menyambar Ladon hingga naga itu menjerit dengan puluhan kepalanya yang masih tersisa.“Thunder!!” seru Leon sekali lagi pada langit.Lalu langit menurunkan petir yang jauh lebih besar dibandingkan yang pertama ke tubuh Ladon membuat naga itu jatuh berdebam ke tanah. Langit perlahan-lahan mulai menjadi cerah dan pusaran angin mulai menghilang.“Claire!! Dimana kamu?” panggil Leon sambil turun bersama pusaran angin yang hampir menghilang.Leon kemudian melihat tubuh Claire mulai nampak melayang lemah di pusaran angin yang memudar. Ia menutup matanya, tampaknya tidak sadarkan diri. Dengan kekuatan yang tersisa, Leon menangkap tubuh Claire dan kemudian mendarat ke tanah.Di hadapan mereka, Ladon terbaring tak berdaya di atas tanah. Tapi tidak seperti yang lain, ia tidak berkedip lalu menghilang. Suara napas dari puluhan kepala