"Nanti sore kerja kelompok yah?" Rion bertanya ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, berjalan kaki seperti biasanya.
"Iya, maaf Rin, kita malah pisah kelompok." Nana berbicara dengan nada sedih.
Sudah beberapa kali dapat tugas kerja kelompok sejak naik ke kelas dua.
Satu hal yang sangat Rion syukuri, Nana tak satu kelompok dengan Sandy. Dia tak bisa berfikir baik jika Nana bersama dengan Sandy."Jagain Nana ya Len?" Rion memegang bahu Leon dan menatap matanya. Yanh ditatap malah terlihat jijik."Pasti lah, kau kerja kelompok sama yang lain dengan santai aja, fokus. Dan jangan menatapku seperti itu, berasa mau aku pelintir aja wajah kamu itu." Kalimat Leon dijawab Rion dengan mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar."Padahal pengen sama Rion." Nana terlihat merajuk dengan wajah sedih."Bergaul sama yang lain juga, Nana. Jangan hanya kami bertiga saja." Perintah Leon.Bukan t"Nanti sore kerja kelompok yah?" Rion bertanya ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, berjalan kaki seperti biasanya."Iya, maaf Rin, kita malah pisah kelompok." Nana berbicara dengan nada sedih.Sudah beberapa kali dapat tugas kerja kelompok sejak naik ke kelas dua.Satu hal yang sangat Rion syukuri, Nana tak satu kelompok dengan Sandy. Dia tak bisa berfikir baik jika Nana bersama dengan Sandy."Jagain Nana ya Len?" Rion memegang bahu Leon dan menatap matanya. Yanh ditatap malah terlihat jijik."Pasti lah, kau kerja kelompok sama yang lain dengan santai aja, fokus. Dan jangan menatapku seperti itu, berasa mau aku pelintir aja wajah kamu itu." Kalimat Leon dijawab Rion dengan mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar."Padahal pengen sama Rion." Nana terlihat merajuk dengan wajah sedih."Bergaul sama yang lain juga, Nana. Jangan hanya kami bertiga saja." Perintah Leon.Bukan t
"Aku disini melihat kalian semua sejak awal datang! Kau kira aku buta? Gita, belajarlah walau hanya dirumah Leon saja kamu belajar! Tak pernah ada yang salah dengan menambahkan sedikit ilmu dalam kepala! Aku tak membela Leon, tapi kenyataannya kita memang sedang kerja kelompok, dan aku setuju untuk mengisinya sedikit sebelum nanti hanya disuap saja melalui jawaban Sandy seorang." Ada sedikit nada amarah dalam kalimat Erwin, namun pada akhirnya dia berhasil menguasai dan membuat dirinya nampak tenang."Terserah kamu saja!" Gita memilih duduk bersandar dengan tangan di lipat, dia tak suka belajar, tak suka menulis terlalu banyak, karena kuku-kukunya yang sudah dipercantik sedemikian rupa akan cepat rapuh dan patah. Dan akhirnya malah terlihat bulukan."Berhenti menatap kukumu yang tak berguna itu! Cepat bantu kami menjawab!" Komentar perempuan yang sejak awal memprovokator Gita itu."Astaga, Lidia. Urus saja urusanmu!" Gita menatap Lidia de
"Aku masih belum mengerti dengan penjelasan Pak Adrian tadi." Nana mendesah dan membaringkan kepalanya di meja dengan lesu."Bagian mana sih?" Rion mengambil catatan yang sejak tadi diperhatikan Nana hungga membuat dia cukup depresi."Itu loh Rin, penjelasan dari contoh soal yang diberikan.""Nana, ke kantin yuk?"Ajakan Sandy yang tiba-tiba membuat Nana dan Rion menatapnya dengan pandangan tak percaya."Kamu juga termasuk dalam ajakan, Rion." Lanjut Sandy lagi.Nana dan Rion berpandangan dengan wajah terheran dan penuh tanya, membuat Sandy cukup heran dan cemburu dengan kedekatannya.Padahal harusnya dia menekan rasa cemburunya pada Rion. Karena peringatan Nana sebelumnya bahwa dia tak boleh membuat pilihan tentang dirinya ataupun Rion."Ya udah, kami ikut." Ucap Rion mewakili Nana juga.Perjalanan ketiganya yang melewati koridor hingga ke kantin membuat hampir seluruh mata me
"Nana, harusnya tadi kamu melihat bagaimana kecewanya Sandy setelah bermohon dengan sangat untuk mengetahui siapa yang buat. Bisa kamu bayangkan reaksinya jika dia tau kalau kamulah yang memasak bekal selama ini?" Ucap Rion dengan nada menggebu-gebu."Oh, ngomong tentang bekal, aku juga penasaran, memangnya seenak apa makanan yang kau buat?" Kini Leon yang sedang memilah foto berhenti dari kegiatan dan menatap keduanya yang sedang bermain game."Nana, kamu mau masak gak buat kita?" Tanya Rion"Tante?""Mama lagi keluar, malam baru balik. Kak Mary lagi liburan ama tunangannya." Leon menjawab dengan cepat, mendahului Rion yang ingin menjawab."Jadi gimana? Mau masak makan sore untuk kami?"Nana tersenyum dan meninggalkan keduanya, menuju dapur. Salah satu ruangan yang tak pernah dia injak, karena memang Nana hanya melenggang di sekitar kamar si kembar dan ruangan umum lainnya, dan sekali dua ka
Beberapa hari telah berlalu semenjak insiden tersebut. Pada akhirnya, Nana tak menerima permintaan Leon walau dibayar dua kali lipat, karena alasan yang di ungkapkan Rion juga ada benarnya, dia akan semakin kesulitan dengan jadwalnya, sehingga harus bangun lebih awal dan harus bisa juga membuat dia bangun lebih pagi. Dan Sandy masih penasaran dengan orang yang memasak bekal keduanya.Walau tak sesering sebelumnya, tapi dia tetap menanyakan sang pembuat bekal. Nana baru sampai rumah setelah diantar oleh Rion. Hari ini dia tak memiliki jadwal pemotretan, dan sebentar sore dia akan latihan basket seperti biasanya. Sebuah deringan menandakan ada pesan masuk di ponsel Nana. Dia segera membuka pesan yang masuk. [Besok minggu, ayo keluar jogging] Sandy mengirim sebuah pesan. [Besok pagi kita latihan basket, San. Kamu lupa?] Nana mengetik dengan lincah pada ponsel model ketupat tersebut. [Sore?] Balasan
"Apa harus?""Entah, aku hanya sedang bimbang dengan banyak hal, tidak tau bagaimana mrmecahkan semuanya satu-satu.""Tapi kan Sandy itu jenius, soal apapun bisa dijawab tanpa perlu repot nyari rumus atau jalannya, pasti betul."Sandy malah tertawa mendengar Nana memujinya."Aku dan si kembar tak beda jauh kok, hanya saja, daya ingatku lebih baik dari mereka. Dan kalimatku itu tidak membantu menyelesaikan apa yang kukatakan sebelumnya.Nana mendekati Sandy, bersandar dipundaknya."San, emang gak boleh bilang ke sikembar kalo kita pacaran? Aku selalu bingung bagaimana harus beralasan setiap kali mereka bertanya padaku.""Jangan di kasih tau dulu yah. Aku gak mau ada orang lain tau. Setidaknya bukan sekarang." Sandy mengusap kepala Nana yang sedang bersandar di bahunya.Dan Nana paling suka kepalanya diusap, dia akan langsung tertidur jika ada orang lain yang melakukannya."N
Hari ini mereka kedatangan murid baru, seseorang yang membuat Nana cukup iri padanya.Gadis cantik, putih dan terlihat mempesona dengan riasan diwajahnya itu sukses membuat beberapa lelaki di dalam kelasnya langsung terpana dan mengerubungi gadis tersebut ketika istirahat sedang berlangsung."Nana, mau ke kantin atau makan disini?""Makan disini deh, bisa berhemat dikit.""Astaga, tabunganmu masih belum cukup?""Udah cukup kok. Malah udah kebeli."Rion menatapnya penuh tanya, wajahnya seakan membuat tanda tanya besar."Seriusan deh, kamu beli apaan?"Nana mengeluarkan sesuatu dari tasnya."Oh, ipad apple toh.""Aku dapet murah, kebetulan ada diskon, dan uang yang kutabung pas dengan harganya, ya masih ada lebih ya dikit sih.""Kamu kok gak bilang, kamu dapet harga berapaan?""Main di angka delapan belas." Nana menundukkan wajahnya, dia malu untu
"Kamu kenapa Rin?" Leon mencegat Rion di pintu ketika melihat saudara kembarnya itu terlihat begitu marah."Gak usah urusin aku kali ini kak." Rion menghempaskan cengkraman tangan Leon dan melangkah dengan penuh tekanan."Saudaramu kenapa tuh?" Tanya Sandy ketika Leon sudah duduk di sampingnya. Amanda dia suruh pindah ke belakang."Biar kutebak. Kau habis chit chat seru sampe cekikikan dengan murid baru ini kan?""Kok tau?" Sandy menatap Leon heran."Karena salah satu alasan yang membuat Rion tak bisa menahan amarahnya adalah membuat Nana menangis. Dan kuyakin, Nana sedang menangis sekarang." Leon masih sibuk dengan buku di hadapannya."Kok bisa gitu?""Karena kamu ketahuan selingkuh, Sandy! Dasar, rumus sekolah doang dimengerti. Ilmu cinta kosong.""Tapi kenapa harus menangis?" Sandy mencoba menggali fakta, apakah Nana membocorkan rahasia mereka atau tidak.