“WHAT! Gila kamu, Zolan! Punya nafsu nggak sih? Lihat perempuan secantik Aluna, masa kamu sama sekali belum menyentuhnya?” tutur Fahmi dengan nada suara tinggi. Ada jeda dalam ucapan. “Kamu sudah tidak waras Zolan!” lanjutnya, sambil menggeleng.
“Tidak mungkin aku bisa menyentuh, sampai sekarang aku belum mencintainya," ucap Zolan, sambil menatap kosong ke depan.
“Hingga kapan kamu menunggu Sindy? Apa kamu yakin jika dia akan kembali ke sini? Tidak ada yang menjamin, Bro! Bisa jadi sekarang Sindy sudah menikah, punya anak, dan bahagia dengan rumah tangganya. Sedangkan kamu di sini, masih terpuruk menunggunya! Belajarlah untuk mencintai Aluna! Aku tidak akan pernah berhenti mengingatkan kamu untuk berusaha mencintai istrimu, Zolan! Kalau yang kamu pikir itu tentang fisik, Aluna tidak kalah cantik dari Sindy, dia hanya terlalu sederhana.” Beberapa kali Fahmi menaikan nada suara, marah pada Zolan.
“Tetapi aku dan Aluna sekarang sudah bahagia hidup seperti ini. K
Sindy masih tidak percaya dengan apa yang barusan saja terjadi. Ia membatin, “ternyata Zolan masih ada di sini! Aku pikir Zolan akan berkarir ke luar kota atau keluar negeri. Kenapa jadi begini? Kenapa aku bisa bertemu dengan Zolan? Apa dia masih mengingatku? Tadi aku tidak tahu akan merespon seperti apa, itu pertemuan yang tidak aku duga. Akhirnya aku memilih cepat pergi, sebelum Zolan menyadari jika orang yang ia tabrak itu aku.” Kaki mengayunkan sepeda dengan lambat. Lama berdiri, Zolan kembali masuk ke dalam mobil. Ia mulai menyalakan mesin setelah perasaan membaik. “Hampir saja aku mencelakai anak orang. Untung dia tidak kenapa-napa!" Zolan terdiam, saat mengingat moment ketika perempuan itu bicara. "Suaranya!" ucap Zolan, dan terdiam beberapa saat. "Suara yang mirip dengan Sindy itu banyak, Zolan! Tidak usah baper, hanya karena mendengar perempuan itu bicara. Tetapi, dia sudah mengingatkan aku dengan sosok yang aku rindukan!” Zolan membatin. “Sudah! Sudah! Aku
Di tempat berbeda, Fatma terduduk di sofa yang ada di kamar. Sebelumnya ia ingin menemui Fahmi, berniat mengajak untuk jalan-jalan. Tetapi, Fatma mendapatkan Fahmi sedang bercerita dengan Zolan. Fatma mendengar semua, sesuatu yang membuatnya berdiri terpaku.“Jadi Kak Zolan masih mencintai mantan kekasihnya. Berarti Aluna dulu berbohong padaku, katanya Kak Zolan mencintainya. Katanya juga, Zolan dan dia sudah menjadi pasangan yang bahagia. Atau mungkin Aluna mendekati Pak Dokter karena tahu, jika Kak Zolan tidak pernah mencintainya,” lirih Fatma. “Tetapi, aku harus memastikan dulu! Yang aku dengar tadi belum tentu benar! Aku masih tidak percaya!” lanjutnya sambil menggeleng. Beberapa menit kemudian, Fatma berdiri, melangkah keluar menuju kamar Fahmi.Setibanya depan pintu kamar, Fatma langsung membuka. Mengeluarkan suara untuk memanggil. “Fahmiii!” berteriak.Fahmi yang sedang menatap keluar jendela, terkejut mendengar suara c
"Ihhh, Kakak! Kenapa tidak percaya dengan adik sendiri?" ucap Fatma dengan nada manja dan raut wajah ngambek."Mie tadi sudah di habis 'kan? Nanti nggak usah lagi pesan-pesan!" Fahmi sengaja menjahili Fatma dan mengalihkan pembicaraan.Fatma menggeleng sambil memonyongkan bibir. Tanpa menjawab pertanyaan Fahmi, ia langsung berdiri untuk kembali ke kamar. Selama berjalan, ia terus saja membatin, “apa yang di ucap Kak Fahmi ada benarnya juga. Tidak mungkin Aluna menikah dengan Pak Anton sedangkan dia itu istri sah dari Kak Zolan. Aku harus cari tahu yang sebenarnya terjadi."“Tapi bagaimana caranya aku cari tahu? Atau aku tanya langsung ke Aluna! Tetapi kalau berita itu benar, bagaimana? Terlalu sakit jika aku mendengar langsung dari mulut Aluna,” Fatma berkata lirih. Ia sudah berada di kamar. Tidak mau duduk, ia terus saja mondar-mandir.Berhenti melangkah, Fatma berucap, “Lilis! Iya, Lilis! Aku bisa cari tahu kebenarannya lewat Lil
Di tempat berbeda, dengan waktu yang sama. Sindy sedang melamun, masih tidak percaya dengan pertemuannya tadi. “Apa aku harus kabur lagi dari sini?Tetapi itu tidak mungkin. Aku yakin, sekarang Robin sudah memerintahkan semua orang suruhannya untuk mencariku. Apapun yang aku lakukan tidak boleh ada yang menggunakan kartu identitas. Kalau tidak mereka pasti akan menemukanku.”“Zolan tidak akan bisa mengenalku, kalau aku selalu berpakaian seperti ini.” Sindy berbalik, untuk melihat pantulan diri di depan cermin yang ada di toko bunga. “iya, Sindy ... Kamu harus yakin jika Zolan tidak akan mengenalmu, jika penampilanmu selalu begini!” lirih Sindy meyakinkan diri.“Ibu Moza, kenapa dari tadi di sini terus. Tolong bantuin aku yah bu, di depan lagi banyak pelanggan. Ada dua orang yang harus dilayani, mereka masih mau tanya-tanya dulu,” ucap Fira, dengan gaya khasnya yang lebay.Sindy langsung berdiri, tersenyum pada Fira.
*** Sudah jam empat sore, Aluna sedang mengendara motor dari kampus menuju rumah sakit. Ia ingin menjenguk Angel. Sejak hari itu Aluna belum pernah lagi ke rumah sakit. “Semoga hari ini aku mendapat kabar baik, Angel sudah sadar dari komanya!” Aluna membatin. Dari belakang ada yang mengklakson. Di sangka orang lain, Aluna hanya melihat sekilas dari spion motornya. Motor itu melaju hingga sejajar dengan motor Aluna. Aluna menoleh, kaget ketika melihat Lilis membonceng Fatma. Mereka berdua tersenyum pada Aluna. “Fatma!” batin Aluna, heran melihat Fatma yang sedang tersenyum ceria melihatnya. “Fatma ingin ikut ke rumah sakit!” ucap Lilis keras agar Aluna dapat mendengar. Aluna teringat jika pagi tadi, saat baru saja tiba di kampus, Lilis mengajaknya jalan. Aluna menolak karena ingin ke rumah sakit. Sejak kejadian di rumah sakit lalu, Lilis dan Aluna menjadi dekat. “Lilis tahu jika sore ini aku akan ke rumah sakit. Kalau Fatma dari
Di tempat Lain, Aluna sudah berada di dalam ruang inap Angel. Anton tidak menyadari, ia ketiduran di atas sofa. Sudah beberapa malam, Anton kurang tidur karena menunggu Angel. Ia berharap putri kecilnya segera sadar dari koma. Anton terbangun ketika Aluna memanggil namanya, berasa seperti seseorang menyebut nama dalam mimpi. Anton membuka mata, suara itu terus memanggil hingga berulang kali. Nampak raut Anton sangat kusam dan tidak terurus. Sudah lama Aluna tidak melihat Anton di kampus. Tanpa bertanya, Aluna sudah tahu jika Anton mengambil cuti agar bisa menjaga Angel. Aluna tahu bagaimana sayangnya Anton pada Angel. Anton mungkin tidak akan bisa fokus bekerja, mengingat Angel sedang terbaring dan tidak ada yang menjaga. “Kenapa kamu bisa di sini?” tanya Anton sambil mengusap mata dan membangunkan badan, ia langsung duduk di sofa. “Aku ingin menjenguk Angel, Pak!” tutur Aluna gugup. Anton tidak tersenyum ketika melihat Aluna. Nanpak dari wajah, jika An
Di luar ruang inap, Lilis dan Fatma menatap ke satu arah, ketika mendengar suara pintu terbuka. Aluna keluar, wajahnya lesu. Ia melangkah tanpa melihat sekeliling. Lilis dan Fatma berdiri menghampiri dengan langkah lebar.“Bagaimana, Al?” tanya Lilis, sambil memegang pundak Aluna.Aluna masih terdiam, kelopak mata berkaca, pandangan terhalang oleh air. Ia berjalan dengan menunduk. Tidak ingin ada yang melihat wajahnya saat ini. Fatma berada di sisi kanan Aluna dan Lilis berada di sisi kiri. Fatma sedari tadi hanya diam, takut jika sepatah kata yang keluar dari bibir akan salah. Fatma dan Lilis berusaha mensejajarkan langkah dengan Aluna.Lilis menutup mulut untuk berkata, hingga mereka tiba di parkiran. Ia menarik tangan Aluna, sambil berkata, “Jangan pulang dulu! Keadaanmu sedang tidak baik, Aluna! Jangan mengendara di saat seperti ini."Terdengar oleh Aluna, suara tegas Lilis. Tidak membantah, Aluna mengikuti dengan pasrah. Lilis memba
“Jadi kita mau di sini saja atau cari tempat nongkrong,” ucap Lilis lagi.“Di sini saja, nggak apa!” jawab Aluna. Menggeser duduknya, “Kamu duduk di tengah!” lanjut Aluna melihat Lilis.“Rempong sekali yah, ibu ibu ini,” Fatma menyela ucapan Lilis dan Aluna, ia mengakhiri perkataan dengan tawa kecil keluar dari bibir.Lilis pun duduk di perantara Fatma dan Aluna, ia lalu berkata, “Jadi ini terserah aku, mau bercerita dari mana?” Aluna dan Fatma mengganguk. Dan memberi isyarat untuk Lilis bercerita.Sambil berucap, pikiran Lilis mengingat kembali pertemuan dengan Fatma saat di parkiran.Lilis memperlambat langkah, ketika melihat Fatma duduk di atas motornya sambil memainkan handphone. Mata mereka bertemu, ketika Fatma mengangkat wajah. Fatma langsung turun dari motor dan berdiri di samping. Ia lalu berucap ketika Lilis sudah berada di dekatnya, “kita bisa bicara sebentar, Lilis? A