Polo terhuyung terkena pukulan Marco. Pria bermanik merah yang terlihat pucat dan tak bertenaga itu ternyata tak seperti yang terlihat.
Irina menutup mulutnya dengan kedua tangan terlihat panik karena dua pria yang dicintainya saling berkelahi. Praktis, semua orang yang melihat perkelahian itu berlari mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi.
"Hei, hei! Ada apa dengan kalian berdua?" tanya Bruno langsung memegangi tubuh Polo yang membalas pukulan Marco di wajahnya.
"Lepaskan! Dia mengambil Irina-ku!" teriak Marco lantang dengan mata melotot lebar ketika tubuhnya dipegangi oleh Robin.
"Apa maksudmu?" tanya Hugo bingung.
"Polo! Dia memanfaatkan kesempatan ketika aku terbaring sakit dengan menjadi kekasih Irina. Aku melihatnya mencium Irina-ku! Dia pasti melakukan tipu muslihat dan hasutan hingga Irina jatuh ke pelukannya! Dasar baj*ngan!" teriak Marco murka, dan semua orang terkejut seketika.
Polo melepaskan dekapan Bruno di tubuhnya
Semoga gak ada tipo. Jangan lupa vote batu gems birunya ya. Lele padamu
Malam itu, tim Polo tiba di Boston. Fabio telah menandai kediaman salah satu anggota Dewan 13 Demon Heads—Kim Han Bong. Polo menggunakan teropong malam untuk melihat pergerakan di sekitar mansion di mana mereka akan mendarat malam itu sebelum melanjutkan penerbangan menyeberangi lautan menuju ke Rusia. "Bagaimana, Capt?" tanya Bruno telah bersiap dengan senapan laras panjang dalam genggaman. "Aku tak melihat adanya pergerakan," jawabnya yakin dari tempatnya berdiri. "Siap mendarat, Capt!" teriak Edward dari bangku co-pilot. "Yes, daratkan. Tim A, bersiap," tegas Polo. Orang-orang yang tergabung dalam tim A yakni Bruno, Robin, dan Polo. Sisanya masuk dalam tim B. Helikopter berhasil mendarat di helipad kediaman Han. Tempat itu bercahaya lampu dan Polo yakin jika ada penghuninya. Polo memberikan kode kepada tim yang akan turun untuk menyusuri tempat tersebut seraya mencari tahu keberad
Tak lama, tim Polo kembali usai mengamankan helikopter mereka. Polo melihat Sakura mengotak-atik layar ponselnya dan terlihat, visual dari kendaraan terbang yang berada di helipad. "Ayo, ikut aku. Helikopter kalian sudah aku amankan dengan CamGun," ajaknya seraya berjalan. "CamGun?" tanya Ritz mengulang. "Ya. Salah satu senjata buatan Boleslav Industries. Galina, Bykov, Pamungkas, adalah orang-orang dalam jajaran Boleslav. Aku jadi penasaran, siapa diantara kami yang masih bisa bertahan," jawab Sakura seraya berjalan tegap menyusuri lorong menuju ke sebuah almari dengan banyak buku tersusun rapi pada rak tersebut. NGEK! "Wow! Jalan rahasia!" pekik Lucas terkejut. Sakura tetap berjalan di depan dengan mantap. Mereka menuruni tangga dengan cahaya redup menyinari dinding lorong tersebut hingga mereka menemukan sebuah ruangan luas di bawah tanah. "Oh! Mereka ...?" tanya Fabio menunjuk dengan mata terbelal
Polo mendekati Sakura yang terlihat serius untuk mencoba mencari keberadaan Galina dari pantauan satelit. Semua anggota tim Polo ikut merapat dan mereka terkejut saat melihat jika semua fungsi alat komunikasi di tempat tersebut masih bekerja dengan baik. "Utara ... hem, mari kita lihat," gumannya yang mengarahkan pencitraan satelit menuju ke Alaska. "Ah! Itu mereka! Itu kapalnya!" pekik Edward menunjuk sebuah layar saat melihat pergerakan sebuah kapal berwarna putih yang berlayar di sepanjang garis pantai. Senyum semua orang merekah karena kapal tersebut tetap bergerak dan terlihat baik-baik saja. "Aku akan mencoba menangkap sinyal radio di kapal tersebut," sambung Sakura terlihat serius saat menggerakkan mouse. Kursor tersebut mengunci kapal yang ditumpangi oleh tim Polo dan Red Skull. Sakura dengan sigap menggunakan headphone untuk menghubungi siapapun yang bisa terhubung di kapal tersebut. "Galina, over. Red Skull, do you hear me? This is Sakura, Boston. Hallo, Guys?" panggil
Duka mendalam menyelimuti hati semua orang. Sakura tak bisa menahan tangisannya saat sang suami tercinta pergi untuk selama-lamanya. Secara perlahan, Polo melepaskan genggaman tangan Alex di tangannya. Sakura memeluk sang suami yang terbaring lemah tak bernyawa. Anak-anak yang berada di ruang bawah tanah mendatangi kamar Alex karena mendengar suara tangisan wanita yang selama ini mengayomi mereka. Mitha bahkan tak bisa membendung kesedihannya karena ikut merasakan kehilangan yang sama. Anak-anak menangis, dan kawan-kawan Polo berusaha menenangkan mereka. "Kita akan memakamkan Tuan Alex sebagai ucapan terima kasih karena telah mengizinkan kalian tinggal di sini bersamanya," ucap Polo mendatangi anak-anak yang bersedih itu. Mita dan lainnya mengangguk. Bruno dan kawan-kawannya pergi bersama anak-anak ke halaman belakang untuk menyiapkan pemakaman. Mitha menunjukkan tempat di mana para penjaga sebelumnya telah meninggal dan dimakamkan di tempat tersebut. "Kuburan-kuburan ini ...," uca
Polo dan kawan-kawannya terkejut karena kedatangan segerombolan monster yang mencoba menerobos gerbang kediaman Kim Han Bong. "Polo! Ke Pusat Komando! Cepat!" perintah Sakura dari atas helikopter yang masih melayang di sekitar halaman mansion Han. Polo segera berlari menyelamatkan diri bersama kawan-kawannya. Anak-anak ketakutan dan saling berpelukan di dalam helikopter. Dengan sigap, Sakura mengarahkan CamGun mini ke arah para monster dewasa itu. Seketika .... DODODODOOR!! "Bunuh mereka semua, Fabio, Lucas!" perintah Sakura mengarahkan kemudinya agar senjata tersebut terfokus pada para monster. Suara erangan kesakitan dari para manusia yang terkena serum tersebut bersahut-sahutan. Ternyata, keributan itu malah mendatangkan lebih banyak monster ke kediaman Han. "Lucas! Giring mereka menjauh dari mansion! Ayo!" perintah Sakura dari sambungan radio. Segera, Lucas mengarahkan helikopternya menjauh dari kediaman Han dengan tujuan utama tetap ke Utara. Sakura berharap para monster me
Polo semakin curiga jika selama ini mereka diawasi. Hingga keseriusannya buyar ketika para anggota timnya berseru lantang saat mereka berhasil melumpuhkan para monster dan helikopter berhasil terbang dengan selamat. Polo melihat keadaan di permukaan sepanjang helikopter melintas, tak ditemukan manusia atau monster. Namun, Polo yakin jika banyak manusia masih bertahan dan memilih untuk bersembunyi. "Edward, setelah ini kita singgah di mana?" tanya Polo menatap Edward yang memegang tablet dengan rute dan titik telah ditandai. "Aku ragu kita bisa melintasi Samudra Atlantik Utara, Polo. Kondisi helikopter kita tak menjanjikan. Mungkin ... kita sebaiknya menggunakan kapal ketika tiba di Newfoundland. Kita cari kapal untuk menyeberang," jawab Edward yang membuat semua orang di kabin terdiam. "Atau mungkin kita bisa mencari helikopter lain? Pasti ada hanggar pesawat terbang yang bisa kita singgahi," sahut Bruno memberikan usulan. "Kenapa, Bruno?" tanya Polo heran. "Aku merasa jika armad
Sedang di tempat Polo dan timnya berada. Setelah penerbangan yang panjang dan melelahkan, akhirnya mereka tiba di Teluk St. Lawrence saat matahari terbit di Pulau tersebut. Ternyata, dugaan Edward benar jika helikopter tak bisa bertahan lebih lama lagi karena kerusakan bertambah dengan kebocoran bahan bakar. Mereka tak bisa menyeberangi Samudera Atlantik Utara untuk tiba di Benua Eropa dengan tujuan Rusia. Saat semua orang dirundung kepanikan, tiba-tiba goncangan hebat terjadi di helikopter. Polo dan anggota timnya semakin cemas. "Sekarang apa lagi?" "Sepertinya ... terjadi kegagalan mesin, Polo," jawab Ritz cepat seraya mengecek seluruh tombol kendali. Namun, suara alarm peringatan dari sistem, membuat ketegangan di dalam helikopter semakin mencekam. "Apakah kita akan jatuh?" tanya Bruno ikut mendekat. "Aku akan berusaha agar kita bisa mendarat di hanggar terdekat. Polo, bisa kau pastikan sekitar kita aman tanpa keberadaan monster?" pinta Edward terlihat tergesa sembari melihat
Polo dan kawan-kawannya segera berkumpul. Mereka mencoba menyelamatkan semua benda dan perlengkapan dari dalam peti yang mereka terjunkan dari atas helikopter dari teluk. Edward melihat dari GPS jika mereka berada di Gros Morne National Park of Canada. Sayangnya, tempat itu sudah berbeda jauh. Meskipun masih asri dan dipenuhi oleh tumbuhan hijau serta air jernih yang segar, tempat itu begitu sepi karena tak ada manusia di sekitar. Bruno membuat api unggun di tepian sungai. Sedang Robin, mendirikan tenda portabel sebanyak dua buah. Lalu Edward, menyiapkan sarapan untuk kawan-kawannya. Ritz masih duduk terlihat letih. Semua orang membiarkan pilot helikopter mereka untuk istirahat sejenak. Polo berkeliling sekitar kawasan dengan senapan laras panjang dalam genggaman dan pistol di balik pinggang. Polo masih penasaran dengan sosok pria yang dilihatnya di mana ia yakin jika orang tersebut pasti tinggal di dekat mereka berkemah. Polo memutuskan untuk menaiki pohon agar bisa melihat dengan