Dareen menggendong Nathan dan membawa anak laki-laki itu keluar dari toko baju. Nafeesa menggandeng tangan Alia dan Bilqis mengikuti Dareen yang sudah berada di luar cafe. Nyonya Riska mengepal tangannya dan menyusul Nana yang sudah keluar dari mall. "Biar aku aja yang menggendong, Nathan." ucap Nafeesa. "Gak, biar Mas saja. Dia berat sekali loh ini," jawab Dareen. Alia menatap Nafeesa dan tersenyum ke arah Nafeesa. "Tante makan yuk, Alia lapel." ujar Alia. Nafeesa mengelus pipi Alia dengan hangat, "Tante harus pulang sayang, adik tante lagi nungguin di rumah..." balas Nafeesa. "Yah, padahal Alia mau makan baleng si ganteng..." sambungnya sambil cemberut. Nathan meminta untuk turun dari gendongan, Dareen. Ia mendekati Nafeesa sambil memegang tangan sang ibu. "Nathan lapar, Bunda. Ayo makan, bibi Bilqis juga ikut, semuanya aja ikut..." ucap Nathan. Nafeesa menatap Bilqis, dan yang ditatap menganggukkan kepalanya. "Yaudah ayo." keputusan Nafeesa. Dareen tersenyum bahagia, ia meng
Malam hari, pukul 18.05 WIB. Bilqis tengah berada di dalam kamar, sambil memilih baju yang akan dikenakannya saat bertemu dengan pria yang ia cintai. Sesuai pesan yang ia kirim ke Zay. Pria itu langsung membalas pesan tersebut dan mengajak Bilqis makan malam pada malam ini. Bilqis menatap bajunya dan kebingungan memilih baju, agar malam ini ia terlihat cantik di mata, Zay. "Dih, gak ada yang bagus bajunya. Ngeselin banget sih," gerutu Bilqis yang mendegus kesal. Tok Tok Suara ketukan pintu membuat Bilqis langsung membuka pintu kamar miliknya. Terlihat Nafeesa tengah berdiri di depan pintu sambil memegang dress berwarna dongker. Nafeesa masuk ke dalam kamar, dan meletakkan baju tersebut di atas kasur. "Pakai baju ini aja, tadi gue pesan khusus buat lo yang bakal jadi pacar orang..." ujar Nafeesa sambil terkekeh pelan. Bilqis menatap sahabatnya dan langsung memeluk Nafeesa dengan erat. "Makasih banget, bajunya bagus njir. Lo emang malaikat penyelamat gue," balas Bilqis. Nafeesa h
Pagi ini Fatih berangkat ke Semarang seorang diri. Ia berpamitan pada Nafeesa, Bilqis dan Nathan. "Hati-hati di jalan, kalau udah sampai jangan lupa kasih kabar. Jaga kesehatan selama di Semarang. Jangan sampai sakit, soalnya Kakak nggak ada di samping kamu," ujar Nafeesa. "Pasti, Kak. Fatih akan berhati-hati di jalan dan akan menjaga kesehatan. Kakak tenang saja dan tidak perlu khawatir. Fatih bisa menjaga diri." balas Fatih sambil memeluk erat kakaknya. Nafeesa mengusap lembut punggung adiknya. Entah kenapa, sedari dulu dia akan merasa sedih jika berjauhan dengan adiknya. Nafeesa sudah menganggap adiknya ini sebagai anaknya sendiri, karena di sudah membesar dan merawat Fatih dengan sangat baik. Pelukan mereka terlepas dan Fatih langsung memeluk sahabat dari kakaknya. "Selamat udah balikan lagi, jangan lupa traktir nya. Happy selalu, jangan sedih-sedih lagi..." Ujar Fatih. "Geblek ni anak, udah gue traktir semalam bego. Gue gak bakal sedih lagi, Lo tenang aja. Hati-hati selama di
Setelah berada di kantor, Nafeesa membawa Nathan masuk ke dalam ruang kerjanya. Nathan duduk di sofa dan langsung berbaring, karena sekarang jam tidur siangnya. Sebelum tiba di kantor, Nafeesa sudah membawa anaknya untuk makan siang. "Selamat tidur jagoan, Bunda." ucap Nafeesa sambil mengecup pipi anaknya. Nathan mengangguk dan menutup kedua matanya. Beberapa detik kemudian, ia pun sudah menuju alam mimpi. Nafeesa yang melihatnya hanya tersenyum dan menyelimuti anaknya dengan selimut yang ia bawa tadi dari rumah. Wanita itu duduk di kursi kerjanya dan melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Ceklek! Bilqis masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa berkas. Gadis itu duduk dihadapan Nafeesa dan meletakkan beberapa berkas ke meja kerja sahabatnya. "Kita harus ke rumah keluarga Winarta, ternyata Tuan Beni membuat acara pertemuan di rumah nya. Astaga gue males banget tau gak," jelas Bilqis. "Males, tapi sekali liat Zay langsung gak mau pulang." jawab Nafeesa sambil menatap
Setelah selesai makan di rumah Nafeesa dan merasa tubuhnya mulai enak 'kan. Dareen langsung pamit untuk pulang ke rumah. Karena ia harus bersiap-siap untuk acara nanti malam. "Makasih atas makanannya," ujar Dareen. "Sama-sama," balas Nafeesa. "Salam buat Nathan dan nanti ketemu lagi di rumah ya," sambung Dareen. "Iya," balas Nafeesa. "Aku pulang," sahut Dareen berjalan ke arah mobil-nya. "Hati-hati di jalan," ujar Nafeesa sambil melambaikan tangannya. Dareen tersenyum dan membalas lambaian tangan tersebut. Pria itu menjadi sendu, andai saja kedua orang tuanya tidak memisahkan mereka berdua. Pasti Dareen dan Nafeesa sudah menikah, hidup bahagia dengan keluarga kecil mereka. Nafeesa menatap Dareen yang terlihat sedih, langsung menghampiri pria tersebut. Ia memegang bahu Dareen, dan refleks pria itu memeluk tubuh kecil Nafeesa. "Aku kangen, aku pengen kita seperti dulu lagi," ujar Dareen. Nafeesa mengusap punggung, Dareen. "Kita ikuti alur cerita sang maha kuasa berikan, Mas. Jik
Setelah acara pertemuan itu selesai, Tuan Teguh menahan Nafeesa dan Bilqis agar tidak pulang. Semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga. Nafeesa dan Bilqis hanya diam berdiri di hadapan keluarga Winarta. Mereka seperti penjahat yang terciduk warga. Nathan dan Alia tengah berada di dalam kamar tamu bersama, Mira. "Feesa, apa kamu ibu dari Nathan?" Tanya Tuan Teguh. Nafeesa hanya diam, dan lidahnya sangat kaku saat akan berkata jujur pada pria tua yang ada di hadapannya. Dareen dan Zay mulai gelisah, karena takut kedua wanita itu akan dihina oleh keluarga mereka. Nana dan Nyonya Riska hanya diam sambil menahan emosinya, melihat kedua wanita yang mereka benci. "Jawab, Feesa. Jangan takut," ujar Nyonya Sukma sambil mengusap punggung Nafeesa. "Iya, Nathan adalah anak saya, Tuan," balas Nafeesa. Tuan Teguh tersenyum dan menatap istrinya yang berada di samping, Nafeesa. Ia menghela napas dengan pelan, kemudian menatap Nafeesa dan Bilqis secara bersamaan. "Ayah anakmu itu, Dareen 'ka
"Silahkan masuk, Tuan, Nyonya," tawar Nafeesa. Bilqis terkejut bukan main, kenapa Nafeesa mengizinkan mereka berdua masuk ke dalam rumah. Tuan Teguh dan Nyonya Sukma masuk ke dalam rumah yang megah, hasil kerja keras Bilqis dan Nafeesa. "Silahkan duduk, saya akan membuatkan minuman dulu," lanjut Nafeesa dengan ramah. Wanita itu berjalan ke arah dapur dan sepasang suami-istri tersebut langsung duduk di sofa ruang tamu. Bilqis menghidupkan AC, dan duduk dihadapan Tuan Teguh dan Nyonya Sukma. "Maaf Tuan, maaf Nyonya. Tadi di rumah Tuan Beni tidak sopan, saya hanya terbawa emosi. Saya kesal karena sahabat saya selalu direndahkan oleh orang tua, Dareen. Sa--," "Tidak apa, kami paham," ucap Nyonya Sukma memotong ucapan Bilqis. "Kamu pacar cucu saya 'kan?" Tanya Tuan Teguh. "I-iya, Tuan. Saya pacar dari cucu Tuan," balas Bilqis. "Panggil Opa saja ya, jangan panggil Tuan," sambung Tuan Teguh. Bilqis mengangguk dan tersenyum kikuk ke arah kedua orang tua dari Tuan Beni. Nafeesa datang
Dareen, keluar dari kamarnya dengan pakaian kerjanya. Ia menuruni anak tangga satu persatu dan melewati ruang makan. Tuan Beni dan Nyonya Riska menatap anak bungsu dengan tatapan tajam. "Duduk, Dareen. Sarapan dulu, baru pergi kerja," tegur Nyonya Riska. "Enggak laper, Ma. Dareen duluan aja. Takut terlambat," balas Dareen menatap Nyonya Riska dengan wajah tanpa ekspresi. "Duduk dulu, Ren. Makan dulu yuk, aku ambilkan makanan buat kamu, yuk," ajak Nana yang ingin mencari perhatian kedua orang tua Dareen. Pria itu menepis tangan Nana dengan kasar, dan menatap tajam gadis itu. Saat kakinya akan melanjutkan langkahnya, Tuan Beni langsung memukul meja makan dengan keras. Brak! Suara pukulan itu terdengar oleh, Zay. Secepat mungkin Zay memasang dasinya dan langsung memasang jas kantor. Kemudian Zay langsung keluar dari kamarnya. Ia menuruni anak tangga, dan terkejut saat melihat wajah ayahnya sudah memerah karena kesal. "Apa susahnya makan sih? Kalau kamu sakit nanti dikira Papa dan M